Kenapa Konflik di Timur Tengah Kerap Diasosiasikan dengan Balas Dendam?

Kenapa Konflik di Timur Tengah Kerap Diasosiasikan dengan Balas Dendam?

Berita Utama | sindonews | Senin, 7 Oktober 2024 - 03:00
share

Israel ingin membalas dendam serangan 180 rudal Iran. Serangan rudal itu merupakan perang balas dendam atas kematian pemimpin Hamas Ismail Haniyeh dan sekjen Hizbullah Hassan Nasralllah. Konflik Timur Tengah kerap diasosiasikan dengan balas dendam.

Serangan Israel ke Lebanon demikian juga perang Hizbullah melawan Zionis juga merupakan upaya balas dendam. Rasa dendam tersebut menjadi fondasi yang sangat kental dalam konflik Timur Tengah.

Hingga Paus Fransiskus menyerukan untuk meninggalkan balas dendam dan mengakhiri perang di Timur Tengah, Menjelang peringatan serangan Hamas, Paus Fransiskus menyerukan kepada masyarakat internasional untuk meninggalkan balas dendam dan mengakhiri perang. Ia mengutuk penderitaan di Timur Tengah dan menyerukan gencatan senjata segera.

Kenapa Konflik di Timur Tengah Kerap Diasosiasikan dengan Balas Dendam?

1. Balas Dendam Menyebabkan Matinya Rasa Kemanusiaan Orang Israel

Memberikan perspektif mayoritas masyarakat Israel, Alon Pinkas, mantan diplomat Israel, mengatakan bahwa hampir 42.000 warga Palestina yang tewas di Gaza selama setahun terakhir tidak banyak yang peduli.

"Selama beberapa bulan pertama, warga Israel jarang menyadari apa yang terjadi di Gaza," katanya kepada Al Jazeera, seraya menambahkan bahwa cakupan kematian dan kehancuran yang ditimbulkan tidak digambarkan secara akurat di media Israel.

"Kemudian muncul mentalitas 'kami tidak peduli, lihat apa yang mereka lakukan kepada kami'. Lihat, itu sangat manusiawi, itu sangat wajar. Itu tidak benar," jelas Pinkas. "Anda perlu menyadari apa yang terjadi karena itu akan memicu putaran permusuhan dan kekerasan berikutnya."

Seiring dengan semakin banyaknya gambar yang muncul dari Gaza yang dilanda perang dari waktu ke waktu, "posisi warga Israel menjadi lebih keras", katanya.

“Orang-orang menyebutnya perang balas dendam, dan ya itu adalah perang balas dendam … Dan tahukah Anda, negara mana pun akan melakukan hal yang sama … Fakta bahwa seluruh dunia merasa jengkel, terganggu, dan frustrasi [atas perang] tampaknya tidak menjadi masalah bagi sebagian besar orang Israel.”

2. Iran Selalu Menuntut Pertanggungjawaban

Situasi di Timur Tengah kembali berada di ambang apa yang oleh para ahli digambarkan sebagai "konflik yang meningkat dan tidak stabil," karena Iran bersumpah untuk memberikan "hukuman keras" bagi Israel, yang menurutnya bertanggung jawab atas pembunuhan pemimpin politik Hamas, Ismail Haniyeh.

Haniyeh menjadi sasaran dan tewas dalam serangan Israel saat mengunjungi Iran setelah menghadiri pelantikan presiden baru Iran Masoud Pezeshkian. Kepala sayap militer Hamas, Mohammed Deif, tewas dalam serangan udara Israel di Gaza bulan lalu, militer Israel mengatakan Kamis, Reuters melaporkan.

Melansir Global Times, Liu Zhongmin, seorang profesor di Institut Studi Timur Tengah Universitas Studi Internasional Shanghai, meyakini pembunuhan Haniyeh di Teheran sebagian bertujuan untuk menyabotase kebijakan dan pengaturan Iran di kawasan tersebut. "Masih terlalu dini untuk mengatakan Iran akan maju ke perang skala penuh dengan Israel. Ia mencatat bahwa konflik antara Hizbullah dan Israel, bagaimanapun, mungkin akan meningkat," katanya.

Kemudian, Wang Jin, seorang profesor madya di Institut Studi Timur Tengah di Universitas Northwest di Xi'an mengungkapkan, tampaknya pembalasan langsung terhadap Israel, terutama dalam konteks saat ini, akan segera terjadi karena Israel telah terlibat dalam konflik dengan Hizbullah, Hamas, dan sekutu regional Iran lainnya. "Risiko eskalasi konflik di masa mendatang sangat tinggi," kata Wang Jin.

Baca Juga: Ingin Dapat Restu AS untuk Serang Iran, Menhan Israel Temui Para Pejabat Washington

3. Israel Selalu Ingin Menabuh Genderang Perang

Pejabat Israel menabuh genderang perang terhadap Iran setelah Teheran meluncurkan rentetan rudal besar dan belum pernah terjadi sebelumnya di sejumlah lokasi di negara bagian itu.

Serangan pada Selasa malam itu terjadi setelah Israel mengintensifkan perangnya di Lebanon dan terbunuhnya pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah di Beirut minggu lalu.

Kabinet Israel belum memutuskan waktu dan sifat responsnya, Axios melaporkan, tetapi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah berjanji bahwa pemerintahnya akan membalas.

"Iran membuat kesalahan besar malam ini dan akan membayarnya," katanya dalam rekaman video setelah serangan itu.

"Rezim di Iran tidak memahami tekad kami untuk membela diri dan tekad kami untuk membalas musuh-musuh kami. Mereka akan mengerti. Kami akan berpegang pada aturan yang kami buat: siapa pun yang menyerang kami, kami akan menyerangnya," tambahnya.

Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir mendesak Netanyahu untuk meluncurkan kampanye militer terhadap Iran, serupa dengan apa yang dilakukannya di Lebanon.

"Apa yang kita lakukan terhadap Lebanon juga harus dilakukan terhadap Iran... tidak ada pengaturan politik, tidak ada diplomasi – hancurkan, hancurkan, hancurkan," katanya.

4. Ingin Memanfaatkan Momen Bersejarah

Di tempat lain, mantan Perdana Menteri Israel Naftali Bennett mengatakan bahwa sekarang adalah "momen bersejarah" untuk menyerang Iran.

"Israel sekarang memiliki kesempatan terbesarnya dalam 50 tahun, untuk mengubah wajah Timur Tengah," tulisnya di X.

"Kita harus bertindak *sekarang* untuk menghancurkan program nuklir Iran, fasilitas energi utamanya, dan melumpuhkan rezim teroris ini."

Melansir Middle East Eye, anggota Knesset Avigdor Lieberman mengeluarkan pernyataan serupa, menyerukan serangan segera terhadap Iran.

"Bom semua fasilitas minyak, gas, dan nuklir, dan hancurkan kilang minyak dan bendungan," katanya.

 
Topik Menarik