Misteri yang Teruruk di Kaki Candi Borobudur, Ditutup atau Ditutup-tutupi?

Misteri yang Teruruk di Kaki Candi Borobudur, Ditutup atau Ditutup-tutupi?

Travel | BuddyKu | Jum'at, 25 November 2022 - 10:11
share

MAGELANG, NETRALNEWS.COM - Jauh dalam bayangan masyarakat, ternyata di balik keindahan Borobudur terdapat relief yang indah lengkap dengan penggambaran nenek moyang Indonesia.

Di kaki Candi Borobudur menyimpan banyak kenangan masa lalu, 160 panel diuruk. Relief tersebut bernama Karmawibhangga. Relief dibuat sebagai wujud dari akulturasi masyarakat setempat yang menafsirkan kitab Karmawibhangga .

Relief ini sendiri menggambarkan rangkaian adegan cerita yang tidak bersambung, yang sebagian besar dari pahatan panel relief menceritakan tentang karma manusia yang diakibatkan dari perbuatan yang ia lakukan di sepanjang hidupnya.

Perbuatan yang dimaksud bukan hanya tentang tingkah laku manusia, namun juga mengenai perkataan dan batin yang disimpannya, entah yang sudah dilakukan maupun belum dilakukan.

Karma merupakan suatu hal entah baik atau buruk yang terus melekat pada diri makhluk hidup. Dalam agama Budha, karma digunakan sebagai tolak ukur tinggi rendahnya martabat seseorang serta kualitas hidup individu tersebut.

Jika seseorang melakukan suatu perbuatan, maka hal itulah yang dikemudian hari dikembalikan padanya dalam bentuk karma. Karma berimbas pada hubungan antar manusia di sekitarnya.

Ahli Relief Karmawibhangga yang menggunakan acuan buku Karmawibhangga menafsirkan bahwa relief ini tidak murni diambil dari kitab namun kearifan lokal juga mempengaruhi pahatan relief.

Hal ini yang memberikan keunikan tersendiri dalam pahatan. Unsur kejeniusan yang dimiliki warga Mataram Kuno terkhusus di masa wangsa Syailendra ikut berperan di dalamnya.

Penggambaran yang demikian kemungkinan merupakan simbolisasi dari ajaran Buddha pada saat itu. Buddha memperkenalkan ajarannya disesuaikan dengan objek sasaran baik dari segi moral hingga kondisi sosial.

Disimpulkan bahwa nilai yang terkandung dalam kitab Maha Karmawibhangga telah bercampur serta membaur pada kehidupan sehari-hari masyarakat Mataram yang kemudian berubah menjadi norma adat.

Namun sejatinya, relief ini masih ditutup atau bahkan ditutup-tutupi? Terdapat dua opini mengenai penutupan relief ini. Pertama karena kontruski bangunan candi yang mungkin mulai runtuh. Kedua mengenai relief ini sendiri yang menggambarkan tindakan asusila.

Namun, bukankan tindakan asusila juga perlu kita pelajari?

Seharusnya kita tidak hanya belajar dari masa lalu yang baik saja, namun masa lalu yang buruk juga. Kenangan buruk tidak selamanya buruk, jika kita mengkajinya dari segi yang benar.

Bahkan masa lalu buruk itulah yang kemudian mengantarkan kita ke masa depan yang baik pula.

Untuk penutupan relief ini masih menjadi kontroversi bagi sejarah Indonesia. Untuk pembelajaran sejarah harusnya diperlukan, karena kita bisa melihat kondisi masyarakat pada saat itu melalui relief ini.

Penulis: Yolanda Rizki Pebriana