IKA UMS Dorong Swasembada Daging Domba, Peternak Diminta Berorientasi Ekspor

IKA UMS Dorong Swasembada Daging Domba, Peternak Diminta Berorientasi Ekspor

Ekonomi | sleman.inews.id | Minggu, 5 Januari 2025 - 17:30
share

SOLO, iNewsSleman.id - Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) mendorong swasembada daging, khususnya daging domba. Pasokan daging domba dari peternak dalam negeri diperkirakan masih di bawah 10 persen dari total kebutuhan nasional. 

Guna mengetahui kondisi peternakan domba di Tanah Air, IKA UMS akhir pekan kemarin melakukan kunjungan dan diskusi ke sejumlah peternakan domba di Jawa Timur. Kunjungan dilakukan ke PST Farm Mojokerto, Bejo Rayoso Farm Jombang, Galipat Farm Kediri, dan Barokah Farm Kediri. 

“Kami mendorong peternak meningkatkan pemahaman tentang domba dan karkas. Meningkatkan kualitas domba untuk masuk ke pasar ekspor daging domba karkas,” kata Ketua IKA UMS, Dr. M. Aditya Warman, Minggu (5/1/2025). 

Dikatakannya, karkas adalah setelah dipotong kepala, kaki, jeroan, dan kulit, daging domba akan dihitung untuk dikirim ke luar negeri. Jika masih berkutat di dalam negeri, kualitas domba yang dihasilkan peternak akan terus kalah bersaing. 


Rombongan Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) saat mengunjungan peternakan domba di Jawa Timur. Foto: AW Wibowo.
 
Untuk itu, salah satu solusinya adalah meningkatkan bobot domba, pakan dan kesehatan domba, obat, vitamin, penanganan penyakit, hingga manajemen yang bagus. Dengan demikian, akan mendorong domba para peternak menjadi berkualitas. 

Dengan kualitas mulai dari bibit yang bagus, maka otomatis selama 11 bulan menunggu sampai panen, domba yang dihasilkan tubuhnya besar dan dagingnya lebih mahal. Sehingga, indeks pembangunan manusia naik (IPM) di daerah naik, dan masyarakat lebih sejahtera. 

“Kalau jual domba lokal yang kecil kan nggak seberapa duitnya. Harga murah per kg, tukang sate hanya butuh yang beratnya 25-30 kg. Tapi kalau ekspor kan sekitar 40 kg. Nah itu semangat untuk mendorong ke sana harus kompak,” tutur pria yang menjadi anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan tersebut. 

Selain itu, impor daging juga harus ditahan agar jangan sampai melukai hati para peternak mengingat mereka juga harus menjaga kualitas pendapatannya.

Dikatakannya, UMS harus turut berperan dalam bidang ketahanan pangan. UMS bisa melakukan riset tentang ketahanan pangan dengan basis bertumbuhnya peternak di seluruh Indonesia. Dirinya melalui IKA UMS Riset, mendorong UMS agar lebih peduli untuk pertumbuhan ekonomi, salah satunya pengembangan SDM, terutama peternak muda melalui riset-riset dari UMS. 

Mengenai suplai daging domba dan kambing di dalam negeri, Aditya Warman mengaku tidak memiliki data. Namun yang jelas, suplai masih sangat kurang sehingga peternak memiliki kesempatan yang sangat besar untuk memenuhi konsumsi di dalam negeri. 

 

“Kebutuhan di dalam negeri masih kurang banyak (suplai dari peternak lokal). Saya tidak tahu angkanya, tapi saya dengar masih di bawah 10 persen,” ungkapnya. 

Ditambahkannya, meningkatkan literasi masyarakat tentang ternak domba saat ini sangat penting. UMS bisa berperan melakukan riset dan kajian akademis agar masyarakat tahu bahwa secara ilmiah beternak domba sangat menguntungkan. 

Direktur Pasca Sarjana UMS sekaligus Dewan Pembina IKA UMS, Prof M Farid Wajdi M.M Ph.D mengatakan, UMS sangat perhatian masalah yang berkaitan dengan problem di masyarakat, khususnya di bidang pangan. Meski di UMS tidak memiliki Fakultas Peternakan, namun melalui tinjauan ke petenak domba secara langsung, pihaknya bisa mengerti dari sisi mana UMS dapat ikut berpartisipasi meskipun tidak langsung di bidang akademik keilmuan peternakan. 

“Secara multi disiplin bisa di bidang ekonomi, pangan, distribusi, teknologi dan sentuhan lainnya,” kata Farid Wajdi. 

Dengan tinjauan langsung ke lapangan, pihaknya bisa mengetahui persoalan teknis di lapangan. Dari problem di lapangan yang didapatkan, UMS bisa bermitra dengan perguruan tinggi yang lain guna membahas persoalan secara nasional di tingkat kebijakan pusat. 

“Dari situ kami berharap dapat berperan menyelesaikan persoalan para peternak yang bukan sekedar pedagang domba atau kambing,” ucapnya.

Farid Wajdi mengungkapkan bahwa pengembangan peternakan domba di Indonesia sangat terbuka lebar. Masyarakat secara luas dapat ikut berpartipasi dibanding dengan peternakan sapi. 

“Kalau sapi membutuhkan biaya yang tinggi, dan modal besar. Kalau domba, biaya relatif lebih kecil dan banyak pihak yang bisa ikut terlibat,” terangnya. 

Sedangkan kendala yang dihadapi saat ini adalah pemahaman dan pengetahuan tentang beternak domba yang menguntungkan belum banyak diketahui masyarakat. Dari sisi ini UMS nantinya akan berperan agar peternakan domba bisa berkembang lebih baik.
 

Topik Menarik