Kisah Shaban Al Dalou, Remaja Gaza Hafal Alquran yang Dibakar Hidup-Hidup oleh Tentara Israel
GAZA, iNews.id - Serangan brutal pasukan Israel terhadap tenda pengungsian di Rumah Sakit Syuhada Al Aqsa, Senin (14/10/2024), menewaskan sedikitnya empat orang serta melukai lebih dari 70 lainnya. Para korban terbakar hidup-hidup di tenda pengungsian mereka saat terlelap tidur.
Salah satu korban meninggal adalah Shaban Al Dalou, mahasiswa ilmu komputer dengan spesialisasi software berusia 19 tahun. Shaban tinggal di tenda halaman RS Syuhada Al Aqsa, Deir Al Balah, Gaza Tengah, sebagai pengungsi.
Dia dibakar hidup-hidup di tenda setelah jet tempur Zionis menembakkan rudal ke tempat pengungsian tersebut. Shaban sempat dirawat di RS bersama ibunya dalam kondisi luka bakar yang parah, namun mereka tak bisa bertahan.
Sebagai anak paling tua, Shaban berupaya untuk mencari nafkah bagi keluarga serta mencari uang untuk membawa mereka keluar dari Gaza. Salah satu hal yang dia lakukan adalah membuat video, menggambarkan penderitaan keluarganya pergi dari satu pengungsian ke pengungsian lain untuk menghindari serangan Israel.
Cerita Natalius Pigai Hadiri Pembekalan Calon Menteri Prabowo Tanpa Sopir, Beda dengan Tokoh Lain
Video terakhirnya akhirnya dilihat dunia meski sudah terlambat. Dalam video yang direkam beberapa pekan dan bulan sebelum meninggal, dia berbicara tentang kenyataan hidup di Gaza, seperti sebuah firasat mengenai akhir kehidupannya.
“Tidak ada tempat yang aman di Gaza,” kata Shaban, berbicara ke kamera ponsel dari tenda darurat, seperti dilaporkan Al Jazeera.
Dalam video lain, Shaban berbicara mengenai sulitnya mendapatkan makanan karena pasukan Israel menutup akses Gaza bagian tengah dengan wilayah lainnya. Kondisi itu memaksa warga harus mencari makan sendiri.
Pada kesempatan lain, Shaban merekam sendiri saat mendonorkan darah di Rumah Sakit Syuhada Al Aqsa yang telah dibom Israel pada tahun lalu.
“Kami melihat begitu banyak korban luka, banyak anak-anak sangat membutuhkan darah. Yang kami tuntut hanyalah gencatan senjata dan tragedi ini berakhir," kata Shaban, dalam video.
Dia juga meminta sumbangan untuk membantu keluarganya mengungsi ke Mesir.
"Saya mengurus keluarga karena saya yang tertua," katanya, seraya menambahkan orang tua, dua adik perempuan, dan dua adik laki-lakinya telah mengungsi lima kali sebelum tinggal di halaman RS Al Aqsa.
Namun tenda yang mereka bangun berubah menjadi peti mati pada Senin lalu setelah serangan brutal pasukan Zionis. Shaban dan keluarganya terjebak dalam kobaran api.
Ayahnya, Ahmad Al Dalou, juga mengalami luka bakar parah. Dia mengatakan masih bisa keluar dari tenda, namun tidak dengan anak-anaknya.
Dari luar tenda, dia menyaksikan langsung api membakar anak-anaknya. Dua dari anaknya masih bisa dia selamatkan, namun tidak dengan yang lainnya.
"Setelah itu, api membakar semuanya. Saya tidak bisa menyelamatkan mereka," katanya.
Ahmad mengatakan, Shaban pernah mengatakan ingin belajar di luar negeri untuk menjadi dokter. Namun Ahmad menolak keinginan putra sulungnya itu karena ingin dia tetap berada di Gaza membantu keluarga.
Meski demikian, lanjut Ahmad, Shaban tetap anak yang tekun belajar serta menjadi hafiz Alquran atau menghafal seluruh Alquran.
Bahkan, meski di tengah kondisi perang, Shaban tak jauh dari laptopnya agar bisa belajar.
“Dia sangat mencintai ibunya. Sekarang, dia telah menjadi syahid di pelukan ibunya. Kami mengubur mereka dalam kondisi berpelukan satu sama lain," ujarnya.