Anggota DPR RI Fraksi PDIP, Dilaporkan ke KPK dan Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
JAKARTA, iNewsTangsel.id - Ketua Lembaga Studi dan Advokasi Anti Korupsi (LSAK), Hariri, melaporkan Dedy Sitorus, anggota DPR RI Komisi VI dari Fraksi PDIP periode 2019-2024, ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Polri. Laporan ini terkait dugaan tindak pidana korupsi dan/atau gratifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat (1) Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dugaan tersebut melibatkan dua pengusaha muda asal Ternate berinisial GSF dan TJF, pemilik CV. SA, sebagai pemberi gratifikasi.
Menurut Hariri, selama masa kampanye legislatif dari 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024, Dedy Sitorus, yang maju sebagai calon anggota DPR dari PDIP untuk daerah pemilihan Kalimantan Utara, menggunakan helikopter jenis EC130T2 milik PT. SCA. Helikopter tersebut disewa melalui PT. MBA untuk memudahkan akses ke lokasi kampanye dan menarik suara, meskipun ia masih berstatus sebagai anggota DPR RI.
Paslon 02: Jangan Ada Keberpihakan, Diskriminasi, Intervensi di KPU dan Bawaslu Bojonegoro
“Patut diduga ada hubungan istimewa antara Dedy Sitorus sebagai penyelenggara negara dan pemberi gratifikasi. Dugaan gratifikasi ini menjadi tugas penyidik untuk mengungkapnya. Dedy Sitorus diduga menerima fasilitas berupa penyewaan helikopter jenis EC130T2 milik PT. SCA sebanyak delapan kali dalam periode 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024, dengan total durasi penerbangan diperkirakan 48 jam,” ujar Hariri kepada wartawan di Gedung Bareskrim Polri, Selasa (17/12/2024), setelah laporan diterima oleh Irjen Pol Cahyono Wibowo, Kepala Korstastipidkor Polri.
Berdasarkan tarif penyewaan helikopter jenis EC130T2 yang diberlakukan PT. SCA, yaitu USD 4.000 per jam, total nilai gratifikasi yang diterima Dedy Sitorus sebagai penyelenggara negara diperkirakan mencapai USD 192.000 atau setara Rp3.072.000.000. “Fasilitas ini memungkinkan Dedy Sitorus mendulang suara sebanyak 59.333 suara, mengungguli calon lain seperti Hasan Saleh dari Partai Demokrat dan Immanuel Ebenez,” tambah Hariri.
Helikopter EC130T2 dan Dugaan Gratifikasi
Helikopter EC130T2 milik PT. SCA adalah helikopter serbaguna ringan bermesin tunggal yang dikembangkan dari Eurocopter AS350 Ecureuil. Salah satu inovasinya adalah penggunaan perangkat anti-torsi Fenestron sebagai pengganti rotor ekor konvensional. Helikopter ini dikembangkan oleh Eurocopter Group yang kini dikenal sebagai Airbus Helicopters.
Dari Flexing ke Jerat Korupsi
Dugaan gratifikasi ini terungkap karena kebiasaan Dedy Sitorus memamerkan kemewahan atau “flexing” di media sosialnya. Selama kampanye, ia beberapa kali mengunggah aktivitasnya menggunakan helikopter jenis EC130T2 di platform TikTok pribadi. Unggahan tersebut menjadi awal terbukanya kasus ini.
Kasus korupsi yang diawali dengan aksi flexing bukan kali pertama terjadi. Sebelumnya, gaya hidup mewah sejumlah tokoh seperti Indra Kenz dan Doni Salmanan (kasus investasi bodong) juga berujung pada pidana. Keduanya telah divonis masing-masing 10 tahun dan 8 tahun penjara.