Harga Minyak Mentah Ambles hingga 5 Persen dalam Sepekan Imbas Permintaan Melemah
HOUSTON, iNews.id - Harga minyak mentah ambles dalam perdagangan sepekan. Minyak jenis Brent turun sekitar 4 persen, sementara West Texas Intermediate (WTI) AS melemah 5 persen.
Melansir Reuters, pada perdagangan akhir pekan, Jumat (15/11/2024), minyak mentah turun lebih dari 2 persen karena investor khawatir tentang melemahnya permintaan dari China dan potensi perlambatan laju pemangkasan suku bunga oleh bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve.
Harga minyak mentah Brent turun 1,52 dolar AS atau 2,09 persen menjadi 71,04 dolar AS per barel. Harga minyak mentah WTI turun 1,68 dolar AS atau 2,45 persen menjadi 67,02 dolar AS per barel.
Pengilangan minyak China pada bulan Oktober memproses minyak mentah 4,6 persen lebih sedikit daripada tahun sebelumnya karena penutupan pabrik dan pengurangan tarif operasi di kilang independen yang lebih kecil, menurut data Biro Statistik Nasional.
"Hambatan dari Tiongkok terus berlanjut, dan stimulus apa pun yang mereka ajukan dapat dirusak oleh putaran tarif baru oleh pemerintahan Trump," ucap John Kilduff dari Again Capital dikutip, Sabtu (16/11/2024).
Presiden terpilih AS Donald Trump telah berjanji untuk mengenakan tarif pada impor China lebih dari 60 persen. Angka ini jauh lebih tinggi daripada yang dikenakan selama masa jabatan periode pertamanya.
Ekonom Goldman Sachs Research telah sedikit menurunkan perkiraan pertumbuhan 2025 untuk China, menyusul ekspektasi kenaikan tarif yang signifikan di bawah Trump.
"Namun, kami kemungkinan akan melakukan penurunan peringkat yang lebih besar jika perang dagang semakin meningkat," kata Kepala Ekonom Goldman Sachs Research, Jan Hatzius dalam sebuah catatan.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Badan Energi Internasional (IEA), Fatih Birol menyebut penurunan harga minyak mentah pada minggu ini karena melambatnya pertumbuhan permintaan global.
"Permintaan minyak global semakin melemah. Kita telah melihat ini selama beberapa waktu dan ini terutama didorong oleh melambatnya pertumbuhan ekonomi China dan meningkatnya penetrasi mobil listrik di seluruh dunia," ujarnya pada gelaran KTT COP29.
IEA turut memperkirakan pasokan minyak global akan melebihi permintaan lebih dari 1 juta barel per hari pada tahun 2025 bahkan jika pemotongan produksi tetap dilakukan oleh OPEC+.
Sementara itu, OPEC memangkas perkiraannya untuk pertumbuhan permintaan minyak global untuk tahun ini dan 2025, menyoroti pelemahan di China, India, dan kawasan lain.