4 Hakim Jadi Tersangka Suap Vonis Korupsi Minyak Goreng, DPR: Gaji Tinggi Tak Jamin Terima Suap
Anggota Komisi III DPR Hasbiallah Ilyas menyoroti empat hakim yang menjadi tersangka kasus dugaan suap atau gratifikasi vonis lepas atau onslag perkara Pemberian Fasilitas Ekspor Crude Palm Oil (CPO) atau dikenal korupsi minyak goreng. Menurutnya, gaji tinggi tak menjamin hakim tidak menerima suap.
Dia mengatakan, banyak abdi negara yang bergaji rendah tetapi tak tergoda untuk menerima suap. Untuk itu, ia menilai, adanya hakim terjerat suap bisa diakibatkan lantaran faktor mental dan lingkungan.
"Kalau mau jujur, gaji yang tinggi tidak menjamin tidak terjadinya suap. Di sisi lain, banyak abdi negara yang bergaji rendah berani menolak suap. Jadi ini bukan soal nominal gaji, tapi soal mentalitas dan lingkungan," kata Hasbi saat dihubungi, Senin (14/4/2025).
Legislator PKB ini mengatakan, sistem pemerintahan saat ini sudah baik untuk menutup celah dari praktik suap. Namun, ia menilai, sebaik-baiknya sistem akan ada celah untuk bisa melakukan praktik suap.
"Jadi ini soal integritas dan mentalitas. Dan jagan lupa, lingkungan juga memberi insentif terjadinya suap. Bisa saja hakim yang bersangkutan tidak ada niat atau keinginan bermain perkara, namun ada pihak lain yang berperkara dan pengacaranya yang merayu dan menyuapnya umtuk memenangkan perkaranya," tutur Hasbi.
Kendati demikian, ia menilai, perlu adanya sistem pengawasan terhadap advokat yang berperkara. Apalagi, kata dia, advokat merupakan salah satu variabel penting dalam lingkaran suap di pengadilan.
"Jadi adanya usulan supaya sistem pengawasan terhadap advokat yang berperkara diperkuat, saya kira penting dipertimbangkan. Karena advokat juga salah satu variabel penting dalam lingkaran suap di pengadilan," kata Hasbi.
"Bagaimana sistem pengawasan itu diperkuat? Mari kita bahas bersama dengan teman-teman lembaga advokat," pungkasnya.
Sekadar informasi, Kejagung telah menetapkan tersangka terhadap empat hakim dalam kasus dugaan suap terkait putusan onslag atau lepas dalam perkara Pemberian Fasilitas Ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada Industri Kelapa Sawit periode Januari 2021-Maret 2022.
Keempat hakim itu ialah Agam Syarif Baharuddin (ASB) dan Ali Muhtarom (AL) selaku hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Djuyamto (DJU) selaku hakim Pengadilan Jakarta Selatan, dan Muhammad Arif Nuryanta (MAN) yang menjabat Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
MAN disebut memberikan suap pada tiga hakim yakni, AL, PN, dan DJU. Pemberian uang ditujukan agar ketiga hakim memutuskan perkara CPO korporasi besar menjadi ontslag atau putusan lepas.
Kejagung menyebut, pemberian uang tersebut dilakukan dua kali. Pertama, diberikan di ruangan Muhammad Arif Nuryanta sebesar Rp4,5 miliar. Kedua, pembagian dilakukan pada September-Oktober 2024 sebesar Rp18 miliar.
Saat itu, MAN menyerahkan uang tersebut kepada DJU dan disalurkan ke ASB serta AL. Penyerahan uang dilakukan di depan Bank BRI Pasar Baru Jakarta Pusat. Adapun uang yang dikantongi DJU sebesar Rp6 miliar, AS Rp4,5 miliar dan AM Rp5 miliar.
Atas perbuatannya, Kejagung menyangkakan Pasal 12 huruf C juncto Pasal 12 huruf B, juncto Pasal 6 ayat 2, juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Selain para hakim, Kejagung juga menetapkan tiga tersangka lainnya. Mereka ialah Pengacara Korporasi Marcella Santoso, Panitera Muda PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan, dan tersangka berinisial AR.