Apa Itu <i>Brain Rot</i> pada Anak dan Dampaknya di Kehidupan Nyata?

Apa Itu Brain Rot pada Anak dan Dampaknya di Kehidupan Nyata?

Berita Utama | okezone | Rabu, 18 Desember 2024 - 20:26
share

Brain Rot adalah istilah yang banyak dicari saat ini. Terlebih lagi, brain rot mengancam Gen Z dan anak-anak di generasi selanjutnya. Lantas, apa itu brain rot pada anak? Yuk cek pembahasannya.

Brain rot atau pembusukan otak adalah efek yang terjadi ketika seseorang terlalu berlebihan dalam mengonsumsi konten receh yang ada di media sosial (medsos). Kondisi itu bisa mengancam generasi yang sejak lahir telah terpapar dengan konten digital dan ragam media sosial.

Pakar media sosial Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Nur Maghfirah Aesthetika MMedKom mengatakan generasi yang paling banyak terjerat di fenomena brain rot ini adalah gen Z.

Gen Z dan anak-anak di generasi selanjutnya adalah generasi yang didampingi oleh teknologi sejak lahir. Oleh karena itu, mereka tidak bisa dipisahkan dengan kemajuan teknologi.

“Kalau generasi milenial masih cenderung minim sekali menggunakan teknologi, saat itu media sosial juga belum ada. Hal ini berbeda dengan gen Z yang sejak lahir sudah dimanjakan dengan kehadiran teknologi,” ucap dosen yang biasa disapa Fira, dikutip dari situs Umsida, Rabu (18/12/2024).

Fira melanjutkan, kebiasaan sehari-hari anak-anak di generasi ini sudah bergantung pada gadget, dan mereka tidak mengenal hal lain seperti yang dirasakan generasi sebelumnya.

“Kegiatan yang paling menyenangkan menurut mereka adalah bermain gadget, scrolling, menonton konten receh, itulah hiburan mereka. Kalau generasi sebelumnya, jika tidak ada hiburan, ya kita berinteraksi dengan lingkungan nyata dan bersosialisasi,” ucap Fira.

Menurut alumni Ilmu Komunikasi Unair itu, wajar bila gen Z memilih gadget sebagai hiburannya, karena memang mereka tidak memiliki referensi kegiatan lainnya. Misalnya bermain bersama teman sebaya yang saat ini sudah sangat jarang ditemui.

Apa Dampaknya?

Menurut Fira, brain rot sangat berpengaruh di dunia nyata. Fenomena itu merupakan pelemahan otak dan daya pikir yang membuat pengguna media sosial menjadi malas berpikir berat.

Fira juga kerap menemui fenomena ini di kalangan mahasiswa. Misalny sering mengeluhkan tentang penugasan yang menurut mereka terlalu berat. Padahal hal tersebut sudah wajar diberikan kepada mahasiswa di generasi sebelumnya.

 

“Jenis konten berdurasi pendek dan bisa dilewati bila ia tidak suka konten tersebut, maka hal itu bisa terbawa ke kehidupan nyata. Ketika mereka tidak menyukai sesuatu, maka mereka cenderung akan menghindari hal itu daripada menyelesaikannya,” katanya.

Tak hanya itu, kecanduan konten receh di media sosial juga membuat tingkat kesabaran gen Z melemah. Jika generasi sebelumnya ingin menikmati sebuah hiburan, maka mereka harus menunggu dalam kurun waktu tertentu.

Berbeda dengan generasi sekarang yang semua harus instan. Dan jika mereka terlibat masalah, maka mereka lebih memilih untuk meninggalkannya daripada memperbaiki.

Topik Menarik