Guru Besar UGM Cabuli 13 Mahasiswi, Puan: Tak Boleh Ada Toleransi
JAKARTA - Ketua DPR RI Puan Maharani menyoroti kasus Guru Besar di Universitas Gajah Mada (UGM) dilaporkan melakukan pelecehan seksual terhadap belasan mahasiswi di kediaman pribadinya. Ia menegaskan, jangan ada toleransi bagi praktik kekerasan seksual di lingkungan pendidikan, termasuk di kampus.
“Tidak boleh ada sedikitpun toleransi terhadap kekerasan seksual di dunia pendidikan. Pelaku kekerasan seksual harus dihukum seberat-beratnya,” kata Puan dalam keterangan tertulis, Selasa (8/4/2025).
Guru Besar Fakultas Farmasi berinisial EM itu diduga melakukan pelecehan seksual dengan modus bimbingan skripsi atau tesis di luar kampus selama periode 2023-2024. UGM sedianya telah mengatur aktivitas perkuliahan harus dilakukan di lingkungan kampus.
“Tindakan ini tidak hanya mencoreng nama baik institusi pendidikan tinggi, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap integritas dunia akademik,” imbuhnya.
Puan menekankan bahwa, institusi pendidikan seharusnya menjadi ruang aman bagi para peserta didik, bukan menjadi tempat yang mengancam masa depan. "Kampus seharusnya jadi ruang aman, bermartabat, dan menjadi benteng utama dalam membangun nilai-nilai etika serta peradaban, bukan malah menjadi tempat pelecehan berulang," katanya.
Penanganan kasus ini harus adil dan tranparan. Pelaku kekerasan seksual harus dihukum berat tanpa adanya toleransi, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
“Dalam UU TPKS juga diatur adanya pemberat hukuman jika pelaku merupakan seorang tokoh pendidik. Saya harap hal ini juga menjadi pertimbangan dalam proses hukum kasus ini,” katanya.
Puan juga mendorong pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek) memperkuat Implementasi Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS). Menurutnya, arus ada sistem yang efektif agar regulasi itu benar-benar dijalankan di lingkungan kampus.
Selain itu, harus dilakukan evaluasi total dan audit menyeluruh dalam hal mekanisme tata kelola etika serta pembimbing akademik di kampus. Kemudian, mendesak pembentukan pusat krisis dan pendampingan nasional terhadap korban pelecehan seksual.
Pemerintah harus menginisiasi pusat pendampingan korban kekerasan seksual di lingkungan pendidikan tinggi secara nasional, yang bersifat independen dari kampus dan dapat diakses 24 jam selama 7 hari. “Kita juga harus menggalakkan kampanye nasional yang menentang adanya relasi kuasa di kampus. Tentunya ini memerlukan dukungan semua pihak, termasuk dari internal kampus itu sendiri,” ujarnya.
EM diketahui telah dipecat sebagai dosen UGM dan dibebastugaskan dari Tridharma Perguruan Tinggi sejak pertengahan 2024. Sanksi dijatuhkan berdasarkan temuan dan bukti-bukti dalam proses pemeriksaan Komite Pemeriksa bentukan Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) UGM.
Pihak UGM tidak mengungkap berapa jumlahnya dan statusnya. Namun, korban yang merupakan perempuan disebut internal UGM sudah ada 13 orang yang dimintai keterangan oleh Satgas PPKS.