Airlangga Sebut RI Buka Opsi Impor Gandum hingga Minyak dari Negara Anggota BRICS
JAKARTA, iNews.id - Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut Indonesia membuka opsi mengimpor gandum hingga minyak, termasuk dari negara-negara anggota BRICS, di antaranya Brasil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan.
Hal ini disampaikan Airlangga merespons pertanyaan terkait keuntungan Indonesia yang akhirnya memutuskan untuk mendaftar dalam keanggotaan BRICS.
Awalnya, Airlangga mengungkapkan bahwa saat ini Indonesia tengah memfinalisasi perundingan Indonesia-Eurasian Economic Union Free Trade Agreement (Indonesia-EAEU FTA atau IEAEU-FTA). Dia pun berharap finalisasi penyusunan perundingan tersebut dapat rampung pada kuartal I tahun 2025 mendatang.
"Kalau itu berarti market terbuka. Jadi, bukan hanya itu tetapi juga untuk gandum dan untuk yang lain," ujar Airlangga saat ditemui di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (1/11/2024).
Sebelumnya, Guru Besar Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana mengungkapkan bahwa Indonesia bisa mendapatkan sejumlah manfaat jika bergabung dengan BRICS.
"Menurut saya bagus juga Indonesia bergabung dengan BRICS agar Indonesia tidak didominasi oleh negara-negara OECD," ujarnya saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Senin (28/10/2024).
Dia menambahkan, Indonesia juga bisa menjaga jarak yang sama antara negara-negara yang tergabung dengan OECD dengan negara-negara yang tergabung dalam BRICS. Sehingga, yang terpenting adalah kepentingan nasional Indonesia akan diuntungkan dan tidak dirugikan.
Hikmahanto berpendapat, pemerintah Indonesia mungkin melihat OECD sudah tidak sekuat di masa lalu. Oleh karena itu, Indonesia dinilai perlu masuk ke BRICS yang memiliki kekuatan pasar sangat luar biasa dan mampu menjadi penyeimbang OECD.
"Belum lagi lagi Indonesia menjadi importir besar BBM yang disuling. Nah, AS kan tidak membolehkan Indonesia untuk membeli (minyak) dari Rusia karena serangan Rusia ke Ukraina. Padahall Rusia karena di embargo oleh negara-negara OECD maka mereka tidak punya pembeli dan bersedia untuk menjual dengan murah," ucap Hikmahanto.
"Kalau kita di BRICS kendala seperti ini akan tidak ada. Belum lagi dunia saat ini kan punya ketergantungan pada dolar AS. Sementara BRICS akan memperkenalkan mata uang di luar dolar AS," tuturnya.