Korupsi Jasindo, Sahata Lumban dan Toras Sotarduga Didakwa Rugikan Negara Rp38 Miliar
JAKARTA - Mantan Direktur Operasi Ritel PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo), Sahata Lumban Tobing serta pemilik PT Mitra Bina Selaras (MBS), Toras Satorduga Panggabean didakwa terlibat dalam kasus dugaan korupsi yang merugikan negara hingga Rp38 miliar.
Hal itu disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK saat membacakan dakwaan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (19/12/2024).
"Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu merugikan keuangan negara sebesar Rp38.212.103.222,97," kata Jaksa.
JPU menjelaskan, Sahata dan Toras melakukan perbuatan melawan hukum bersama-sama dengan Ari Prabowo selaku Kepala Kantor PT Jasindo cabang S Parman Jakarta tahun 2017-2019, Heru Wibowo selaku Kepala Kantor PT Jasindo cabang S Parman Jakarta tahun 2019-2020.
Kemudian, Jerry Robert Hattu selaku Kepala Kantor PT Jasindo cabang Pemuda Jakarta tahun 2016-2018, Mochamad Fauzi Ridwan selaku Kepala Kantor PT Jasindo cabang Pemuda Jakarta tahun 2018-2020, Yoki Tri Yuni Putra selaku Kepala Kantor PT Jasindo cabang Semarang tahun 2016-2018 dan selaku Kepala kantor PT Jasindo cabang Makassar pada tahun 2018-2019, Umam Tauvik selaku Kepala Kantor PT Jasindo cabang Semarang tahun 2018-2021.
Sahata diduga telah menunjuk PT MBS yang tidak terdaftar dalam perusahaan asuransi resmi berdasarkan OJK untuk menjadi mitra PT Jasindo.
Selain itu, Sahata juga diduga merekayasa kegiatan keagenan PT MBS. Kemudian, membayarkan komisi agen kepada PT MBS seolah sebagai imbalan jasa kegiatan agen atas oenutupan asuransi uang dilakukan PT Jasindo S. Parman, Jasindo Pemuda, Jasindo Semarang, dan Jasindo Makassar sejak tahun 2017-2020.
"Padahal, penutupan asuransi tersebut tidak menggunakan jasa agen PT Mitra Bina Selaras," ujar jaksa.
Jaksa menuturkan, Sahata dan Toras sudah berteman sejak bersekolah di Tarutung, Sumatera Utara. Pada awal 2016, Sahata bertemu dengan Toras. Sahata lalu mengajak Toras yang merupakan Ketua Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Dana Karya, untuk memberikan dana talangan.
Pengembalian dana talangan itu dijanjikan akan diserahkan bersama keuntungannya melalui komisi agen. Untuk itu, Sahata meminta kepada Toras agar bersedia menjadi agen PT Jasindo. Namun Toras tak langsung menyetujuinya, ia masih pikir-pikir.
Singkat cerita, pada Januari 2017, Sahata kembali menawarkan Toras, yang dilanjutkan dengan pertemuan di kawasan SCBD, Jakarta Selatan.
Kemudian, Sahata meminta Toras mendirikan perusahaan yang bakal dijadikan agen khusus memberi dana talangan untuk membayarkan fee based income. Ia juga meminta pembayaran klaim tertanggung lebih dahulu dan dapat memberikan commitment fee untuk membiayai pengeluaran Sahata sendiri.
"Permintaan terdakwa tersebut, Toras Satorduga Panggabean menyetujuinya," ujar jaksa.
Pada Februari 2017, Sahata memperkenalkan Toras dengan beberapa Kepala Cabang Jasindo. Toras bersedia menyiapkan dana talangan lewat perusahaannya yang menjadi agen Jasindo.
Pada Maret 2017, Toras membuat PT MBS lalu mendaftarkannya sebagai agen. Meskipun tak memenuhi persyaratan, perusahaan itu akhirnya terdaftar sebagai agen. Toras menempatkan empat keponakannya sebagai pemegang saham dan Direktur.
Besaran komisi agen yang bakal diterima Toras lewat PT MBS sebesar 10 persen. Sedangkan 90 persen lagi, PT MBS mengembalikan lagi kepada pejabat Jasindo.
Dalam kasus ini, ada sejumlah pihak yang mendapat keuntungan yakni Sahata Lumban Tobing sebesar Rp525,4 juta, Toras Sotarduga Panggabenan sebesar Rp7,6 miliar, Ari Prabowo sebesar Rp23,5 miliar, Moch Fauzi Ridwan sebesar Rp1,9 miliar, Yoki Tri Yuni sebesar Rp1,7 miliar, Umam Tauvik sebesar Rp1,4 miliar dan pihak Bank BUMN sebesar Rp1,3 miliar.
Atas perbuatannya itu, para terdakwa disangkakan telah melanggar Pasal 3 junctoPasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.