Mengenal Papeda Khas Papua yang Muncul di Google Doodle, Terbuat dari Sagu Mirip Lem

Mengenal Papeda Khas Papua yang Muncul di Google Doodle, Terbuat dari Sagu Mirip Lem

Gaya Hidup | inewsid | Jum'at, 20 Oktober 2023 - 14:42
share

JAKARTA, iNews.id - Papeda, makanan khas Papua yang unik ini menyita perhatian dunia. Sebab, Papeda muncul sebagai Google Doodle hari ini Jumat (20/10/2023).

Makanan khas Indonesia Timur itu rupanya berhasil menyita perhatian dunia. Lantas bagaimana sejarahnya? Sebelumnya, perlu diketahui Papeda merupakan makanan khas masyarakat Papua, Maluku, dan beberapa daerah di Sulawesi. Berbahan dasar sagu, Papeda memiliki tekstur lengket seperti lem.

Dalam bahasa Inanwatan atau bahasa Papua, Papeda disebut dengan dao. Papeda biasanya disajikan bersama dengan ikan tongkol yang dibumbui dengan kunyit atau kuah bening.

Selain itu, Papeda juga kerap dinikmati dengan sayur yang diolah dari daun melinjo muda atau disebut dengan sayur ganemo. Berbicara soal sejarahnya, Papeda terkenal luas dalam masyarakat adat Sentanu dan Abrab di Danau Sentani dan Arso, juga Manokwari. Biasanya dihidangkan saat acara-acara penting.

Masyarakat adat Papua begitu menghormati sagu, bahan dasar Papeda lebih dari sekadar makanan lezat. Suku-suku di Papua mengenal mitologi sagu dengan kisah penjelmaan manusia. Oleh masyarakat Raja Ampat, sagu memang dianggap sebagai sesuatu yang begitu istimewa. Itulah sebabnya, saat memanen sagu mereka acap menggelar upacara khusus sebagai rasa syukur.

Papeda juga kerap kali muncul pada upacara adat Papua, yakni Watani Kame. Upacara tersebut dilakukan sebagai tanda berakhirnya siklus kematian seseorang. Di Inanwatan, Papeda bersama daging babi juga menjadi makanan yang wajib disajikan saat upacara kelahiran anak pertama. Di daerah tersebut, papeda juga dimakan oleh wanita-wanita ketika proses pembuatan tattoo sebagai penahan rasa sakit.

Sedangkan di Pulau Seram, Maluku, Suku Nuaulu menyantap papeda atau di sana disebut sebagai sonar monne. Makanan itu telah disakralkan dalam ritual perayaan masa pubertas seorang gadis. Selain itu, Suku Nuaulu dan Suku Huaulu juga melarang wanita yang sedang dalam masa haid dari memasak papeda, karena menurut mereka proses merebus sagu menjadi papeda dianggap tabu.

Masyarakat Papua, Maluku dan sekitarnya menjadikan papeda sebagai makanan pokok mereka. Proses mengolah sagu menjadi bubur papeda membutuhkan perkakas belanga. Lalu, saat air mendidih dituangkan ke dalam saripati sagu sambil diaduk sampai mengental dan terjadi perubahan warna, yaitu dari putih menjadi bening keabu-abuan.

Pengadukan dalam proses ini harus searah sampai tekstur benar-benar merata menjadi bubur lem. Sepasang sumpit atau dua garpu khusus digunakan untuk mengambil dan menyantap papeda. Caranya dengan menggulung-gulung hingga bubur papeda melingkari sumpit atau garpu, lalu diletakkan di piring dan siap disantap bersama kuah kuning.

Warisan kuliner asal Papua dan Maluku yang satu ini memiliki berbagai manfaat yang berguna bagi kesehatan tubuh. Selain kaya serat, papeda juga rendah kolestrol dan bernutrisi. Papeda memiliki nutria esensial seperti protein, karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi, dan lain-lain. Bahkan, rutin mengonsumsi papeda dapat meningkatkan kekebalan dan daya tahan tubuh, serta mengurangi risiko terjadinya kanker usus, hingga membersihkan paru-paru.

Topik Menarik