PGRI Dukung Rencana Penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa Kembali Diterapkan di SMA
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menyatakan dukungan penuh terhadap rencana Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) untuk kembali menerapkan sistem penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa di jenjang SMA mulai tahun ajaran 2025/2026.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Unifah Rosyidi, menilai penjurusan kembali akan memberikan ruang bagi siswa untuk mendalami bidang yang benar-benar diminati. Menurutnya, upaya mengharapkan siswa menguasai semua bidang pengetahuan sering kali justru membuat pembelajaran menjadi dangkal.
"Harapan agar siswa menguasai semua ilmu itu baik, tapi jika tidak siap yang terjadi malah siswa tidak mendapatkan ilmu apa-apa atau hanya sedikit. Jadi dengan adanya penjurusan IPA, IPS dan Bahasa itu bagus agar siswa bisa mempelajari ilmu sesuai dengan minatnya dan menjadi ahli," kata Unifah melalui siaran resminya dikutip Jumat (13/4/2025).
4 Artis Indonesia Mualaf saat Ramadan 2025, Celine Evangelista Tergerak Hatinya Pelajari Islam
Di sisi lain, praktisi pendidikan Heriyanto turut mendukung langkah Kemendikbudristek. Ia menilai penghapusan sistem penjurusan sebelumnya membuat siswa kesulitan menentukan fokus sejak awal. Ketika siswa diharuskan memilih pelajaran secara fleksibel, banyak yang belum siap menentukan arah profesi yang diinginkan.
"Terlalu dini di kelas XI awal, siswa harus menetapkan profesinya apa kelak. Sehingga ada beberapa mata pelajaran yang perlu diambil dan dilepaskan, padahal itu adalah mata pelajaran dasar yang sangat diperlukan," jelasnya Heri.
"Dengan contoh, jika siswa yang memilih kedokteran dapat melepaskan fisika, dan konsentrasi pada biologi dan kimia. Namun persoalan yang sering muncul adalah ketika pilihan profesi siswa bisa saja berubah di kelas XII menjadi teknik, sedangkan dalam 2 atau 3 semester sebelumnya, mereka tidak mempelajari fisika," sambungnya.
Pada kesempatan yang sama, Heriyanto juga menyoroti ketidaksesuaian antara kurikulum SMA dengan kebutuhan di perguruan tinggi. Beberapa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) masih menuntut penguasaan dasar fisika, kimia, dan biologi di tahun pertama, meskipun program studi yang diambil bukan dari rumpun eksakta.
"Sehingga mata pelajaran tersebut, tetap diajarkan sebagai bekal di PTN nantinya, termasuk untuk pilihan IPS. Karena apabila siswa yang memiliki cita-cita menjadi akuntan dapat melepaskan geografi atau sosiologinya. Namun apabila berubah menjadi ahli hukum diberikan syarat kedua pelajaran tersebut akan dipelajari saat di perguruan tinggi,” ujar Heri.
Sementara itu, Ignasius Sudaryanto, guru geografi di SMA Pangudi Luhur II Servasius, Bekasi, menyebut sistem fleksibel saat ini justru menimbulkan kebingungan di kalangan siswa. Ia mengungkapkan bahwa siswa sering tidak konsisten dengan pilihan mata pelajaran, yang pada akhirnya tidak sesuai saat masuk ke jenjang perkuliahan.
Selain itu, dari sisi manajemen sekolah, sistem mata pelajaran pilihan yang tidak dibatasi penjurusan juga menyulitkan dalam pembagian jam mengajar bagi guru.
“Hal itu juga dialami oleh Sekolah yang menemukan kesulitan dalam membagi jam mengajar guru, karena ada mata pelajaran yang peminatnya sedikit sehingga guru kurang jam mengajar yang akan berdampak pada TPG/Sertifikasi. Akan tetapi juga ada mata pelajaran yang kelebihan minat siswa," beber Ignasisus.
Ignasius pun mendukung penuh rencana pemerintah untuk menghidupkan kembali sistem jurusan seperti dulu. "Saya sangat setuju kalau penjurusan/pemilihan mata pelajaran dikembalikan seperti dulu yaitu jurusan IPA, IPS dan Bahasa. Hal ini akan membuat siswa lebih fokus belajar, dan sekolah lebih mudah mengelola tenaga pendidik," tutup Sudaryanto.