Masih Berpolemik, BRIN Dorong Percepatan Riset Kratom

Masih Berpolemik, BRIN Dorong Percepatan Riset Kratom

Terkini | barito.inews.id | Kamis, 30 Januari 2025 - 04:50
share

PONTIANAK, iNewsBarito.id Ekspor kratom masih berpolemik hingga saat ini. Terkini, sejumlah eksportir merasa dirugikan karena gagal mengirim ribuan ton kratom, lantaran terbentur aturan atau izin ekspor yang berlapis dari pemerintah.

Menanggapi polemik ini, Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Profesor Masteria Yunovilsa Putra mengutarakan, hal tersebut terjadi lantaran masih adanya pro dan kontra terhadap tanaman dengan nama ilmiah mytragina speciosa tersebut.

Kratom merupakan tanaman asli Indonesia atau ASEAN, pasti kalau kita lihat memang memiliki pro dan kontra. BRIN memang sejak tahun lalu diminta oleh pemerintah untuk meneliti kratom ini, kita lihat bagaimana dampak negatif dan dampak positif dari kratom, kata Masteria melalui sambungan telepon.

Masteria memandang, aturan ekspor yang ditetapkan oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan, merupakan salah satu upaya untuk menjaga kualitas kratom yang akan dipasarkan ke mancanegara.

Secara teknis di lapangan saya kurang paham apa yang terjadi. Tetapi menurut saya, kondisi saat ini mungkin Kemendag sebagai regulator untuk sisi ekspor, sedang melakukan upaya untuk menjaga kualitas kratom sesuai dengan ketentuan. Sebab, isu mengenai kualitas seperti kontaminasi logam berat dan mikrobiologi, membuat FDA memberikan import alert terhadap kratom asal Indonesia, ujarnya.

Dia memaparkan, aturan yang diberlakukan oleh Kemendag ini merupakan bentuk diplomasi terhadap aturan dari FDA (Food and Drug Administration) atau Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat, sehingga import alert yang diberlakukan bisa dicabut.

Untuk menjaga kualitas tersebut, eksportir terdaftar (ET) harus sesuai dengan standar yang sudah ada di Permendag dan QC (quality control) dari laboratorium surveyor yang menjaga setiap batch dari hasil kratom tersebut, timpalnya.

Terhadap isu ini, Masteria mendorong semua pihak di pemerintahan terutama yang berkepentingan khususnya Kementerian Kesehatan, BRIN, Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk diskusi berasama membahas percepatan riset kratom.

Perlu diskusi bersama untuk percepatan riset kratom ini. Sehingga justifikasi saintifik penggolongannya, bisa diterima oleh semua pihak. Sehingga para petani dan eksportir kratom mendapatkan kepastian hukum yang jelas, katanya.

Hal ini, sambung Masteria, penting dilakukan mengingat pada Maret mendatang, akan diadakan pertemuan UN Comission on Drugs. Isu kratom ini akan dibahas dalam pertemuan tersebut. Sejumlah negara di Eropa dan Amerika masih berupaya mem-banned atau menolak penggunaan kratom.

Beberapa negara di Eropa seperti Swedia dan beberapa negara bagian di US, berusaha untuk mem-ban penggunaan kratom ini. Sehingga bisa saja ke depannya WHO akan memasukan kratom ke dalam golongan psikotropika, timpalnya.

Sehingga, jika hal tersebut terjadi, bakal membawa petaka bagi keberlangsungan petani dan eksportir kratom. Aturan yang dibuat akan menghambat ekspor karena beberapa negara yang masih mengizinkan penggunaan kratom akan mengadopsi aturan dari WHO.

Kratom dimasukkan ke dalam golongan psikotropika oleh WHO, tentu saja ini akan menjadi isu yang sangat sensitif bagi petani dan eksportir. Sehingga aturan yang dibuat akan menjadi terhambat karena mungkin saja beberapa negara yang masih mengizinkan akan mengadopsi keputusan WHO, jelasnya.

Sementara itu, Masteria menambahkan, berdasarkan riset dan penelitian yang telah dilakukan oleh BRIN, kratom sendiri memiliki sisi manfaat untuk dunia medis. Misalnya memiliki potensi anti cancer, kemudian sebagai anti inflamasi dan potensi sebagai analgesik.

BRIN berpijak dari segala sesuatu berdasarkan scientific. Artinya begini, kalau hasil yang kita teliti mendapatkan kebaikan, ya kita akan mengutarakan ini mempunyai manfaat. Kalau dia mempunyai sisi negatif, kita akan mengutarakan bahwa ini punya sisi negatif tapi juga positif, ujar Masteria.

Nantinya, sambung Masteria, regulator seperti Kemenkes dan BPOM akan melihat hasil penelitian itu. Keputusan berada di tangan regulator. Sementara BRIN, hanya menekankan secara hasil saintifikasi.

Saya belum dapat mengatakan kita mendukung atau tidaknya, nanti kita akan mendukung itu sesuai dengan hasil saintifik yang ada, begitu. Yang sudah terbukti, itu saja kalau dari kami, tandasnya.

Topik Menarik