Apakah Ada Sholat Tolak Bala dalam Islam?

Apakah Ada Sholat Tolak Bala dalam Islam?

Berita Utama | okezone | Rabu, 28 Agustus 2024 - 13:10
share

APAKAH ada sholat tolak bala dalam Islam? Sholat tolak bala ini biasa dikerjakan sebagian orang pada malam rabu wekasan. Rabu wekasan (Rabu pungkasan) dalam bahasa Jawa yakni "Rebo" artinya hari Rabu, dan "Wekasan" atau "pungkasan" artinya terakhir. Istilah ini dipakai untuk menamai hari Rabu terakhir pada bulan Safar.

Beberapa orang pada rabu wekasan melakukan amalan seperti doa hingga sholat tolak bala 4 rakaat. Pada setiap rakaat, setelah membaca Surat Al Fatihah, dilanjutkan melafadzkan Surat Al Kautsar sebanyak 17 kali, Surat Al Ikhlas 5 kali, Al Mu'awwidzatain (Surat Al Falaq dan An-Nas) 1 kali.

Mereka yang perhatian dengan rabu wekasan berkeyakinan bahwa setiap tahun akan turun 320.000 bala, musibah, atau bencana; dan itu akan terjadi pada hari Rabu terakhir bulan Safar. Dikarenakan keyakinan ini, sebagian orang mengimbau melakukan ibadah khusus pada hari itu, salah satunya sholat tolak bala, terutama bagi orang Syiah. 

Dihimpun dari laman Konsultasi Syariah, dai muda asal Yogyakarta Ustadz Ammi Nur Baits ST BA mengungkapkan fenomena rabu wekasan bukan hanya terjadi di Indonesia. Sebab, ternyata kaum Muslimin di belahan dunia lain juga turut membahas hari Rabu terakhir bulan Safar.

Di berbagai forum daring (online), mereka sangat antusias membicarakan rabu wekasan ini. Tidak lupa mereka sebutkan sederet amalan sebagai upaya tolak bala yang sama sekali tidak pernah dicontohkan dalam Islam.

Di antara amalan tersebut adalah mengerjakan sholat tolak bala 4 rakaat dengan satu kali salam. Sholat ini dikerjakan pada waktu dhuha atau setelah terbit matahari. 

 

Pada setiap rakaat membaca Surat Al Fatihah kemudian Surat Al Kautsar 17 kali, Surat Al Ikhlas 50 kali, Al Mu'awwidzatain (Surat Al Falaq dan An-Nas) masing-masing 1 kali.

Ketika salam membaca Surat Yusuf Ayat 21 yang berbunyi:

وَاللَّهُ غَالِبٌ عَلَى أَمْرِهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ.

Artinya: "Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya."

Ayat tersebut dibaca sebanyak 360 kali. Kemudian ditambah Jauharatul Kamal 3 kali, dan ditutup dengan bacaan seperti berikut (Surat Ash-Shaffat Ayat 180–182):

سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.

Kegiatan ini dilanjutkan dengan memberikan sedekah makanan kepada fakir miskin. Tidak cukup sampai di situ, ada juga yang menyuruh untuk membuat rajah-rajah dengan model tulisan tertentu pada secarik kertas, kemudian dimasukkan ke dalam sumur, bak kamar mandi, atau tempat-tempat penampungan air lainnya.

Mereka berkeyakinan, siapa yang melakukan ritual tersebut pada rabu wekasan, dia akan terjaga dari segala bentuk musibah dan bencana yang turun ketika itu. 

Sumber referensi yang dijumpai yang membahas masalah ini adalah kitab "Kanzun Najah" karya Abdul Hamid bin Muhammad Ali Quds, salah satu tokoh sufi, murid Zaini Dahlan.

Dalam buku tersebut, dia menyatakan di pasal: Hal-hal yang Dianjurkan ketika bulan safar,

اعلم…أن مجموع الذي نقل من كلام الصالحين كما يعلم مما سيأتي أنه ينزل في آخر أربعاء من صفر بلاء عظيم، وأن البلاء الذي يفرِّق في سائر السنة كله ينزل في ذلك اليوم، فمن أراد السلامة والحفظ من ذلك فليدع أول يوم من صفر، وكذا في آخر أربعاء منه بهذا الدعاء؛ فمن دعا به دفع الله سبحانه وتعالى عنه شرَّ ذلك البلاء. هكذا وجدته بخط بعض الصالحين

Ketahuilah bahwa sekelompok nukilan dari keterangan orang salih –sebagaimana nanti akan diketahui– bahwa pada hari Rabu terakhir bulan safar akan turun bencana besar. Bencana inilah yang akan tersebar di sepanjang tahun itu. Semuanya turun pada hari itu. Siapa yang ingin selamat dan dijaga dari bencana itu, maka berdoalah di tanggal 1 safar, demikian pula di hari rabu terakhir dengan doa yang sama. Siapa yang berdoa dengan kalimat itu maka Allah akan menyelamatkannya dari keburuhan musibah tersebut. Inilah yang aku temukan dari tulisan orang-orang salih. Selanjutnya, penulis menyebutkan beberapa doa yang dia ajarkan. (Kanzun Najah, halaman 49)

Sebagai orang beriman daan meyakini bahwa sumber syariat adalah Alquran dan sunnah Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wassallam, tentu saja kabar semacam ini tidak boleh dipercaya. Sebab, kedatangan bencana di muka bumi ini merupakan sesuatu yang ghaib dan tidak ada yang tahu kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Satu-satunya cara untuk mengetahui hal itu adalah melalui wahyu Alquran dan sunnah. Sementara penulis sama sekali tidak menyebutkan sumber selain klaim bahwa itu tulisan orang salih. Terlebih lagi tidak ada keterangan dari sahabat maupun ulama masa silam yang menyebutkan hal ini. 

Topik Menarik