Rokok Bercukai Mahal, Warga Bojonegoro Berbondong-bondong ke Rokok Ilegal
BOJONEGORO.iNews.id - Harga cukai rokok terus meningkat, bahkan pada tahun 2025 pemerintah kembali menaikan cukai rokok. Kondisi tersebut membuat warga Bojonegoro banyak yang pindah ke rokok polos, atau rokok ilegal tanpa pita cukai.
Salah satu warga Bojonegoro, Sudawam (40) mengatakan, jika dia sudah setahun terahir ini mengkonsumsi rokok polosan, hal itu lantaran rokok bercukai yang sebelumnya dia beli harganya terus meningkat.
"Harganya tidak masuk akal, rokok saya biasanya itu kini harganya lebih dari Rp 40 ribu perbungkus," jelasnya, rabu (25/12/24).
Menurutnya, tidak hanya dirinya namun sejumlah teman dan warga di lingkungannya kini juga banyak beralih ke rokok ilegal.
"Lumayan bisa menghemat pengeluaran harian, harganya sepertiga dari rokok berinisial "M" yang sebelumnya saya konsumsi. Meskipun rasanya sedikit di bawahnya," tambahnya.
Sementara itu, banyaknya warga yang beralih ke rokok polos berbanding lurus dengan temuan Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea Cukai (KPPBC) Bojonegoro.
Berdasarkan hasil pengawasan dan penindakan sepanjang tahun 2024, sebagian besar masih didominasi oleh kategori Barang Kena Cukai (BKC). Jenis sigaret kretek mesin (SKM) polos tanpa pita cukai atau rokok ilegal.
Kepala KPPBC Bojonegoro, Ivan Hermawan mengatakan, barang-barang ilegal yang berhasil ditindak tersebut berada pada jalur perlintasan serta perusahaan jasa titipan (PJT) atau dari luar Bojonegoro.
"Kalau Bojonegoro sendiri aman," jelasnya, Selasa (24/12/2024).
Secara total, penindakan rokok ilegal itu merupakan bagian dari 71 surat bukti penindakan (SBP) yang berhasil ditangani oleh Kantor Bea Cukai Bojonegoro sepanjang 2024.
Sedangkan jumlah total barang yang berhasil di lakukan penindakan sebanyak 14.605.760 batang BKC rokok, 240 liter MMEA (Minuman Mengandung Etil Alkohol) dan 100 Butir Nota Pemberitahuan Penolakan (NPP).
Adapun jumlah total kerugian negara yang berhasil diselamatkan sebesar Rp10.913.608.000,00 atau Rp10,9 miliar.
Kemudian jumlah total nilai barang yang berhasil ditegah (dilarang) senilai Rp20.173.357.600,00. atau Rp20,1 miliar.
Tindak lanjut atas penindakan yang dilakukan di atas yaitu 68 SBP dinyatakan sebagai barang dikuasai negara dan selanjutnya ditetapkan menjadi barang milik negara.
Lalu 3 SBP diselesaiakan dengan mekanisme Ultimum Remidium (UR) dengan membayar denda ke negara, dan 1 SBP dengan mekanisme pelimpahan ke instansi terkait berkenaan NPP.
"Total UR sesuai dengan PMK 137 Tahun 2022 tentang penelitian pelanggaran di
bidang cukai yang berhasil dilakukan sebesar Rp230.230.000,00 (Rp230,2 juta)," beber Ivan.
Dia melanjutkan, berkaitan perampasan barang kena cukai dan barang-barang lain yang tersangkut tindak pidana di bidang cukai dilaksanakan setelah mendapat putusan pengadilan dan mempunyai kekuatan hukum tetap.
"Bea Cukai akan menindaklanjuti pelanggaran tersebut, tidak sedikit barang hasil penindakan kemudian dijadikan barang milik negara ataupun dengan tujuan akhir dimusnahkan," lanjutnya.
Dalam melaksanakan tugas pengawasan dan menemukan pelanggaran di lapangan, pihaknya berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17 Tahun 2024.
Yang menggantikan PMK sebelumnya nomor 39/PMK.04/2014 tentang Tata Cara Penyelesaian Barang Kena Cukai dan Barang- Barang Lain Yang Dirampas Untuk Negara Atau Yang Dikuasai Negara.
Serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 51 Tahun 2021 yang menggantikan PMK sebelumnya nomor 240/PMK.06/2012 tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Aset Eks Kepabeanan dan Cukai.
"Yaitu dengan menetapkannya sebagai barang milik negara untuk selanjutnya diusulkan peruntukannya kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara," tegasnya.
Sementara itu barang-barang lain yang berkaitan langsung dengan barang kena cukai, seperti sarana pengangkut atau mesin yang telah diamankan selama 14 (empat belas) hari dan tidak diketahui siapa pemiliknya, maka kemudian akan menjadi milik negara.
Barang lain yang berasal dari pelanggar tidak dikenal akan dikuasai negara dan berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).
"Barang-barang tersebut untuk sementara ditempatkan di tempat penimbunan pabean atau tempat penimbunan lain di bawah pengawasan DJBC," tandasnya.