Anak Ibarat Kertas Putih, harus Diisi Nilai serta Pengalaman dan Bimbingan Terbaik Orang Tua

Anak Ibarat Kertas Putih, harus Diisi Nilai serta Pengalaman dan Bimbingan Terbaik Orang Tua

Terkini | ttu.inews.id | Jum'at, 8 November 2024 - 16:20
share

SUMBA,iNewsTTU.id-Membangun kesepahaman dalam mendidik anak, mulai dari lahir hingga usia 18 tahun, merupakan tantangan besar yang harus dihadapi oleh semua orang tua demi mewujudkan Generasi Emas Indonesia, agar mereka dapat Tumbuh Menjadi Individu yang Cerdas, Sehat, Kuat, Kreatif, Berkarakter dan Mandiri.

Perjuangan ini membutuhkan kerja keras, terutama di Kabupaten Sumba Tengah, dimana tantangan yang dihadapi masih cukup kompleks, seperti tingginya angka kekerasan terhadap anak. Pola pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua sangat mempengaruhi pembentukan karakter anak, dan pemahaman yang benar mengenai pola asuh ini menjadi hal yang sangat krusial.

Di sisi lain, pengaruh penggunaan gadget atau gawai pintar juga membawa dampak besar pada perilaku anak. Kasus kekerasan seksual yang melibatkan anak sebagai korban maupun pelaku, sering kali dipicu oleh konten negatif yang diakses melalui perangkat tersebut, menunjukkan perlunya pengawasan dan edukasi yang lebih intensif oleh orang tua.

Tingkat kekerasan terhadap anak yang terdeteksi di tahun 2024 di Sumba Tengah menunjukkan adanya tujuh kasus yang terlapor di Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DinsosP3A) Kabupaten Sumba Tengah. Data ini mencerminkan tantangan nyata yang masih harus dihadapi dan diatasi bersama. Dengan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan keluarga, diharapkan berbagai tantangan ini dapat diatasi, dan generasi muda dapat tumbuh dalam lingkungan yang aman, mendukung, dan penuh kasih sayang.

Lingkungan keluarga menjadi fondasi utama dalam membentuk perilaku anak. Pola relasi antara orang tua sangat memengaruhi perkembangan sikap dan tindakan anak. Hubungan yang harmonis dapat menciptakan anak yang percaya diri dan penuh kasih, sedangkan hubungan yang penuh konflik dapat berdampak sebaliknya. Pengaruh teman sebaya juga tidak bisa diabaikan, karena anak cenderung meniru perilaku orang-orang di sekitarnya.

 

Dalam situasi tertentu, anak-anak bahkan tereksploitasi, terutama dalam musim kampanye atau kegiatan politik lainnya. Adat dan budaya lokal pun turut memainkan peran penting dalam membentuk karakter anak, baik secara positif maupun negatif, tergantung bagaimana nilai-nilai tersebut diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Demikian sambutan Ir. Umbu Saga Kuralena selaku Kepala Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DinsosP3A) Kabupaten Sumba Tengah, sekaligus membuka kegiatan sosialisasi Pola Pengasuhan Anak, Kamis, ( 7/11/2024). lalu.

Sosialisasi ini merupakan salah satu bagian Kegiatan sosialisasi dan Sinkronisasi Pelaksanaan Kebijakan, Program dan Kegiatan Pencegahan kekerasan terhadap Perempuan Lingkup Daerah Kabupaten/Kota. dengan Menghadirkan narasumber Kepala Bidang Perlindungan Khusus Anak (PKA) Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Nusa Tenggara Timur, France A. Tiran.

Pola asuh adalah fondasi yang membentuk kepribadian dan masa depan anak, di mana orang tua berperan sebagai pemandu utama dalam memberikan bimbingan, pendidikan, serta arahan moral yang penting. Pola asuh tidak hanya sekadar mendidik anak secara formal, tetapi juga melibatkan pendekatan emosional yang mendalam untuk menumbuhkan rasa aman, percaya diri, dan kemandirian. Melalui pola asuh, orang tua dapat membangun karakter anak dengan cara memberikan contoh nyata, menanamkan nilai-nilai moral, dan memperkuat ikatan emosional dalam keluarga.

Prinsip-prinsip dasar dalam pengasuhan anak harus ditekankan, mulai dari memberikan kasih sayang yang tulus, menerapkan disiplin yang membangun, hingga menghabiskan waktu berkualitas bersama anak. Orang tua perlu menunjukkan kasih sayang secara konsisten, memberikan waktu bermain bersama, berbicara, mendengarkan, dan melakukan aktivitas sehari-hari secara bersama-sama.

Ini bertujuan untuk memperkuat ikatan emosional antara orang tua dan anak, sehingga mereka merasa aman dan dihargai. Selain itu, penting bagi orang tua untuk mengajarkan nilai-nilai moral kepada anak, seperti membedakan mana yang benar dan salah, serta menunjukkan sikap saling menghargai. Orang tua juga harus mampu meminta maaf ketika melakukan kesalahan, menepati janji, dan menunjukkan kepercayaan pada anak. Semua ini akan membangun rasa hormat dan kepercayaan yang kuat dalam keluarga.

Demikian penjelasan France Abednego Tiran, SS, yang membawakan materi dengan topik Pola Pengasuhan Anak, ia juga mengungkapkan bahwa determinan perkembangan anak meliputi aspek lingkungan, baik lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.

 

Lingkungan sekolah dan masyarakat sekitar turut melengkapi dan memperkuat pengaruh tersebut, menciptakan kerangka dukungan yang menyeluruh bagi pertumbuhan anak.

Perlindungan ini sangat penting bagi anak-anak dalam situasi tertentu, seperti mereka yang berada dalam kondisi darurat, berhadapan dengan hukum, atau berasal dari kelompok minoritas. Misalnya anak-anak yang menjadi korban eksploitasi ekonomi, penyalahgunaan narkotika dan zat adiktif lainnya, hingga kejahatan seksual, yang memerlukan perhatian serius dari semua pihak, termasuk orang tua, masyarakat, dan pemerintah. Dengan demikian, upaya kolaboratif menjadi kunci dalam mewujudkan perlindungan yang efektif dan holistik.

Ungkap France Tiran dihadapan 50 peserta sosialisasi yang terdiri dari pengasuh/pendidik beberapa Taman Kanak-kanak (TKK) dan Pendidik Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Sumba Tengah dan juga diikuti oleh para Orang tua Murid TKK dan PAUD.

Kegiatan yang dilaksanakan di Gereja Kristen Sumba (GKS) Waihibur, Jalan Waihibur, Kecamatan Umbu Ratu Nggay Barat, Kabupaten Sumba Tengah, merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah Sumba Tengah dalam menurunkan angka kekerasan terhadap anak.

 

Dengan memberikan edukasi dan membangun kesadaran masyarakat tentang pentingnya perlindungan anak, khususnya orang tua dan pengasuh/pendidik, tentang pola pengasuhan anak yang baik dan optimal. Dengan pemahaman yang lebih baik, diharapkan mampu menerapkan pola asuh yang penuh kasih sayang, disiplin yang positif, serta komunikasi yang terbuka dengan anak-anak mereka.

Selain itu, membangun komitmen di dalam keluarga untuk melindungi anak dari tindakan buruk, termasuk kekerasan, menjadi bagian penting dari upaya ini. Keterlibatan aktif seluruh elemen keluarga dan masyarakat, anak-anak akan mendapatkan perlindungan yang layak dan tumbuh dalam lingkungan yang aman dan mendukung.

Dilaksanakan sebagai amanat dari Peraturan Perundang-undangan sebagai berikut: Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Undang Undang-Undang No 12 Tahun 2022 tentang Pidana Kekerasan Seksual; Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 nomor 297, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 5606); Keputusan Presiden RI Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Konvensi Hak Anak (convention on the Rights of the Child)

Pola asuh yang diterapkan dalam keluarga sangat bervariasi, dan secara umum dapat dikelompokkan menjadi tiga tipe utama: otoriter, permisif, dan demokratis. Pola asuh otoriter ditandai dengan sikap orang tua yang tegas, sering kali menggunakan hukuman, serta mengekang keinginan anak tanpa banyak memberi ruang komunikasi.

Pola ini cenderung membuat anak menjadi pendiam, kurang percaya diri, dan sulit berkomunikasi dengan orang tua. Sebaliknya, pola asuh permisif memberikan kebebasan yang berlebihan kepada anak tanpa adanya batasan atau aturan yang jelas, sehingga anak cenderung sulit mengelola stres, kurang disiplin, dan memiliki inisiatif yang rendah.

Di sisi lain, pola asuh demokratis menggabungkan kebebasan dengan pengendalian yang sehat, di mana orang tua memberikan arahan, dukungan, dan komunikasi terbuka, sehingga anak dapat tumbuh menjadi individu yang mandiri, percaya diri, dan menghargai orang lain.

Sementara itu, dalam laporan panitia yang disampaikan oleh Pekerja Sosial pada Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DinsosP3A) Kabupaten Sumba Tengah, Antonius Umbu Laiya Sobang, menyampaikan bahwa kegiatan yang digagas ini bertujuan untuk menambah referensi dan meningkatkan pemahaman dari setiap peserta tentang pola pengsuhan anak yang benar.

“Juga melalui kegiatan ini, sebagai salah satu upaya untuk menurunkan angka kekerasan terhadap anak dan meni ngkatkan kesadaran dan komitmen dari setiap keluarga untuk melindungi anak dari berbagai bentuk kekerasan” ungkap Anton Umbu Laiya Sobang, yang sebelumnya adalah Kepala Seksi  Pencegahan dan Penanganan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak pada DinsosP3A Kabupaten Sumba Tengah. 

Setelah penyampaian materi dari France Abednego Tiran, sebagai narasumber tunggal pada kegiatan sosialisasi di hari pertama, dilanjutkan dengan diskusi dimana beberapa perwakilan peserta diberikan kesempatan untuk bertanya seputar materi yang telah disajikan, dan juiga beberapa peserta diberi kesemapatan untuk  berbagi pengalaman dalam menerapakn pola pengasuhan anak dalam keluarga, yang dipandu oleh Moderator, Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada Dinsos P3A Kabupaten Sumba Tengah, Yanti W. Lestari.

Topik Menarik