Manuver Konglomerat Prajogo hingga Salim sepanjang Maret

Manuver Konglomerat Prajogo hingga Salim sepanjang Maret

Ekonomi | idxchannel | Kamis, 3 April 2025 - 06:14
share

IDXChannel - Sejumlah konglomerat Tanah Air, dari Prajogo Pangestu hingga Salim Group, aktif bermanuver sepanjang Maret 2025.

Aksi pembelian kembali (buyback) saham mendominasi strategi mereka, seperti yang dilakukan oleh emiten-emiten milik Prajogo.

Aksi Buyback Prajogo

Empat emiten milik Prajogo Pangestu kompak melaksanakan buyback saham senilai total Rp5 triliun pada 21 Maret–20 Juni 2025. Langkah ini menindaklanjuti keputusan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengizinkan buyback tanpa perlu persetujuan rapat umum pemegang saham (RUPS) di tengah gejolak pasar.

PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) dan PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) masing-masing mengalokasikan Rp2 triliun, dengan target buyback 0,29 persen dan 0,2 persen dari total saham.

Sementara itu, PT Barito Pacific Tbk (BRPT) dan PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN) masing-masing menganggarkan Rp500 miliar untuk membeli kembali 0,7 persen dan 0,55 persen saham.

Harga buyback maksimal ditetapkan Rp8.000 per saham untuk TPIA dan CUAN, Rp7.475 untuk BREN, serta Rp760 untuk BRPT.

Selain melakukan aksi buyback, Prajogo juga terus memborong saham PT Petrosea Tbk (PTRO) di tengah tekanan harga melalui anak usaha CUAN, PT Kreasi Jasa Persada (KJP), dengan nilai transaksi Rp36,8 miliar pada 18-19 Maret 2025.

Kini, KJP menguasai 4,48 miliar saham atau 44,38 persen kepemilikan PTRO. Sebelumnya, Prajogo juga membeli 72 juta saham, mayoritas dari PT Caraka Reksa Optima milik Haji Robert, senilai Rp248 miliar.

Pengamat pasar modal Michael Yeoh menjelaskan bahwa buyback selalu menjadi katalis positif bagi pasar, karena mengurangi free float dan mengurangi jumlah saham yang beredar.

“Yang perlu diperhatikan adalah periode buyback serta nilai buyback-nya di angka berapa,” kata Michael, Senin (24/3/2025) lalu.

Ia menambahkan, "Posisi buyback yang dilakukan di bottom [harga bawah] biasanya mengindikasikan bahwa valuasi perusahaan sudah cukup murah bagi emiten. Tapi untuk mendongkrak pasar modal, buyback tidaklah cukup, karena kita perlu pembuktian dari sisi ekonomi serta moneter, termasuk rupiah."

Menurutnya, buyback TPIA dan BRPT menarik dicermati karena memiliki nilai cukup besar, apalagi emiten tersebut akan mendapat tambahan valuasi besar dari rencana IPO anak perusahaan tahun ini.

"Salah satunya TPIA yang akan membukukan kenaikan laba sebesar 5 kali lipat karena konsolidasi dari usaha Shell di Singapura," ujarnya.

Buyback ala Aguan-Salim

PT Bangun Kosambi Sukses Tbk (CBDK) siap menggelar aksi pembelian kembali (buyback) saham tanpa perlu persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Emiten properti milik Sugianto Kusuma atau Aguan dan Grup Salim ini menyiapkan dana sebesar Rp1 triliun untuk buyback, yang akan berlangsung mulai 27 Maret hingga 26 Juni 2025.

Sumber pendanaan buyback berasal dari optimalisasi kas internal perseroan. Manajemen CBDK menyatakan bahwa pembelian saham akan dilakukan pada harga yang dianggap baik dan wajar, dengan tetap mematuhi ketentuan POJK 29/2023.

"Dalam melakukan pembelian kembali saham, Perseroan akan tetap memperhatikan batasan maksimum yang diperkenankan dalam pelaksanaan pembelian kembali saham," demikian mengutip manajemen CBDK dalam keterbukaan informasi BEI, Rabu (26/3/2025).

Manajemen optimistis langkah ini dapat membantu menstabilkan harga saham di tengah kondisi pasar yang fluktuatif.

Hapsoro Divestasi RATU

Emiten migas milik pengusaha Happy Hapsoro, PT Rukun Raharja Tbk (RAJA), kembali melepas kepemilikan sahamnya di PT Ratu Prabu Energi Tbk (RATU).

Pada 17 Maret lalu, RAJA menjual 144.983.800 saham RATU, setara 5,34 persen dari modal ditempatkan dan disetor penuh. Manajemen RAJA tidak mengungkap harga penjualan dalam transaksi ini.

Meski demikian, aksi divestasi ini tidak mempengaruhi kendali RAJA atas RATU. Perseroan tetap menjadi pemegang saham utama dengan kepemilikan sebesar 70 persen.

Sebelumnya, pada 5 Maret 2025, RAJA juga telah melepas 126.521.500 saham RATU, yang mewakili 4,66 persen dari modal ditempatkan dan disetor penuh.

Di sisi lain, Direktur Utama RAJA, Djauhar Maulidi, justru menambah kepemilikan saham perseroan di tengah tekanan pasar. Ia memborong 500 ribu saham RAJA dalam rentang harga Rp1.999-Rp2.176 per saham, dengan total transaksi sekitar Rp1 miliar.

Grup Panin Buyback di Tengah Spekulasi Akuisisi

Seperti sejumlah emiten lainnya, PT Bank Pan Indonesia Tbk (PNBN) atau Bank Panin mengalokasikan dana hingga Rp500 miliar untuk pembelian kembali (buyback) saham tanpa melalui RUPS.

Dalam periode 24 Maret hingga 23 Juni 2025, perseroan berencana membeli 286-416 juta saham di kisaran harga Rp1.200-Rp1.750 per saham.

Manajemen Bank Panin menyatakan bahwa aksi ini bertujuan menjaga stabilitas pasar serta meningkatkan nilai pemegang saham dan kinerja saham perseroan.

Sementara itu, spekulasi akuisisi Bank Panin terus berkembang. DBS Group disebut sebagai kandidat terkuat untuk mengambil alih saham pengendali PNBN. Menurut sumber yang mengetahui proses tersebut, bank asal Singapura ini bersaing dengan CIMB Group dari Malaysia dalam putaran kedua penawaran.

Saat ini, sekitar 86 persen saham Bank Panin—bank terbesar ke-12 di Indonesia—sedang ditawarkan. Per Selasa (25/3/2025), kepemilikan gabungan ANZ Australia dan keluarga Gunawan bernilai sekitar USD1,8 miliar (Rp30 triliun).

ANZ, yang memegang 39 persen saham berdasarkan data LSEG, telah berupaya melepas kepemilikannya sejak 2013. Keluarga Gunawan juga dikabarkan terbuka untuk menjual sebagian sahamnya, tergantung pada harga penawaran.

Baik DBS, ANZ, maupun CIMB menolak memberikan komentar. Direktur Utama Bank Panin, Herwidayatmo, juga tidak memberikan pernyataan dan mengarahkan pertanyaan Reuters kepada pemegang saham pengendali.

Salim Suntik Modal ke FAST

PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST), pengelola jaringan KFC Indonesia, berencana menggelar Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMTHMETD) atau private placement.

Berdasarkan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (18/3), FAST akan menerbitkan 533,33 juta saham baru dengan nilai nominal Rp50 per saham. Saham baru ini akan dibeli oleh pemegang saham pengendali, yakni PT Gelael Pratama milik Keluarga Gelael dan PT Indoritel Makmur International Tbk (DNET) milik Salim Group, dengan harga pelaksanaan Rp150 per saham.

Lewat aksi ini, FAST akan memperoleh dana segar Rp80 miliar. Dana tersebut akan digunakan untuk memperbaiki posisi keuangan perseroan yang saat ini mengalami modal kerja bersih negatif dan memiliki liabilitas lebih dari 80 persen dari total aset.

Perseroan berencana meminta persetujuan pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang dijadwalkan pada 16 Mei 2025. Jika disetujui, private placement akan dilaksanakan pada 19 Mei 2025 guna memperkuat modal kerja dan mendukung perkembangan bisnis FAST ke depan. (Aldo Fernando)

Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.

Topik Menarik