BUMN Lincah Menari, Customer Centric jadi Roh Transformasi Pos Indonesia
BANDUNG, iNewsCimahi.id - Strategi utama Pos Indonesia bangkit adalah customer-centric. Sementara digital hanyalah sebuah enabler untuk menggaet pasar yang lebih luas. Tetapi kuncinya adalah bagaimana memberikan layanan terbaik.
Hal itu disampaikan Hariadi, Direktur Operasi dan Digital Services PT Pos Indonesia (Persero) pada acara Book Talk Roadshow Buku Elephant Learns Flamenco: BUMN Lincah Menari, Menuju Indonesia Emas 2045, dengan topik Digitalization & Orchestration di Auditorium Damar, Telkom University Bandung, pada Jumat (11/10/2024).
Hariadi bercerita tahun ini Pos Indonesia mencapai usia ke-278 tahun, sebuah perjalanan panjang yang penuh lika-liku. Usia itu membuat perusahaan “kenyang” menghadapi berbagai tantangan dan krisis yang hadir.
Dia menjelaskan bahwa pandemi Covid-19 membawa tiga krisis fundamental bagi perusahaan, yaitu krisis finansial, operasional, dan market share. “Selain itu, sejak dulu sudah tidak ada monopoli sama sekali sejak liberalisasi Pos. Bisnis dan industri juga mengalami penurunan,” jelasnya.
Krisis ini menjadi titik balik bagi perusahaan yang akhirnya memutuskan untuk melakukan transformasi digital sebagai solusi. Maka dari itu, Pos Indonesia melakukan transformasi digital. “Transformasi ini tidak hanya di sisi fronting, tapi juga di internal yakni untuk menciptakan transparansi dan efisiensi,” kata Hariadi. Kemudian digitalisasi core system adalah langkah kunci yang diambil oleh Pos Indonesia untuk memastikan operasional yang lebih transparan dan efisien.
Dalam bertransformasi Pos Indonesia memfokuskan strategi transformasinya pada pendekatan customer centric, yang merupakan strategi bisnis yang berpusat pada kebutuhan pelanggan. Tujuan dari pendekatan ini adalah untuk membangun hubungan yang baik dengan pelanggan, sehingga mereka loyal terhadap produk dan layanan Pos Indonesia.
Dia menegaskan bahwa meskipun digitalisasi merupakan aspek penting, keberhasilan transformasi tergantung pada seberapa baik perusahaan melayani pelanggan.
“Customer-centric adalah strategi utama kami. Fokus kami adalah memberikan layanan terbaik kepada pelanggan, dan itulah yang membuat mereka loyal,” ujar Hariadi. Menurutnya, digitalisasi hanya berfungsi sebagai alat untuk memperluas pasar dan menciptakan layanan yang lebih cepat dan efisien.
Selain berfokus pada pelanggan, Hariadi menjelaskan bahwa Pos Indonesia juga melakukan ekspansi bisnis sebagai bagian dari transformasinya. “Kami melakukan ekspansi di seluruh portofolio bisnis kami,” ujarnya. Ia kemudian menjelaskan bagaimana Pos Indonesia memperluas layanannya melalui inovasi seperti Oranger Mobile, layanan kurir berbasis digital yang memungkinkan pelanggan melakukan transaksi pengiriman dengan lebih mudah dan cepat.
Pos Indonesia saat ini memiliki beberapa portofolio, namun fokus ke tiga yang utama, yaitu jasa pengiriman barang atau kurir, jasa logistik, dan jasa keuangan non-perbankan (fintech). Ketiga pilar ini menjadi tulang punggung dalam strategi transformasi perusahaan.
Transformasi yang dilakukan Pos Indonesia terbukti berhasil dalam mengatasi krisis-krisis yang dihadapi selama pandemi, yaitu krisis operasional dan krisis finansial. “Dengan langkah-langkah yang sudah kami ambil, kami berhasil memperbaiki operasional perusahaan secara signifikan,” kata Hariadi.
Ia menambahkan, masih ada satu tantangan besar yang harus dihadapi, yaitu meningkatkan pangsa pasar (market share). Menurut Hariadi, Pos Indonesia terus berupaya untuk menemukan jalan keluar yang inovatif dan efektif untuk meningkatkan market share di industri yang sangat kompetitif ini.
“Kami menyadari bahwa persaingan semakin ketat, terutama dengan masuknya pemain-pemain baru di industri ini. Namun, kami yakin bahwa dengan transformasi digital yang sedang berjalan dan fokus kami pada pelanggan, Pos Indonesia akan mampu mencapai posisi terbaik di pasar dengan performa operasional yang terus mengalami kenaikan signifikan,” jelasnya.
Sementara itu, dalam buku Elephant Learns Flamenco (ELF) menyajikan analisis menarik tentang bagaimana BUMN memimpin transformasi digital di Indonesia. Buku ini menggarisbawahi bagaimana “raksasa” yang dulu dianggap lamban, kini bergerak penuh kelincahan dengan digitalisasi. Mereka berubah menjadi organisasi yang ramping dan adaptif yang siap menghadapi era digital.
“Ini adalah salah satu hal yang menonjol dalam kepemimpinan Erick Thohir, dimana beliau mampu menggerakan tiga strategi utama BUMN; yakni transformasi, digitalisasi, dan kolaborasi untuk membuat BUMN lebih kompetitif,” kata Yuswohady penulis buku dalam Book Talk Roadshow Buku Elephant Learns Flamenco: BUMN Lincah Menari, Menuju Indonesia Emas 2045 di Auditorium Damar, Telkom University Bandung.
Acara itu dihelat pada Rabu (11/10), dan mengambil tema Digitalization & Orchestration. Bandung menjadi kota kedua yang dipilih untuk rangkain roadshow buku yang diselenggarakan oleh Indonesia Brand Forum (IBF) ini. Buku Elephants Learns Flamenco menganalisis peran dan kinerja BUMN di bawah kepemimpinan Erick Thohir selama lima tahun terakhir.
PTPN I Kebun Kalitelepak Cetak Rekor, Produksi Tebu Meroket 31 Persen Dekati Target Swasembada Gula
Diskusi ini dihadiri oleh para narasumber di antaranya: â Honesti Basyir, Direktur Group Business Development PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk; â Hariadi, Direktur Operasi dan Digital Services PT Pos Indonesia (Persero); â Prof. Dr. Adiwijaya, Rektor Telkom University; dan â â Yuswohady penulis Buku Elephant Learns Flamenco.
Mereka bersama-sama mengeksplorasi bagaimana BUMN memanfaatkan transformasi digital untuk tetap kompetitif di kancah global sekaligus membantu Indonesia mencapai visinya untuk menjadi kekuatan ekonomi dunia pada 2045.
Yuswohady membuka diskusi dengan melihat peran kepemimpinan Erick Thohir untuk mendorong digitalisasi di BUMN.
"Pak Erick Thohir orangnya cepat. Jadi digitalisasi di BUMN itu bisa lekas diselesaikan. Itulah kekuatan eksekusi. Kami menulis 5K prinsip kepemimpinan Pak Erick, dan nomor satunya adalah kedisiplinan eksekusi. Ingat, leadership is about execution and results," kata Yuswohady, penulis buku Elephant Learns Flamenco.
Yuswohady, penulis Elephant Learns Flamenco, menjelaskan metafora dibalik judul bukunya. Dia menggambarkan bagaimana BUMN, yang selama ini dianggap sebagai raksasa yang bergerak lamban, kini belajar menari dengan kelincahan penari flamenco.
"Transformasi digital bagi BUMN seperti belajar menari. Ini bukan hal yang mudah, tapi sangat diperlukan. Mereka kini mengorkestrasi berbagai inovasi, dari pengalaman pelanggan hingga efisiensi operasional, untuk tetap relevan dan kompetitif," ungkapnya.
Buku ini menyajikan studi kasus mendalam tentang bagaimana berbagai BUMN mengadopsi teknologi digital untuk mendorong efisiensi dan pertumbuhan, mengubah tantangan menjadi peluang.
Acara ini terselenggara karena dukungan Telkom Indonesia, Pos Indonesia, dan Telkom University. Book Talk Show dan Roadshow Elephant Learns Flamenco menyoroti pentingnya digitalisasi dalam mengubah BUMN Indonesia menjadi entitas yang tangkas dan kompetitif, siap memimpin bangsa menuju visi 2045. Acara ini menjadi platform bagi diskusi mendalam tentang bagaimana transformasi digital sedang membentuk lanskap bisnis Indonesia, khususnya bagi BUMN yang harus beradaptasi untuk bertahan di pasar global yang semakin kompetitif.