Hai Gaes, Ini lho Fakta Unik Tentang Jam Gadang yang Disebut Sebagai Kembaran Big Ben

Hai Gaes, Ini lho Fakta Unik Tentang Jam Gadang yang Disebut Sebagai Kembaran Big Ben

Berita Utama | netralnews.com | Minggu, 25 September 2022 - 11:50
share

JAKARTA, NETRALNEWS.COM - Berkunjung ke Bukittingi Sumatera Barat (Sumbar) tak lengkap rasanya kalau tidak mampir ke Jam Gadang.

Jam Gadang sendiri adalah sebuah bangunan peninggalan penjajahan Belanda berbentuk menara jam yang terletak di tengah-tengah kota.

Saat ini bangunan tersebut menjadi ikonik dan titik nol kilometer Kota Bukittinggi.

Selain menjadi ikon, ternyata menara jam bersejarah itu menyimpan sejumlah fakta menarik yang mungkin tidak diketahui banyak orang.

Dilansir berbagai sumber, berikut rangkum deretan fakta menarik tentang Jam Gadang.

1. Hadiah dari Ratu Belanda Wilhelmina

Jam Gadang merupakan sebuah menara ikonik Kota Bukittinggi. Di bagian tengah-luar menara, terdapat jam berukuran raksasa di keempat sisi menara.

Oleh karena itulah, menara ini disebut Jam Gadang yang berarti jam besar dalam bahasa Minangkabau.

Jam Gadang dibangun pada tahun 19261927 atas inisiatif Hendrik Roelof Rookmaaker, controleur atau sekretaris kota Fort de Kock (sekarang Kota Bukittinggi) pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Bangunan tersebut merupakan hadiah dari Ratu Belanda Wilhelmina.

2. Biaya Pembangunan Jam Gadang

Pembangunan Jam Gadang menghabiskan biaya sekitar 3.000 Gulden, biaya yang tergolong fantastis untuk ukuran waktu itu.

Sehingga sejak dibangun dan sejak diresmikannya, menara jam ini telah menjadi pusat perhatian setiap orang. Hal itu pula yang mengakibatkan Jam Gadang kemudian dijadikan sebagai penanda atau markah tanah dan juga titik nol Kota Bukittinggi.

3. Material pembuatan Jam Gadang

Arsitektur menara jam ini dirancang oleh Yazid Abidin Rajo Mangkuto, seorang arsitek pribumi, sedangkan peletakan batu pertama dilakukan oleh putra pertama Rook Maker yang pada saat itu masih berusia 6 tahun.

Dari segi bangunan, Jam Gadang dibangun tanpa besi penyangga dan adukan semen. Bahan yang digunakan hanya berupa campuran pasir putih, kapur, dan putih telur sebagai perekatnya. Putih Telur inilah yang dipercaya memiliki kandungan perekat yang sangat kuat.

4. Mesin Jam Gadang hanya ada dua di dunia

Banyak yang mengatakan kalau Jam Gadang memiliki kemiripan dengan Big Ben yang ada di London, Inggris. Tak hanya mirip dalam bentuk fisik tapi juga serupa dalam hal mesin penggerak jam yang digunakan.

Mesin yang bernama Brixlion adalah mesin penggerak manual yang dibuat oleh Bernard Vortmann yakni salah seorang bangsawan Amerika Serikat. Hingga saat ini mesin jam itu hanya ada dua di dunia, di Jam Gadang dan Big Ben.

Mesin jam dan permukaan jam terletak pada satu tingkat di bawah tingkat paling atas. Pada bagian lonceng, tertera nama pabrik pembuat mesin tersebut, yakni Vortmann Relinghausen. Seperti yang sudah disebutkan di atas, bahwa nama pembuat Brixlion atau mesin penggerak jam adalah Bernard Vortmann, nah nama belakang Vortmann merupakan identitas pemilik pabrik dan nama Recklinghausen adalah nama salah satu kota di Jerman yang menjadi tempat produksi Brixlion. Brixlion diproduksi pada tahun 1982.

Di dalam menara Jam Gadang terdapat empat buah jam berukuran besar yang diameter masing-masing mencapai 80 sentimeter.

Jam-jam raksasa itu konon didatangkan langsung dari Rotterdam, Belanda melalui Pelabuhan Teluk Bayur.

5. Keunikan Angka Romawi Jam Gadang

Di balik sejarah Jam Gadang, ada keunikan yang menjadi tanda tanya banyak orang. Keunikan tersebut terletak pada penulisan angka Romawi yang digunakan pada jam tersebut yang mulai dari I l1) hingga XII (12).

Namun, ada yang menarik ketika penulisan angka 4 tidak sesuai dengan kaidah penulisan angka Romawi. Di mana tulisan angka jam 4 menyimpang dari pakem, karena ditulis IIII bukan IV.

Rupanya penulisan angka 4 yang tidak sesuai dengan kaidah penulisan angka Romawi itu berasal dari ketakutan Belanda.

Penulisan angka IV memiliki makna I Victory, yang berarti kemenangan.

Belanda khawatir, hal itu bisa menumbuhkan semangat perlawanan rakyat Bukittinggi sehingga bisa mengalahkan mereka.

Oleh karena itu, Kerajaan Belanda memutuskan agar angka 4 ditulis dengan IIII dan bukan IV.

Meski demikian, penjelasan terkait alasan penulisan angka 4 ini masih belum bisa dibuktikan kebenarannya dan hingga saat ini hal tersebut masih menjadi pertanyaan yang belum ada jawabannya.

6. Atap Jam Gadang Mengalami Tiga Kali Perubahan

Sejak dibangun, bagian atap menara ini sudah mengalami perubahan sebanyak tiga kali. Pada awalnya atap Jam Gadang berbentuk bulat dengan patung ayam jantan menghadap ke bagian timur di bagian atasnya. Kemudian pada masa penjajahan Jepang bagian atapnya diubah lagi menjadi bentuk pagoda.

Terakhir setelah kemerdekaan RI atap Jam Gadang diubah menjadi bentuk atap rumah adat daerah Minangkabau. Renovasi tersebut diresmikan oleh Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) dengan dukungan pemerintah Kota Bukittinggi dan Kedubes Belanda di Jakarta pada tahun 2010.

Topik Menarik