Putri Alice, Nenek Raja Charles III yang Idap Skizofrenia dan Jadi Subjek Eksperimen

Putri Alice, Nenek Raja Charles III yang Idap Skizofrenia dan Jadi Subjek Eksperimen

Gaya Hidup | sindonews | Minggu, 2 Maret 2025 - 23:00
share

Putri Alice dari Battenberg, ibu Pangeran Philip dan nenek Raja Charles III, adalah sosok bangsawan yang kehidupannya penuh gejolak. Mengidap skizofrenia, ia sempat dikurung di fasilitas psikiatri dan menjadi subjek eksperimen kontroversial oleh Sigmund Freud.

Menurut Esquire, Putri Alice pernah dirawat dua kali di fasilitas psikiatri tanpa persetujuannya. Sebagai bangsawan yang memiliki kehidupan penuh gejolak, kisah hidupnya jarang mendapat sorotan, meskipun ia memiliki perjalanan luar biasa dari seorang putri kerajaan hingga menjadi biarawati.

Putri Alice lahir di Kastil Windsor pada 1885 sebagai anak dari Pangeran Louis dari Battenberg dan Putri Victoria dari Hesse, yang juga merupakan cucu dari Ratu Victoria. Sejak lahir, Alice mengalami gangguan pendengaran dan pada usia delapan tahun ia sudah mampu membaca gerak bibir dalam tiga bahasa.

Di usia 17 tahun, Alice bertemu dengan Pangeran Andrew dari Yunani dan menikah dengannya pada 1903. Setelah pernikahan, ia pindah ke Yunani dan menjalani kehidupan sebagai bagian dari keluarga kerajaan Yunani. Pasangan ini memiliki lima anak, termasuk Philip, yang kemudian menikahi Ratu Elizabeth II.

Foto/South China Morning Post

Foto/South China Morning Post

Sejak muda, Alice menunjukkan kepedulian yang besar terhadap kemanusiaan. Selama Perang Balkan pada awal 1910-an, ia aktif membantu korban perang di rumah sakit lapangan. “Ya Tuhan, apa yang kami lihat. Lengan, kaki, dan kepala yang hancur, pemandangan yang mengerikan. Koridor penuh dengan darah,” tulis surat Alice kepada ibunya.

Dilansir dari South China Morning Post, Senin (3/3/2025), namun, kehidupan Keluarga Kerajaan Yunani berubah drastis akibat gejolak politik. Pada 1917, mereka diasingkan dan Alice harus beradaptasi dengan kehidupan di luar istana.

Pada 1930, Alice didiagnosis mengidap skizofrenia. Ia mengalami delusi bahwa dirinya memiliki hubungan spiritual dengan Yesus Kristus dan sering menggunakan bahasa yang tidak biasa untuk menggambarkan pengalamannya. Keluarganya memutuskan untuk mengirimnya ke sanatorium di Berlin, kemudian ke Swiss, di mana ia menjalani perawatan di bawah pengawasan Sigmund Freud.

Freud menerapkan metode terapi yang kontroversial pada Alice, termasuk prosedur radiasi pada ovarium untuk mempercepat menopause dini. Menurut dokumenter Real Royalty, Freud berasumsi bahwa gangguan mental Alice disebabkan oleh represi seksual. Namun, perawatan ini justru membuat kondisinya semakin memburuk.

Foto/South China Morning Post

Alice mengklaim dirinya waras, tetapi ia tetap ditahan di fasilitas psikiatri selama lebih dari dua tahun sebelum akhirnya dibebaskan.

Pada 1937, Alice kembali bertemu dengan anak-anaknya ketika menghadiri pemakaman putrinya, Cecilie, yang tewas dalam kecelakaan pesawat. Saat itu, Philip difoto bersama pria berseragam Nazi, yang menimbulkan kontroversi.

Menurut Town & Country, semua anak Alice menikah dengan bangsawan Jerman, dan tiga di antaranya memiliki hubungan dengan Partai Nazi. Hal ini kemudian menjadi sumber ketegangan bagi Philip, yang memilih untuk berkarier di Angkatan Laut Kerajaan Inggris dan akhirnya berseberangan dengan sebagian anggota keluarganya.

Saat Perang Dunia II berlangsung, Alice kembali ke Yunani dan memilih untuk membantu mereka yang membutuhkan. Ia melindungi keluarga Yahudi dari Nazi dengan menyembunyikan mereka di apartemennya di Athena.

Foto/South China Morning Post

Gestapo beberapa kali mencurigai Alice dan menginterogasinya, tetapi ia menggunakan ketuliannya untuk berpura-pura tidak memahami pertanyaan mereka. Karena keberaniannya, Museum Holocaust Yad Vashem di Israel mengakui Alice sebagai Righteous Among the Nations, sebuah penghormatan bagi non-Yahudi yang menyelamatkan orang Yahudi selama Holocaust.

Ia bahkan meminta agar jasadnya dimakamkan di Gunung Zaitun, Yerusalem. Pada 2018, anak Charles, Pangeran William bertemu dengan keturunan keluarga Yahudi yang diselamatkan oleh Alice sebagai bentuk penghormatan atas jasanya.

Setelah Perang Dunia II, Alice semakin mendalami agama dan mendirikan ordo biarawati bernama Persaudaraan Kristen Martha dan Maria pada 1949. Ia menjalani hidup sederhana dan bahkan menjual perhiasan kerajaannya untuk mendanai kegiatan amalnya.

Saat penobatan Ratu Elizabeth II pada 1953, Alice menarik perhatian publik karena hadir mengenakan jubah biarawati. Meskipun anaknya, Philip, dan menantunya, Elizabeth, menawarkan kehidupan mewah di kerajaan, Alice lebih memilih mengabdikan hidupnya untuk amal.

Pada 1967, terjadi kudeta militer di Yunani yang memaksa Alice meninggalkan negara itu. Dengan desakan Elizabeth dan Philip, ia akhirnya pindah ke Istana Buckingham, di mana ia tinggal di sebuah kamar sederhana di dalam kompleks istana.

Alice menghabiskan sisa hidupnya dalam kesederhanaan dan meninggal dunia pada 1969. Real Royalty melaporkan bahwa saat wafat, satu-satunya barang pribadinya adalah tiga jubah biarawati.

Topik Menarik