Daya Saing RI Naik ke Peringkat 27, Nomor 3 di ASEAN

Daya Saing RI Naik ke Peringkat 27, Nomor 3 di ASEAN

Berita Utama | inews | Jum'at, 28 Juni 2024 - 13:00
share

JAKARTA, iNews.id - Daya saing Indonesia menempati pertingkat tertinggi untuk pertama kalinya berdasarkan International Institute for Management Development (IMD) melalui rilis World Competitiveness Ranking (WCR) 2024 tentang daya saing berbagai negara dunia. Dalam laporan terbaru ini, Indonesia menempati peringkat 27 dari 67 negara, naik 7 peringkat dari tahun lalu di posisi 34, dengan skor 71,52. 

Sejak tahun 1997, baru kali ini Indonesia menembus peringkat 20-an yaitu pada periode pemerintahan kedua Presiden Joko Widodo dan menjadi yang terbaik sepanjang sejarah. Di wilayah Asia Tenggara, Indonesia termasuk tiga besar, hanya di bawah Singapura (peringkat 1 dunia) dan Thailand (peringkat 25). 

Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyebut lonjakan peringkat daya saing Indonesia sebagai suatu hal positif untuk meningkatkan kepercayaan investor, khususnya investor asing terhadap iklim berusaha di Indonesia. 

Staf Khusus Bidang Hubungan dengan Daerah Kementerian Investasi/BKPM, Tina Talisa menyebut, bahwa dengan adanya kenaikan 7 peringkat daya saing Indonesia ini, artinya langkah-langkah yang dilakukan oleh pemerintahan sudah tepat. 

”Terbukti dengan upaya yang telah dilakukan selama 2 periode pemerintahan ini, daya saing Indonesia melesat ke posisi 27. Peringkat tertinggi sepanjang sejarah. Ini adalah hal positif yang menunjukkan bahwa kita memang betul-betul siap bersaing. Apalagi, di antara negara ASEAN, kita sudah masuk tiga besar,” ucap Tina dalam keterangannya, Jumat (28/6/2024).

Dalam periode 5 tahun terakhir, baru pada tahun ini Indonesia berhasil menempati posisi 27. Sebelumnya, Indonesia menempati peringkat 34 (2023), peringkat 44 (2022), peringkat 37 (2021), dan peringkat 40 (2020). IMD sendiri telah melakukan penilaian WCR sejak tahun 1989 dan Indonesia tercatat telah mengikuti penilaian sejak tahun 1997. 

“Selama 10 tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo, peringkat kita memang dinamis di antara peringkat 30-40an. Untuk pertama kalinya di tahun ini, kita menembus peringkat 20-an," tuturnya.

Dalam laporan tahun ini, tiga dari empat faktor utama yang dinilai, Indonesia mengalami peningkatan. Faktor Economic Performance peringkat 24 (naik 5); Government Efficiency peringkat 23 (naik 8); dan Business Efficiency peringkat 14 (naik 6) – hanya tertinggal dari Singapura di wilayah Asia Tenggara. Faktor yang mengalami penurunan adalah Infrastructure peringkat 52 (turun 1).

Tina juga mencatat ada tiga dari dua puluh indikator yang melonjak naik di tahun ini. Indikator Domestic Economy naik 18 peringkat; Institutional Framework naik 14 peringkat; serta Productivity & Efficiency naik 12 peringkat. Walaupun demikian, indikator Productivity & Efficiency dianggap belum baik karena masih berada di area bawah. 

”Secara institusi, pemerintah memang banyak bebenah. Tahun 2020 dibuat UU CK (Undang-Undang Cipta Kerja) yang disempurnakan tahun 2023 melalui Perppu CK. Di sini kita juga menekankan ekonomi yang lebih inklusif, memberdayakan UMKM. Tidak hanya di Kementerian Investasi, seluruh kementerian/lembaga konsisten menerapkannya,” ucapnya.

Pemerintah Indonesia mengesahkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2023 Tentang Cipta Kerja. Salah satu turunannya untuk memperkuat UMKM, Kementerian Investasi/BKPM mengeluarkan Peraturan Menteri Investasi/Kepala BKPM Nomor 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kemitraan di Bidang Penanaman Modal antara Usaha Besar dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Daerah. 

Indonesia, bersama China, India, Brazil, dan Turki mengalami pertumbuhan dan pembangunan yang pesat, sehingga memiliki peran yang signifikan dalam perdagangan, investasi, inovasi, dan geopolitik. 

Beberapa tantangan yang mengemuka ke depannya antara lain dengan adanya pemerintahan baru, maka diperlukan arah kebijakan ekonomi yang lebih jelas, kepastian hukum, keberlanjutan reformasi birokrasi, dan mendorong pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru.

Topik Menarik