Waspada! BMKG Prediksi Puncak Musim Hujan Januari-Februari 2025
JAKARTA, iNewsBekasi.id- Puncak musim hujan diprediksi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) terjadi pada Januari hingga Februari 2025. Masyarakat diingatkan mewaspadai potensi bencana hidrometeorologi.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, curah hujan telah meningkat pada November dan berlanjut pada Desember hingga awal tahun 2025.
“Jadi ringkasannya adalah akhir tahun 2024 mulai dari bulan November hingga Desember diprediksi dan saat ini memang sudah terjadi La Nina lemah yang bersamaan dengan masuknya musim hujan,” kata Dwikorita saat Sosialisasi potensi bencana Hidrometeorologi dalam Rapat Koordinasi Inflasi di Kantor Kemendagri, dikutip Kamis (21/11/2024).
Dalam proyeksi curah hujan tahunan, Menurut Dwikorita, sekitar 67 persen wilayah Indonesia berpotensi mengalami curah hujan lebih dari 2.500 mm. Beberapa di antaranya bahkan diprediksi mencapai 5.000 mm per tahun.
"Beberapa daerah yang akan mengalami curah hujan tinggi termasuk sebagian besar wilayah Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua," ujarnya.
Sementara itu, sekitar 15 persen wilayah Indonesia diprediksi akan mengalami curah hujan di atas normal, sedangkan hanya 1 persen wilayah yang diperkirakan mengalami curah hujan rendah, terutama di daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Papua Barat.
Dia memprediksi puncak musim hujan terjadi pada Januari hingga Februari 2025 yang biasanya disertai dengan fenomena angin kencang dan kilat petir.
“Wilayah-wilayah yang rawan banjir dan longsor harus tetap waspada, terutama daerah yang berada di lereng gunung api. Hujan dengan intensitas sedang pun dapat menyebabkan banjir lahar yang berpotensi merusak,” tutur dia.
Dwikorita menegaskan pentingnya kesiapsiagaan menghadapi bencana hidrometeorologi yang dapat terjadi kapan saja, terutama menjelang akhir 2024 dan awal 2025. Diharapkan pemerintah daerah, masyarakat dan pihak terkait dapat memanfaatkan informasi cuaca yang disediakan untuk mengambil langkah-langkah mitigasi dan pencegahan.
“Dengan adanya data cuaca yang lebih terperinci dan pemantauan yang lebih akurat, kami berharap potensi dampak bencana dapat dikurangi,” kata Dwikorita.