Tembakau dan Sejarah Perjalanan Jember Era 1850-1920
JEMBER, NETRALNEWS.COM - Jember memang tak bisa dipisahkan dari tembakau. Apakah benar tembakau berkaitan erat dengan sejarah perjalanan Kabupaten Jember?
Hampir mayoritas warga Jember pasti sudah sangat familiar dengan tanaman yang satu ini. Menilik sejarah perkebunan tembakau di Nusantara yang dimuat dalam jurnal PTPN X menyatakan bahwa Jember merupakan pusat perkebunan tembakau di Nusantara (Rizal: 2015). Karena itulah perkembangan Kabupaten Jember erat kaitannya dengan tembakau. Tumbuhan tersebut menjadi ikon dan simbol kota hingga saat ini.
Sampai saat ini, memang belum diketahui secara pasti kapan tembakau ditanam di wilayah Jember. Sejarah mencatat tembakau masuk ke wilayah Jember pada tahun 1850-an (Batawy, 2019).
Itu artinya tembakau sudah ditanam jauh sebelum Jember menjadi sebuah Kabupaten di tahun 1929. Hingga saat ini menjadi salah satu kota besar di Jawa Timur (Jupriono: 2018).
Menurut data yang dipublikasikan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan tahun 2016, orang yang pertama kali merintis perkebunan tembakau di wilayah Jember ialah seorang controleur pertanian Bondowoso bernama George Birnie.
Tanggal 21 Oktober 1859, George Birnie dan Van Gennep mendirikan NV. Landbouw Maatschapij Oud Djember. Perusahaan tersebut bergerak di bidang tembakau na-oogst, hingga Jember kemudian menjadi penghasil tembakau terbaik nomor 2 di dunia.
Namun pada tahun 1879 sampai 1882 NV. Landbouw Maatschapij Oud Djember mengalami kerugian yang sangat signifikan. Hal ini juga ditegaskan dalam buku yang berjudul Landbouw Maatschappij Oud-Djember 1859-1909 menjelaskan bahwa pada tahun 1879-1882 kerugian yang terjadi disebabkan karena daun tembakau yang berkualitas rendah ( NV. Landbouw Maatschapij Oud Djember, 1909).
Barulah memasuki tahun 1883 produksinya kembali membaik. Hingga perekonomian di Jember berkembang sangat pesat. Selain adanya perkembangan ekonomi yang sangat pesat, perkebunan tembakau juga berdampak pada perkembangan budaya dan demografi di wilayah Jember. Terjadi migrasi besar-besaran yang dilakukan etnis Jawa dan Madura. Tujuannya untuk memperoleh penghasilan dengan menjadi buruh perkebunan.
Sebelum membahas mengenai perkembangan demografi, kita akan membahas perkembangan budaya di wilayah Jember. Datangnya etnis Madura dan Jawa tentunya membawa kebudayaan yang berbeda pula, terutama dari segi bahasa dan perilaku sehari-hari.
Interaksi yang dilakukan setiap harinya memunculkan suatu perpaduan budaya, hingga memunculkan kebudayaan baru yang sampai sekarang kita kenal dengan budaya Pandhalungan. Pandhalungan merupakan perpaduan antara budaya Madura dan Jawa, baik dari segi bahasa ataupun kebiasaan (Batawy: 2019).
Wilayah Jember yang semula sepi dan penduduknya sedikit, berubah menjadi daerah yang ramai. Menurut Drs. Edy Burhan Arifin, dosen jurusan sejarah Fakultas Sastra Universitas Jember menjelaskan bahwa, pada tahun 1845 penduduk Jember berjumlah sekitar 9.237 jiwa dan pada tahun 1867 meningkat menjadi 75.780 jiwa (Arifin dan Suryo: 1989)
Kemajuan perindustrian tembakau juga berdampak pada pembangunan sarana dan infrastruktur. Sehingga menjadikan Jember menjadi wilayah yang pesat pembangunanya. Kemajuan tersebut mampu mengembangkan Jember yang sebelumnya merupakan bagian dari Bondowoso, beralih menjadi regentschap sendiri pada tahun 1883. Kemudian, Jember mejadi Ibu Kota Keresidenan Besuki (Disperindag: 2016)
Tahun 1890-1925 pemerintahan wilayah Jember belum dalam bentuk Kabupaten, melainkan dalam bentuk Afdeeling Djember yang berada di bawah Gewestelijk Bestuur Besoeki yang dipimpin oleh seorang Resident. Gewestelijk Bestuur Besoeki terdiri dari Afdeeling Bondowoso, Afdeeling Djember, dan Afdeeling Banyuwangi (Jupriono, dkk: 2018)
Berdasarkan Staatsbland Nomor 322 tanggal 9 Agustus 1928, Jember ditetapkan sebagai Kabupaten berlaku mulai 1 Januari 1929. Menurut Staatsblad tersebut, dijelaskan bahwa Pemerintah Hindia Belanda telah mengeluarkan ketentuan tentang penataan kembali pemerintahan desentralisasi di wialayah Provinsi Jawa Timur, dengan Regentschap Djember sebagai masyarakat kesatuan hukum yang berdiri sendiri (Jupriono, dkk: 2018)
Kisah Seram dan Humor Segar Robby Purba Ajak Anwar BAB Cerita Pengalaman Mistis di MAMPIR BENTAR
Dapat disimpulkan bahwa titik awal dibukanya Jember sebagai Kabupaten tidak terlepas dari peranan penting tembakau sebagai komoditi utama yang menunjang untuk peningkatan infrastruktur dan kesejahteraan masyarakat. Sehingga kemajuan yang pesat itu bisa mendorong Kabupaten Jember sebagai wilayah yang mandiri.
Perjalanan sejarah ini telah diabadikan pada logo Kabupaten Jember dengan simbol tembakau. Kedekatan emosional yang dilahirkan dari perkembangan tembakau di tanah Jember, membuktikan bahwa keduanya memiliki hubungan yang sangat erat.
Penulis: Siti Halimah