Top! Biodiesel B35 Bisa Hemat Devisa Impor hingga Rp512 Triliun

Top! Biodiesel B35 Bisa Hemat Devisa Impor hingga Rp512 Triliun

Ekonomi | inews | Senin, 18 November 2024 - 18:29
share

JAKARTA, iNews.id - Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) terus mendukung program mandatori biodiesel pemerintah yang baurannya akan ditingkatkan menjadi 35 persen (B35) tahun depan. Bahkan, program itu dinilai akan menghemat devisa hingga Rp512 triliun.

Menurut Direktur BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit), Normansyah Hidayat Syahruddin penghematan itu terjadi karena pengembangan biodiesel sebagai energi baru dan terbarukan.

“Dari program B35 yang kita laksanakan saat ini, nilai devisa yang bisa dihemat mencapai Rp512,07 triliun,” ucap dia dalam paparannya pada seminar yang diselenggarakan Rumah Sawit Indonesia (RSI) di Jakarta, Senin (18/11/2024). 

Sebagai informasi, seminar dalam rangka Kongres I RSI ini mengambil tema “Menggapai Kedaulatan Pangan, Energi dan Ekonomi melalui Perkebunan Sawit untuk Menuju Indonesia Emas 2045".

Peran BPDPKS memang sangat strategis dalam mensukseskan program mandatori biodiesel. Sebagai pengelola dana pungutan ekspor sawit, BPDPKS menjamin keberlanjutan program mandatori biodiesel.  

Apalagi, pemerintah berencana meningkatkan bauran dari B35, B40, B50, dan seterusnya, peran BPDPKS menjadi semakin penting.

“Pemerintah berhasil secara konsisten mempertahankan program mandatori biodiesel melalui masa pandemi dan gejolak harga minyak dunia. Bahkan  di tahun 2023 telah dilaksanakan implementasi B35 dengan realisasi penyaluran biodiesel sebesar 12,26 juta KL, dan di tahun 2024 sampai dengan Agustus volume penyaluran biodiesel sebesar 8,35 juta KL,” ucap Normansyah.
   
Dalam kesempatan tersebut, Eddy juga memaparkan peran positif  industri sawit bagi perekonomian nasional.

“Sebagai industri padat karya, sektor kelapa sawit memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian. Sektor ini mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan ekspor dan neraca perdagangan, mengurangi inflasi dan mengganti bahan bakar fosil dengan energi terbarukan untuk memperkuat ketahanan energi nasional,” katanya.

Di tengah peran yang sangat signifikan tersebut, kata Eddy, industri sawit nasional juga menghadapi sejumlah tantangan. Tantangan tersebut antara lain: produktivitas yang rendah (rata-rata 2,8 ton CPO per hektar per tahun),  adanya perkebunan sawit dalam kawasan hutan (terindikasi 3 juta hektar), persoalan legalitas, sarana dan prasarana yang belum memadai, hingga tantangan regulasi.

Topik Menarik