Asal-Usul Telaga Warna, Kisah Putri Raja yang Serakah Berwatak Keras dan Manja
BOGOR, iNews.id Bagaimanakah asal usul telaga warna? Danau cantik ini ternyata memiliki cerita yang dipercayai masyarakat sebagai awal pembentukannya.
Telaga Warna merupakan objek wisata danau yang terletak di Desa Tugu, Kecamatan Cisarua, Puncak Bogor, Jawa Barat. Berada di tengah perhutanan tropis dan di pinggir perkebunan teh membuat tempat wisata ini masih asri.
Panorama yang memukau memunculkan daya tarik bagi para wisatawan. Dilansir dari bogorkab.go.id, konon menurut warga sekitar, warna danau ini bisa berubah warna.
Warga sekitar banyak yang mempercayai, danau ini tercipta dari keserakahan Putri Kerajaan Kuta Tanggeuhan.
Asal-Usul Telaga Warna
Dilansir dari buku Misteri Telaga Warna karangan Eem Suhaemi, munculnya danau telaga warna berasal dari kerajaan di Jawa Barat bernama Kuta Tanggeuhan. Kerajaan ini sejahtera dan bahagia dipimpin oleh Prabu Swarnalaya dan Ratu Purbamanah.
Prabu Swarnalaya dan Ratu Purbamanah begitu sedih. Mereka sudah lama menjalani pernikahan, usia pun semakin tua, tetapi belum juga dikaruniai anak. Prabu Swarnalaya pun meminta bantuan ahli nujum istana.
Sang ahli nujum mengatakan, Prabu Swarnalaya harus bertapa di gua Gunung Nas. Akhirnya dia menuruti saran ahli nujum dan bertapa di Gunung Mas tanpa diketahui siapa pun.
Pertapaannya pun selesai. Dia pulang ke istana Kuta Tanggeuhan dan menunggu. Beberapa bulan kemudian, suatu hari Ratu Purbamanah tiba-tiba pingsan kala sedang berjalan-jalan di taman.
Tabib yang bertugas mengobati mengatakan, permaisuri cantik itu sedang mengandung. Bahagia lah hati Prabu Swarnalaya dan Ratu Purbamanah. Seluruh rakyat kerajaan juga ikut bergembira dan menanti lahirnya anak mereka.
Setelah penantian panjang, akhirnya Ratu Purbamanah melahirkan bayi perempuan cantik. Ketika bayi tersebut berumur tujuh hari, istana mengadakan syukuran besar-besaran melalui pesta rakyat yang diselenggarakan selama tujuh hari tujuh malam.
Sang Prabu sekaligus mengumumkan nama anaknya, yaitu Nyi Mas Ratu Dewi Rukmini Kencanawungu. Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun. Putri mereka tumbuh dewasa dan memancarkan aura kecantikannya.
Namun, sang Putri berwatak keras dan manja. Apa yang dia inginkan harus disediakan. Meski begitu, teman-teman, seluruh rakyat dan orang tuanya tetap menyayangi Putri.
Rambut sang Putri selalu dikuncir dengan pita warna biru. Teman-temannya pun menjulukinya Dewi Kuncung Biru. Sang Putri tidak marah.
Dia justru senang karena biru merupakan warna kesukaannya. Memasuki usia 17 tahun, Putri Kuncung Biru semakin cantik. Dia gemar bersolek dan berdiam lama di depan cermin.
Sang Putri hanya mau mengenakan perhiasan dan pakaian mahal. Dia memohon kepada ayahnya dibuatkan pesta untuk merayakan kedewasaannya.
Putri Kuncung Biru meminta pakaian yang paling bagus dan beragam perhiasan indah, seperti emas, permata, berlian dan mutiara. Lebih lanjut, sang Putri menginginkan setiap helai rambutnya dihiasi permata dan berlian.
Prabu Swarnalaya marah. Bagaimana bisa mencari permata dan berlian sebanyak helai rambutnya? Putri Kuncung Biru tidak mau tahu dan berkata ketus.
Entah dari mana awalnya, berita mengenai keinginan sang Putri menyebar luas di rakyat Kuta Tanggeuhan. Sebagian rakyat menyumbangkan emas permata untuk sang Putri.
Meski sempat ditolak, rakyat meyakinkan pemberian ini tidak ada unsur keterpaksaan, melainkan rasa cinta untuk Putri Kuncung Biru. Akhirnya sumbangan perhiasan indah itu dikumpulkan.
Pesta ulang tahun Putri Kuncung Biru sangat meriah. Pada waktu perayaan, semua kerabat istana dan rakyat diundang. Mereka datang menggunakan pakaian indah.
Semua dijamu dengan hidangan lezat dan dihibur dengan beragam kesenian daerah. Sementara itu, Putri Kuncung Biru tampil cantik memakai pakaian gemerlap di bawah sinar lampu beraneka warna.
Prabu Swarnalaya memberikan sambutan dan menyampaikan rasa terima kasih teramat dalam kepada seluruh rakyat yang sudah datang dan memberikan sumbangan perhiasan. Setelah itu, dia dan Ratu Purbamanah menghampiri sang Putri dan memberikan hadiah sekotak perhiasan yang telah disumbangkan rakyat.
Putri Kuncung Biru menerimanya dengan hati senang. Dia sudah siap menjadi yang tercantik di Kerajaan Kuta Tanggeuhan.
Dorong Penggunaan Bahan Bakar Alternatif, Dirut SIG Dianugerahi Top CEO Indonesia Awards 2024
Namun, raut mukanya mendadak marah. Perhiasan di dalam kotak ternyata tidak sesuai dengan yang dia inginkan. Kotak perhiasan itu pun dilempar ke lantai dan isinya berhamburan. Lantai dipenuhi kilauan perhiasan.
Pesta meriah tersebut mendadak terdiam. Ratu Purbamanah menangis akibat perbuatan putrinya. Tangisan itu diikuti semua orang yang ada di pesta.
Bersamaan dengan lemparan itu, petir menggelegar dan bumi bergetar. Lantai istana mendadak terbelah. Hujan badai semakin lebat dan petir terus menyambar-nyambar. Semua hancur berantakan.
Air dari langit tumpah dan menggenangi kawasan tersebut. Tidak menunggu waktu lama, seluruh istana Kuta Tanggeuhan terendam dan membentuk danau. Air telaga tersebut berubah menjadi warna-warni. Danau tersebut dikenal dengan nama Telaga Warna.
Cerita mengenai asal usul Telaga Warna ini ada pesan moral yang dapat dipetik karena keserakahan, orang banyak bisa mendapatkan bencana dan kerugian. Keserakahan juga dapat membuat seseorang kehilangan segalanya.