Apa Itu Tradisi Bakar Batu? Pesta Adat Masak dan Makan Bersama di Papua
JAKARTA, iNews.id - Mengenal tradisi bakar batu salah satu ritual adat masyarakat pegunungan Papua. Acara yang identik dengan pesta adat ini merupakan bagian dari tradisi penting orang asli Papua (OAP) di Papua Pegunungan.
Dirangkum dari beragaman sumber, bakar batu merupakan pesta ada berupa ritual memasak bersama-sama warga satu kampung. Tujuannya untuk bersyukur, mempererat silaturahmi danmenyambut momen membahagiakan, seperti kelahiran anak, perkawinan adat, penobatan kepala suku dan lainnya.
Tradisi ini juga biasa dilakukan untuk mengumpulkan prajurit yang akan pergi berperang. Sejumlah daerah yang masih memegang teguh tradisi adat ini yakni warga suku pedalaman/pegunungan seperti di Lembah Baliem, Lanny Jaya, Nduga, Pegunungan Tengah, Pegunungan Bintang, Jayawijaya, Tolikara, Yahukimo dan lain sebagainya.
Mengapa disebut bakar batu?
Tradisi bakar batu sebenarnya mengacu dari cara memasak dengan menggunakan batu. Batu-batu ini terlebih dahulu dipanaskan dengan cara dibakar hinggamembara lalu ditumpuk di atas makanan yang akan dimasak.
Masing-masing tempat atau suku menyebut bakar batu ini dengan berbagai istilah seperti Gapiia di Paniai, Kit Oba Isogoa di Wamena atau Barapen di Jayawijaya.
Ritual tradisi Bakar baru
Tata car ritual tradisi bakar batu dimulai dengan menumpuk batu di atas perapian kayu. Kayu-kayu ini dibakar sampai habis sehingga batu menjadi panas, bahkan terkadang terlihat merah membara.
Setelah itu masyarakat bersama-sama menggali lubang yang cukup dalam. Batu panas tersebut lalu dimasukkan ke dasar lubang yang sudah diberi alas daun pisang dan alang-alang.
Kemudian di bagian atas batu panas ditumpuk daun pisang dan di atasnya diletakkan daging yang sudah diiris-iris. Bagi warga Papua, daging yang digunakan yakni daging babi. Setelah dimasukkan daging, bagian atasnya kembalidiletakkan batu panas lagi lalu ditutup dedaunan.
Di atas daun ini kemudian ditaruh ubi jalar, singkong dan sayuran lainnya lalu kembali ditutup daun. Selanjutnya i atas daun paling atas ditumpuk lagi batu panas dan terakhir ditutup daun pisang dan alang-alang.
Babi yang akan dimasak tidak langsung disembelih, tapi dipanah terlebih dahulu. Bila babi langsung mati, pertanda acara akan sukses. Tetapi bila tidak langsung mati, pertanda acara tidak bakalan sukses.
Daging babi ini dimasak dengan cara dipanaskan dari batu ini biasanya memakan waktu 1 jam. Setelah matang, semua anggota suku berkumpul dan membagi makanan untuk dimakan bersama di lapangan tengah kampung. Ini juga menunjukkan solidaritas dan kebersamaan rakyat Papua.
Hingga saat ini tradisi bakar batu masih terus dilakukan dan berkembang juga untuk digunakan menyambut tamu-tamu penting yang berkunjung, seperti bupati, wali kota, gubernur, Presiden dan tamu penting lainnya.
Di sebagian masyarakat pedalaman Papua yang beragama Islam atau saat menyambut tamu Muslim, daging babi diganti dengan daging ayam, bebek, domba atau kambing.