Punggahan Poso, Tradisi Warga Sekitar Makam Ki Ageng Gribig Malang Sambut Ramadan

Punggahan Poso, Tradisi Warga Sekitar Makam Ki Ageng Gribig Malang Sambut Ramadan

Travel | BuddyKu | Senin, 20 Maret 2023 - 20:29
share

MALANG, iNews.id - Warga sekitar kawasan wisata religi Makam Ki Ageng Gribig menyelenggarakan tradisi punggahan poso menjelang bulan Ramadan. Tradisi ini ditandai dengan pembuatan kue apem dan membagi-bagikannya ke masyarakat sekitar dan peziarah.

Pembuatan apem yang berbahan dari tepung beras, tape, dan telur ini dilakukan sejak Senin siang (20/3/2023). Pembuatan apem ini melibatkan beberapa ibu-ibu di sekitar Pemakaman Ki Ageng Gribig, tokoh ulama yang menyebarkan agama Islam dari Kerajaan Mataram Islam.

Tampak seorang ibu bernama Halimah yang juga warga sekitar tengah memasak apem di gasebo kawasan Pemakaman Ki Ageng Gribig di Jalan Ki Ageng Gribig, Kelurahan Madyopuro, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang. Dia bergantian dengan ibu-ibu lain sejak pagi, membuat apem dari adonan ke cetakan kue.

Sementara beberapa orang laki-laki membantu merapikan dan menyiapkan makanan berupa nasi dan lauk pauk lain untuk acara tahlilan yang berlangsung seusai salat Maghrib. Beberapa warga laki-laki lain mengangkat apem-apem yang sudah jadi di sebuah balai di dalam kawasan pemakaman yang juga terdapat makam Bupati Malang pertama.

Satu per satu peziarah yang datang ke makam diberi apem. Beberapa peziarah yang keluar dari makam Bupati Malang pertama Raden Tumenggung Notodiningrat I atau Raden Pandji Welaskorokusumo I diberi apem oleh warga yang tergabung dalam Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Pesarean Gribig.

Ketua Pokdarwis Pesarean Ki Ageng Gribig Devi Nur Hadianto menyatakan, tradisi Punggahan Poso berasal dari bahasa Jawa, dari kata munggah atau menaiki, atau bisa dikatakan menjelang. Sedangkan kata poso merupakan bahasa Jawa yang berarti puasa.

Jadi tradisi punggahan poso ini tradisi untuk memasuki mempersiapkan menuju bulan puasa Ramadhan, tradisinya sama dengan megengan tapi di sini namanya punggahan poso, ucap Devi ditemui di kawasan Makam Ki Ageng Gribig, Senin petang.

Devi menuturkan, bila pembagian apem pada tradisi Punggahan Poso sebenarnya sudah berlangsung cukup lama di sekitar kawasan Gribig ini. Tetapi sempat vakum beberapa tahun hingga kembali dilanjutkan tiga tahun terakhir.

Ini tradisi lama yang dilaksanakan orang tua-tua kita dahulu. Sebagai wujud kegembiraan dan rasa senang menyambut bulan Ramadan yang datang, ucapnya.

Kue apem sendiri dipilih karena menyimbolkan permohonan maaf dari kata Bahasa Arab Afwan atau affuwwun, kemudian diserap ke kata Bahasa Jawa menjadi apem. Maka bisa diibaratkan pemberian apem ke orang lain juga sebagai wujud permintaan maaf sebelum datangnya bulan Ramadhan ke orang lain.

Intinya kita sebelum datangnya bulan Ramadan senang saling meminta maaf, dan kita berharap di bulan suci Ramadan kita bisa memperoleh pahala sebanyak-banyaknya, tuturnya.

Pada Punggahan Poso tahun ini, pihaknya mempersiapkan setidaknya 200 - 250 kue apem yang dibagi-bagikan ke masyarakat sekitar makam dan peziarah. Jumlah itu meningkat dibanding tahun 2022 lalu yang mencapai 100 buah kue apem.

Ini kita bagi-bagikan ke peziarah yang datang, masyarakat sekitar sini. Jadi sebagai pengembangan wisata religi juga sebagai media sodakoh, karena pendanaannya dari mereka - mereka yang mampu di sekitar sini, katanya.

Sementara itu, Halimah (56) warga sekitar yang membuat apem mengaku sudah tiga tahun ia membantu proses pembuatan apem untuk tradisi punggahan poso atau megengan, seperti masyarakat Jawa kenal pada umumnya.

Ini kan sudah tahun ketiga, membuatnya sejak pagi tadi. Kita pagi tadi kita bagi-bagikan ke warga sini, ini kita buat lagi, total dua adonan resep dengan total 200 sampai 250 apem, ucap Halimah.

Selama proses pembuatan apem sendiri dikatakan Halimah, seluruh prosesnya mudah. Apalagi perempuan yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga ini kerap dimintai tolong membuat aneka kue oleh beberapa warga sekitar makam.

Ibu rumah tangga sehari-harinya, tapi sudah sering buat. Ini buat apemnya giliran, kebetulan ini giliran saya, yang pagi tadi ada tapi sudah selesai, katanya.

Di sisi lain Aris Sugiarto salah satu peziarah menyambut baik tradisi megengan dengan memberikan kue apem ke para peziarah ini. Tradisi ini sebagai bagian dari pelestarian budaya menjelang bulan Ramadhan yang tiba.

Selain itu juga mengangkat ekonomi warga sekitar pembuat kue apem yang masih dipertahankan hingga sekarang, tutur peziarah asal Blimbing, Kota Malang ini.

Topik Menarik