Sedimen Purba di Dasar Laut Beri Petunjuk tentang Terjadinya Kepunahan Massal

Sedimen Purba di Dasar Laut Beri Petunjuk tentang Terjadinya Kepunahan Massal

Gaya Hidup | koran-jakarta.com | Kamis, 9 Februari 2023 - 06:40
share

Peristiwa vulkanik di dasar laut yang pernah terjadi pada periode Cretaceous hampir 100 juta tahun yang lalu menyebabkan pengasaman air laut. Berkurangnya oksigen menimbulkan terjadinya peristiwa anoksik laut yang menyebabkan kepunahan massal di seluruh dunia.

Studi terbaru oleh dua tim ahli ilmu bumi dari Northwestern University di Amerika Serikat melaporkan temuan baru tentang kronologi dan karakter peristiwa yang menyebabkan kepunahan massal. Mereka menyebutnya sebagai "peristiwa anoksik laut" ( ocean anoxic event 2/OAE2), sebagai pengembangan dari temuan Profesor Seymour Schlanger di universitas yang sama 40 tahun lalu.

Temuan mereka didasari pada mikrofosil planktonik dan sedimen curah yang diambil dari tiga lokasi di seluruh dunia. Dari material ini tim menemukan bukti pengasaman laut terjadi selama tahap awal peristiwa tersebut. Pengasaman terjadi karena emisi karbon dioksida (CO2) dari letusan kompleks vulkanik masif di dasar laut.

Dalam salah satu studi terbaru, para peneliti juga mengusulkan hipotesis baru untuk menjelaskan mengapa pengasaman laut menyebabkan titik aneh suhu yang lebih dingin yang dijuluki "peristiwa dingin plenus" ( plenus cold event ). Peristiwa ini secara singkat mengganggu periode rumah kaca yang sangat panas.

Dengan menganalisis bagaimana masuknya CO2 dari gunung berapi mempengaruhi kimia laut, biomineralisasi dan iklim, para peneliti berharap untuk lebih memahami bagaimana Bumi saat ini menanggapi peningkatan CO2 akibat aktivitas manusia. Hal ini dapat berpotensi mengarah pada solusi untuk beradaptasi dan mitigasi yang diantisipasi.

Para peneliti menerbitkan penelitian dari inti laut dalam, termasuk situs yang baru dibor di dekat barat daya Australia, diterbitkan 19 Januari 2023 di jurnal Nature Geoscience . Sebuah makalah pelengkap yang merinci temuan dari mikrofosil kuno yang cacat diterbitkan 13 Desember 2022, di jurnal Nature Communications Earth & Environment .

"Pengasaman laut dan anoksia dihasilkan dari pelepasan CO2 besar-besaran dari gunung berapi," kata Brad Sageman dari Northwestern University, rekan penulis senior dari kedua studi tersebut, seperti dikutip laman Northwestern University .

Peristiwa emisi CO2 utama dalam sejarah Bumi ini memberi contoh terbaik bagi peneliti tentang bagaimana sistem Bumi merespons masukan CO2 yang sangat besar. Pekerjaan ini memiliki penerapan mendasar untuk pemahaman tentang sistem iklim, dan kemampuannya untuk memprediksi apa yang akan terjadi di masa depan.

"Berdasarkan analisis isotop dari unsur kalsium, kami mengusulkan penjelasan yang mungkin untuk peristiwa dingin plenus yaitu bahwa perlambatan laju biokalsifikasi karena pengasaman laut memungkinkan alkalinitas menumpuk di air laut," kata Andrew Jacobson dari University Northwestern, rekan senior penulis kedua studi tersebut.

"Peningkatan alkalinitas menyebabkan penarikan CO2 dari atmosfer. Sangat mungkin bahwa pendinginan seperti itu adalah konsekuensi pemanasan yang dapat diprediksi tetapi sementara. Hasil kami untuk OAE2 memberikan analogi geologis untuk peningkatan alkalinitas laut, yang merupakan strategi terdepan untuk mengurangi krisis iklim antropogenik," papar dia.

Sageman dan Jacobson merupakan pakar iklim dan profesor ilmu bumi dan planet di Weinberg College of Arts and Sciences di Northwestern. Kedua penelitian tersebut dipimpin oleh mantan mahasiswa PhD, Gabriella Kitch dan Matthew M Jones, yang memprakarsai penelitian ini saat berada di Northwestern.

Berdasarkan penelitian selama lebih dari 40 tahun, OAE2 adalah salah satu gangguan paling signifikan dari siklus karbon global yang pernah terjadi di planet Bumi. Para peneliti berhipotesis, kadar oksigen di lautan turun sangat rendah selama OAE2 sehingga tingkat kepunahan laut meningkat secara signifikan.

Pelajari Sedimen

Untuk lebih memahami peristiwa ini dan kondisi yang mengarah ke sana, para peneliti mempelajari lapisan batuan sedimen yang kaya karbon dan mengandung fosil organik purba di situs singkapan yang tersebar luas, serta inti laut dalam. Situs-situs itu termasuk Gubbio, Italia, daerah terkenal di daratan iniyang dulunya merupakan cekungan laut dalam.

Situs lainnya adalah Western Interior Seaway merupakan dasar laut kuno yang membentang dari Teluk Meksiko ke Samudra Arktik di Amerika Utara. Yang terbaru dari Samudra Hindia bagian timur, lepas pantai barat daya Australia.

Inti laut dalam memberi catatan kondisi yang tak ternilai di bagian-bagian samudra paleo yang sama sekali tidak diketahui sebelum pengembangan program pengeboran samudra. Di ketiga inti, para peneliti berfokus pada bagian-bagian dari periode kapur pertengahan, tepat sebelum batas Zaman Turonian dan Cenomanian, untuk merekonstruksi kondisi yang mengarah ke OAE2.

"Bagian yang menantang dalam mempelajari pengasaman laut di masa lalu geologis adalah bahwa kita tidak memiliki air laut purba," kata Jones, yang sekarang menjadi Rekan pasca doctoral Peter Buck di Smithsonian Institution.

"Sangat jarang Anda menemukan sesuatu yang menyerupai air laut purba yang terperangkap di dalam batu atau mineral. Jadi, kita harus mencari bukti tidak langsung, terutama perubahan kimiawi dari cangkang fosil dan sedimen yang terlitifikasi," imbuh dia. hay/I-1

Topik Menarik