Pengungsi Lewotobi yang Dipulangkan Menjerit di Bawah Terpal Sobek

Pengungsi Lewotobi yang Dipulangkan Menjerit di Bawah Terpal Sobek

Terkini | flores.inews.id | Jum'at, 17 Januari 2025 - 20:50
share

Flores Timur, iNewsFlores.id - Pululera, Boru, dan Boru Kedang, tiga desa di lereng Gunung Lewotobi yang sempat terhenti detaknya akibat erupsi dahsyat beberapa bulan lalu, kini perlahan menggeliat kembali. Ribuan warga yang sebelumnya mengungsi telah dipulangkan oleh Pemerintah Kabupaten Flores Timur. Namun, di balik kepulangan itu, mereka masih bergulat dengan duka yang dalam dan kehidupan yang belum sepenuhnya pulih.

Rumah-rumah yang dulunya berdiri kokoh kini menjadi bayangan masa lalu. Atap-atapnya hancur, menyisakan reruntuhan yang tak lagi layak disebut tempat tinggal. Dengan terpal seadanya yang mulai usang, warga berusaha bertahan dari guyuran hujan dan kencangnya angin yang tak kenal ampun. Seolah-olah alam ingin menguji kesabaran mereka hingga ke batas akhir.

“Kami hanya punya terpal penuh tambalan. Tapi masih banyak yang lebih buruk—bahkan tak punya apa-apa untuk melindungi keluarga mereka,” ujar Maria, seorang warga Desa Boru. “Musim hujan ini seperti mimpi buruk yang tak berkesudahan,” tambahnya dengan nada pilu.

Distribusi bantuan terpal yang tidak merata menjadi duri dalam daging bagi warga terdampak bencana. Bantuan terpal dari pemerintah dianggap jauh dari memadai, hanya menjadi solusi sementara yang tidak mampu menjawab kebutuhan mendesak. Banyak keluarga masih menunggu dengan hati penuh kecemasan, bertanya-tanya kapan giliran mereka akan tiba.

“Sampai kapan kami harus bertahan seperti ini?” keluh Maria dengan nada putus asa. Matanya kosong menatap ladang padi yang tampak enggan tumbuh subur. “Belum ada kejelasan. Kami tidak tahu lagi ke mana harus mengadu,” tambahnya, menggambarkan ketidakpastian yang menghimpit kehidupan mereka.

Lebih dari sekadar tempat berlindung, bencana ini juga merampas sumber penghidupan utama. Ladang-ladang dan perkebunan yang menjadi tulang punggung ekonomi warga hancur, menyisakan tanah penuh pasir  yang tidak lagi menjanjikan panen memadai. Harapan akan hasil bumi yang menghidupi kini berganti menjadi ketidakpastian, membawa kekhawatiran mendalam bagi masa depan mereka.

"Ekonomi merosot jauh. Kebutuhan makan, minum, dan biaya pendidikan anak-anak kami semakin sulit dipenuhi," keluh para petani di Desa Boru. 

Situasi ini memaksa banyak keluarga untuk mencari pekerjaan lain di luar desa, meskipun hanya sebagai buruh serabutan dengan pendapatan yang jauh dari cukup.

"Kami kehilangan segalanya: rumah dan penghasilan. Jika ini terus berlanjut, entah bagaimana kami akan bertahan," tutur Paulus dengan nada getir.

Bagi masyarakat lereng Lewotobi, bencana ini bukan hanya soal kehilangan harta benda, tetapi juga hilangnya kebanggaan sebagai petani yang selama ini menjadi identitas mereka. Mereka kini menanti uluran tangan, bukan sekadar untuk bertahan hidup, tetapi juga untuk kembali bangkit dan menata masa depan yang lebih baik.

Di tengah keterpurukan, suara warga semakin lantang, mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah konkret. Bantuan renovasi berupa lembaran zeng yang dijanjikan pihak BNPB hingga kini belum tersalurkan, sementara minimnya rencana pemulihan jangka panjang semakin membuat warga tertekan.

“Kami hanya ingin hidup normal kembali. Jika tidak ada rencana yang jelas, bagaimana kami bisa membangun kembali rumah kami?” ujar Paulus. 

Kepala Pelaksana BPBD Flores Timur, Fredynandus Misenti Moat Aeng, menyatakan bahwa BNPB telah menyalurkan sebanyak 26.000 lembar zeng.

"Saat ini material tersebut sudah berada di Maumere dan akan segera didistribusikan kepada warga yang telah dipulangkan," ungkapnya dikutip dalam wawancara dengan RRI Ende, Senin (6/1/2025).

Namun, hingga kini belum ada tanda-tanda distribusi bantuan renovasi tersebut, membuat warga terus bertanya-tanya kapan harapan mereka akan menjadi nyata.

Topik Menarik