Dibangun Tanpa Paku, Rumah Adat Suku Baduy Ternyata Anti Gempa dan Longsor

Dibangun Tanpa Paku, Rumah Adat Suku Baduy Ternyata Anti Gempa dan Longsor

Berita Utama | BuddyKu | Selasa, 6 Desember 2022 - 10:20
share

Pemalang, iNews.id - Dibalik kekayaan budaya yang lekat dengan adat istiadat, Suku Baduy memiliki sebuah warisan turun temurun yang selalu dijaga nilai kemurniannya. Bahkan, salah satu warisan tersebut dipercaya mampu bertahan selama ratusan tahun di berbagai kondisi.

Suku Baduy sendiri merupakan masyarakat yang mendiami wilayah Lebak, Banten. Mereka menciptakan pemukiman di wilayah pedalaman dan beriringan dengan alam.

Rumah adat Suku Baduy diberi nama Sulah Nyanda, dimana memiliki ruangan yang dibagi menjadi 3 sekat, diantaranya sosoro (depan), tepas (tengah) dan ipah (belakang). Rumah adat tersebut tidak dilengkapi dengan jendela, sehingga Suku Baduy menggantinya dengan sebuah lubang di lantai yang berfungsi sebagai sirkulasi udara.

Beberapa keunikan rumah adat Sulah Nyanda ini ternyata menyimpan sejumlah fakta yang menarik. Bahkan, rumah adat ini pun dipercaya mampu tahan terhadap guncangan gempa bumi.

Berikut beberapa keunikan rumah adat Sulah Nyanda asal Suku Baduy, diantaranya :

1. Memiliki 1001 Pantangan

Dalam proses pembuatan rumah adat ini, konon Suku Baduy memiliki 1001 pantangan yang tak boleh dilanggar. Mereka membuat perhitungan sesuai adat istiadat setempat, mulai dari waktu membangun, material yang digunakan, hinga posisi depan rumah.

Mereka sangat patuh pada aturan adat, dalam hal pembangunan rumah sangat memperhatikan aturan-aturan seperti kapan akan dibangun, apa materialnya boleh dan tidak boleh digunakan, ke mana bagian depan rumah menghadap itu ada tabunya, kata pengamat budaya Baduy, Uday Suhada.

2. Tanpa Paku

Rumah adat Sulah Nyanda dibangun menggunakan material yang bersumber dari hutan, seperti kayu, bambu, ijuk, rotan dan daun rumbia. Bahkan Suku Baduy melarang keras penggunaan paku dalam proses pembangunan, karena dinilai akan merusak alam.

Sebagai gantinya, mereka meggunakan tali dari kulit atau akar pohon maupun pasak yang terbuat dari kayu.

Bukan hanya itu, Suku Baduy memiliki sebuah filosofi yang berbunyi lojor teu meunang dipotong, pondok teu meunang disambung, dimana istilah tersebut memiliki makna yang cukup mendalam yakni apa yang telah diberikan oleh Tuhan terhadap manusia berupa limpahan kekayaan alam, haruslah di jaga karena pada hakikatnya Tuhan telah memenuhi apa yang menjadi kebutuhan manusia, bukan apa yang menjadi keinginan manusia.

3. Tidak Diberi Warna

Keunikan berikunya yakni dapat dilihat dengan mata telanjang, dimana mayoritas rumah adat Suku Baduy tak memiliki variasi warna yang mencolok.

Hal ini disebutkan sebagai salah satu simbol kesederhanaan yang memiliki fungsi perlindungan dan kenyamanan.

Suku Baduy lebih memilih menggunakan warna asli dari material alam yang digunakan. Bahkan interiornya pun tak diberi banyak hiasan agar terjaga keasriannya.

4. Anti Gempa

Rumah adat milik Suku Baduy ini dipercaya tahan terhadap guncangan gempa. Hal itu dibuktikan saat terjadi peristiwa gempa bumi di Banten pada 2 Agustus 2019. Bahkan, saat dievakuasi, rumah adat ini tidak mengalami kerusakan apapun.

Memang kalau rumah daerah Baduy antigempa, rumah panggung biarpun gempa rosa (besar) antigempa, ujar pengamat budaya Baduy, Uday Suhada.

Bangunan yang berbentuk layaknya rumah panggung itu disebut - sebut memiliki rahasia pada meterialnya. Dinding yang terbuat dari bambu dan batu kali yang diletakkan di setiap penyangga membuat rumah ini tak menyentuh dengan tanah. Sehingga mengurangi resiko terdampak gempa bumi.

Banyak rongga di rumah, jadi kalau terjadi gempa, rumah akan mengikuti goyangan dari gempa. Tapi enggak ada yang roboh, ujar Jamal salah satu warga Suku Baduy.

5. Anti Longsor

Jika sebelumnya rumah adat ini dipercaya anti gempa, maka fakta berikutnya yaitu rumah adat Suku Baduy dinilai tahan terhadap longsor. Hal ini dikarenakan Rumah Adat Suku Baduy dibangun dengan mengikuti kontur tanah tempat didirikannya bangunan.

Sebelum proses membangun, para sesepuh desa akan berunding untuk menentukan waktu dan lokasi pembangunan.

Ada ritualnya, enggak boleh membangun rumah di sembarang tempat, ucap Jamal.

Selain itu, para warga juga telah mempertimbangkan mengenai dampak bencana yang terjadi di setiap lokasi pembangunan, dimana terdapat larangan agar tidak membangun rumah di dekat sumber mata air.

Kita sudah membaca dampak bencana yang terjadi. Kalua nanti longsor atau banjir, maka jangan bangun rumah di dekat mata air. Kalau terjadi bagaimana gempa? Rumah jangan disemen, lebih berbahaya, ujarnya.

6. Gotong Royong

Masyarakat Baduy menggunakan asas gotong royong dalam membangun sebuah rumah adat. Mereka memanfaatkan hasil alam sebagai bahan baku utamanya. Selain itu, Seluruh bangunan rumah Suku Baduy pun dibuat menghadap ke utara-selatan dan saling berhadapan.

Itulah beberapa fakta unik dari Rumah Adat Suku Baduy yang harus dijaga kelestariannya. Selain itu, beberapa rumah adat di Indonesia yang mempunyai konsep hampir sama juga dimiliki oleh Rumah Adat Nias asal Sumatra Utara dan Rumoh Aceh khas suku Aceh.

Bentuk arsitektur ketiganya dapat dijadikan referensi dalam membuat bangunan berkonsep anti gempa maupun longsor.

Topik Menarik