Seruan Reformasi PBB Menguat, Hak Eksklusif Lima Negara Digugat

Seruan Reformasi PBB Menguat, Hak Eksklusif Lima Negara Digugat

Global | okezone | Kamis, 26 September 2024 - 20:13
share

NEW YORK - Tuntutan reformasi di tubuh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menguat dalam sidang umum ke-79. PBB dianggap telah gagal dan tidak leluasan bergerak karena kekuasaan dari lima negara yang menjadi pemenang di Perang Dunia Kedua.

Para pemimpin dunia mulai jengah dengan ketidakmampuan PBB dan lembaga global lainnya dalam menyelesaikan beragam konflik yang terjadi di dunia. Seperti invasi negara zionis ke Gaza, dan terbaru pecahnya perang udara antara Israel dan Hizbullah yang telah merenggut ratusan bahkan ribuan nyawa.

Dalam banyak hal, keputusan PBB selalu disandera veto dari anggota tetap dewan keamanan PBB. Lima negara pemilik veto adalah Amerika Serikat, China, Perancis, Rusia dan Inggris Raya. Keputusan substantif PBB harus dibuat dengan “suara serentak dari anggota tetap”.

Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan menyatakan bahwa PBB telah menjadi semakin tidak berfungsi dan tidak efektif dalam memenuhi misi pendiriannya. Menurut dia, perdamaian dan keamanan internasional terlalu penting untuk diserahkan kepada keinginan "lima negara istimewa". "Dunia lebih besar dari lima (negara)," kata Erdogan dikutip Anadolu Agency.

Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, menekankan bahwa salah satu tujuan strategis KTT Masa Depan PBB adalah “tatanan dunia yang komprehensif” dan menyerukan tata kelola global yang lebih koheren dan efektif, termasuk reformasi Dewan Keamanan.

Perdana Menteri India, Narendra Modi, menekankan bahwa reformasi adalah "keharusan" dalam organisasi global seperti PBB. "Keberhasilan umat manusia tidak terletak di medan perang, tetapi dalam kekuatan kolektifnya untuk perdamaian global," kata Modi.

 

Presiden Afrika Selatan, Cyril Ramaphosa bahkan menggambarkan struktur Dewan Keamanan saat ini sebagai “ketinggalan zaman dan eksklusif”. Dia menilai perlunya diikutsertakan  negara-negara Afrika dan pihak lain dalam proses pengambilan keputusan Dewan.

Kritik juga disampaikan Presiden Brasil, Lula da Silva. Dia menilai, pentingnya reformasi menyeluruh, dengan menyatakan bahwa Piagam PBB saat ini gagal mengatasi beberapa masalah kemanusiaan yang paling mendesak. "Perlu peninjauan dan revisi menyeluruh terhadap Piagam tersebut, dengan fokus pada struktur, metode kerja, dan hak veto Majelis Umum," tegas Lula da Silva.

Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres tak menampik adanya ketidaksetaraan global dalam lembaga-lembaga internasional. Dia mengatakan, Dewan Keamanan PBB dirancang  para pemenang Perang Dunia Kedua, saat sebagian besar Afrika berada di bawah kekuasaan kolonial. Dia pun menekankan perlunya perwakilan Afrika di Dewan, sambil mengakui potensi perlawanan dari mereka yang memiliki kekuatan politik dan ekonomi.

Topik Menarik