3 Partner Bisnis Raffi Ahmad yang Usahanya Rugi, Rudy Salim Kehilangan Rp70 Miliar
Raffi Ahmad dikenal sebagai artis sekaligus pengusaha sukses dengan bisnis di berbagai sektor. Namun, tak semua usaha yang dijalani selalu berjalan mulus. Beberapa usaha yang ia jalankan bersama partnernya justru mengalami kerugian.
Tak hanya rugi, bisnis yang dijalankan Raffi Ahmad bersama partnernya bahkan ada yang harus tutup permanen. Hal ini menunjukkan bagaimana berbagai faktor seperti mismanajemen, strategi yang keliru, minimnya pasar, hingga konflik internal dapat menyebabkan kerugian usaha.
Dampaknya pun beragam, mulai dari hilangnya modal besar, penutupan bisnis, hingga retaknya hubungan kerjasama. Siapa saja rekan bisnis suami Nagita Slavina itu yang mengalami kerugian dan apa penyebab kegagalan usaha mereka?
Berikut deretan partner bisnis Raffi Ahmad yang usahanya alami kerugian dirangkum dari berbagai sumber, Jumat (28/2/2025).
3 Partner Bisnis Raffi Ahmad yang Usahanya Rugi
1. Rudy Salim
Rudy Salim adalah pengusaha yang sering berkolaborasi dengan Raffi Ahmad dalam berbagai bisnis, termasuk rumah produksi film RA Pictures dan gerai minuman Mango Bomb. Mango Bomb, yang sempat populer setelah diluncurkan pada 2017, akhirnya tutup pada 2019.Di sektor film, RA Pictures mengalami kerugian besar. Meskipun sempat meraup untung sekitar Rp20 miliar dalam dua tahun pertama, bisnis ini akhirnya merugi hingga hampir Rp70 miliar. Rudy bahkan mengaku tidak mengetahui dengan pasti ke mana dana investasi Rp60 miliar – Rp70 miliar yang telah digelontorkan.
Kerugian ini terjadi karena jumlah penonton film yang diproduksi tidak memenuhi ekspektasi. Namun, meskipun mengalami kerugian besar, hubungan bisnis Raffi dan Rudy tetap baik. Mereka terus berkolaborasi dalam usaha lain, termasuk membuka klub malam dan beach club pada 2023.
RA Pictures mulai aktif sekitar 2017–2018, dan puncak kerugian bisnis ini terungkap pada awal 2023. Kerugian tersebut berdampak pada penutupan proyek bisnis, tetapi tidak menghambat hubungan dan kepercayaan mereka dalam menjalankan bisnis lain.
2. Kaesang Pangarep
Kaesang Pangarep, putra bungsu Jokowi, menjadi rekan bisnis Raffi dalam usaha kuliner RANS Nusantara Hebat, sebuah pusat kuliner di BSD City, Tangerang. Bisnis ini diresmikan pada 30 Maret 2024, melibatkan RANS Entertainment, PT GK Hebat (Kaesang), dan Sinar Mas Land sebagai pengembang. Pada awalnya, konsep ini menarik perhatian publik dan sempat viral.Namun, antusiasme tersebut tidak bertahan lama. Memasuki paruh kedua 2024, tempat ini mulai sepi pengunjung, menyebabkan banyak tenant meninggalkan usaha mereka. Penyebab utama kegagalan ini antara lain harga sewa tinggi, syarat omset, minimnya pengunjung, sehingga pendapatan tenant tidak maksimal.
Selain itu, dikabarkan ada larangan peliputan oleh food vlogger, diduga untuk menghindari sorotan negatif terkait kios-kios kosong. Akhirnya, pada 28 Februari 2025, Rans Nusantara Hebat resmi ditutup. Meski diklaim sebagai penutupan sementara, banyak pihak menilai bisnis ini gulung tikar secara permanen.
Meski mengalami kerugian, tidak ada konflik terbuka antara Raffi dan Kaesang. Keduanya tetap memiliki citra sukses di mata publik, dengan banyak warganet yang menyindir bahwa meskipun bisnis ini bangkrut, mereka tetap kaya.
3. Dio Living
Dio Living adalah perusahaan furnitur yang menjadi partner Raffi dalam bisnis Rans Nusantara (by Dio Living), yang diluncurkan pada 2022. Usaha ini berfokus pada produksi dan penjualan furnitur lokal berkualitas tinggi dengan sentuhan budaya Indonesia.Rans Nusantara by Dio Living sempat membuka showroom dan memperkenalkan produk seperti sofa, meja, dan dekorasi rumah. Namun, bisnis ini mengalami hambatan sejak awal. Penjualan tidak mencapai target, dan perbedaan visi serta manajemen menyebabkan konflik internal.
Ketidakharmonisan pengelolaan ini menghambat operasional dan pertumbuhan bisnis, sehingga usaha ini tidak mampu bertahan lama di pasar furnitur yang kompetitif. Akibat pecah kongsi, Rans Nusantara by Dio Living resmi ditutup pada 2023, tak lama setelah didirikan.
Penutupan ini menandai kerugian bagi kedua belah pihak, baik dari segi materi maupun hilangnya potensi kolaborasi di industri furnitur. Dengan demikian, rentang waktu 2022–2023 menjadi masa jatuh bangunnya bisnis ini, yang akhirnya gagal karena ketidakcocokan manajemen dan strategi.