Panduan Pilpres AS 2024, Begini Cara Menentukan Pemenang antara Trump atau Harris
JAKARTA, iNews.id - Pilpres AS 2024 digelar pada Rabu (5/11/2024). Kandidat dari Partai Demokrat Kamala Harris akan berhadapan dengan pesaingnya dari Partai Republik, Donald Trump.
Data Election Lab Universitas Florida mengungkap, lebih dari 78 juta orang telah memberikan suara lebih awal berdasarkan data hingga Senin (4/11/2024) WIB. Disebutkan, total 78.003.222 orang memberikan suara dengan perincian, sebanyak 42.654.364 memilih langsung di TPS dan 35.348.858 melalui pos.
Pemilih yang memberikan suara langsung ke TPS lebih banyak daripada melalui pos. Ini berbeda dengan Pilpres AS 2020 di mana sebagian besar pemilih menggunakan pos akibat pandemi Covid-19. Warga cenderung menghindari tempat keramaian. Sementara itu jumlah pemilih terdaftar di AS saat ini sekitar 168 juta orang.
Berbeda dengan Indonesia, di mana presiden dipilih secara langsung, dalam pilpres AS warga tak memilih antara Harris atau Trump. Mereka memilih anggota Electoral College, lembaga yang menjadi penentu kemenangan. Ini juga yang menyebabkan seorang capres AS yang populer atau meraih suara terbanyak belum tentu memenangkan pilpres.
Lantas, bagaimana cara menentukan pemenang antara Harris dan Trump?
Sistem pilpres AS mengenal Electoral College, lembaga pemilihan yang menentukan siapa presiden dan calon presiden berikutnya. Saat warga memberikan suara ke tempat pemungutan suara (TPS) atau melalui pos, mereka sebenarnya memilih sekelompok orang yang membentuk Electoral College.
Lembaga ini merujuk pada sekelompok orang yang mmeiliki tugas bersama. Mereka bertemu setiap 4 tahun, beberapa pekan setelah hari pemilihan pada 5 November.
Jumlah anggota Electoral College dari setiap negara bagian bergantung pada populasi penduduk di wilayah itu. Oleh karena itu setiap negara bagian memiliki jumlah anggota Electoral College sebanyak yang dimiliki anggota parlemen di Kongres atau Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) plus Senat.
California memiliki anggota electoral terbanyak, yakni 55, sementara beberapa negara bagian yang berpenduduk lebih sedikit seperti Wyoming, Alaska, dan Dakota Utara, serta Washington DC, memiliki minimal tiga. Total ada 538 anggota electoral.
Setiap anggota mewakili satu suara elektoral dan seorang capres AS harus memperoleh suara mayoritas, setidaknya 270, untuk bisa melenggang ke Gedung Putih.
Umumnya, negara bagian memberikan semua suara elektoral kepada siapa pun pemenang. Misalnya, jika seorang capres memenangkan 50,1 persen suara di Texas, mereka akan mendapat semua suara elektoral yakni 38.
Alternatif lain, seorang capres bisa menang telak dan masih memperoleh jumlah suara elektoral yang sama.
Oleh karena itu, sangat mungkin bagi seorang kandidat untuk memenangkan posisi presiden melalui persaingan ketat di negara bagian, meskipun total suara secara nasional yang didapat lebih sedikit.
Hanya ada dua negara bagian yakni Maine dan Nebraska yang membagi suara Electoral College menurut proporsi suara yang diterima masing-masing kandidat. Inilah sebabnya mengapa capres lebih mengincar negara bagian tertentu, ketimbang memenangkan sebanyak mungkin suara nasional.
Setiap kemenangan di negara bagian, semakin mendekatkan mereka dengan 270 suara elektoral yang dibutuhkan.
Dua dari lima pilpres AS sebelum 2020 dimenangkan oleh kandidat yang memiliki suara lebih sedikit dibandingkan pesaing mereka. Para capres bisa saja lebih populer dari pesaingnya, namun gagal memenangkan 270 suara elektoral.
Pada 2016, selisih suara yang didapat Donald Trump hampir 3 juta suara lebih sedikit daripada Hillary Clinton, namun dia memenangkan kursi presiden. Itu karena suara elektoral yang didapatnya lebih banyak.
Pada 2000, George W Bush memenangkan 271 suara elektoral, meskipun kandidat dari Partai Demokrat, Al Gore, memenangkan suara populer dengan selisih 500.000 lebih.
Tiga presiden lain yang terpilih tanpa memenangkan suara populer adalah John Quincy Adams, Rutherford B Hayes, dan Benjamin Harrison, semuanya terjadi di abad ke-19.