IHSG Sepekan Merosot Tajam 7,83 ke Level 6.270
JAKARTA - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pekan ini mengalami penurunan taham sebesar 7,83 ke level 6.270,597 dari 6.803,001 pada pekan lalu. Sejumlah data perdagangan saham BEI selama periode 24—28 Februari 2025 ditutup bervariasi.
Peningkatan tertinggi terjadi pada rata-rata volume transaksi harian Bursa pekan ini, yaitu sebesar 21,62 menjadi 22,36 miliar lembar saham dari 18,38 miliar lembar saham pada pekan sebelumnya.
1. Nilai Transaksi
Peningkatan turut dialami oleh rata-rata nilai transaksi harian Bursa yaitu sebesar 16,19 sehingga menjadi Rp13,69 triliun dari Rp11,78 triliun pada pekan sebelumnya. Namun, penurunan terjadi pada rata-rata frekuensi transaksi harian Bursa pekan ini, yaitu sebesar 4,52, menjadi 1,18 juta kali
transaksi dari 1,23 juta kali transaksi pada pekan lalu.
2. Kapitalisasi Bursa
Kapitalisasi pasar Bursa pekan ini mengalami penurunan sebesar 7,68 menjadi Rp10.880 dari Rp11.786 triliun pada sepekan sebelumnya. Investor asing hari ini mencatatkan nilai jual bersih Rp2,91triliun dan sepanjang tahun 2025 ini, investor asing mencatatkan nilai jual bersih Rp21,90 triliun.
3. Penyebab Pelemahan IHSG
Direktur Utama BEI, Iman Rachman mengungkapkan sejumlah faktor menyebabkan penurunan indeks pekan ini. Tiga faktor utama yang memengaruhi gerak indeks antara lain faktor global, domestik dan kondisi emiten.
Iman menjelaskan, kebijakan tarif perdagangan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan tingkat suku bunga oleh The Fed menjadi salah satu faktor utama yang memengaruhi aliran dana asing ke pasar saham Indonesia.
"Trump 2.0 tidak mudah. Kemudian, interest rate ini sensitif terhadap ekuitas, kalau suku bunga naik orang akan lebih senang beli produk fixed income," kata Iman.
Selain faktor tarif, kebijakan pajak pertambahan nilai (VAT) yang diharapkan menurun ternyata tidak sesuai ekspektasi. Iman juga menyoroti pergerakan dana asing yang mencatatkan arus keluar signifikan sejak awal tahun. Hingga 27 Februari 2025, investor asing mencatatkan net sell hampir Rp19 triliun secara year to date, berbanding terbalik dengan tahun lalu yang masih mencatatkan net buy Rp17 triliun.
"Asing terus melakukan aksi jual. Meskipun transaksi di pasar meningkat, namun tekanan jual dari investor asing tetap tinggi," ujar Iman.
Dari sisi domestik, perubahan komposisi investor juga menjadi salah satu penyebab penurunan indeks. Sebelumnya, sebesar 70 pasar dikuasai investor domestik dan ritel, sehingga ketika harga turun bisa diserap. Saat ini dengan 40 kepemilikan asing, pasar menjadi lebih rentan saat investor asing keluar.
"Termasuk koreksi-koreksi dengan rilis laporan keuangan emiten, walaupun beberapa naik tapi masih di bawah konsensus. Ini memang kondisi-kondisi yang juga memperparah,” tutur Iman.