Kehidupan Suku Tengger di Gunung Bromo, Jejak Terakhir Kerajaan Majapahit di Indonesia
Keberadaan suku- suku primitif di Indonesia, ternyata menjadi jejak peradaban zaman dahulu kala untuk dieksplor dan menjadi pengetahuan akan sejarah yang pernah ada.
Salah satunya suku Tengger , peradaban yang mendiami kawasan Gunung Bromo yang dingin. Meski tercatat bukan suku primitif, namun suku ini tetap mendiami kawasan Bromo sejak dulu kala.
Dalam sebuah kajian sejarah, keberadaan suku Tengger di kawasan Gunung Bromo diperkirakan telah ada sejak era Hindu Kuno berkembang di Nusantara. Bahkan keberadaan mereka dibuktikan oleh masyarakat kolonial, termasuk pejabat tinggi Inggris, Sir Thomas Stamford Raffles.
Keberadaan suku Tengger bukanlah sekedar kebetulan masayarakat yang bermukim di kawasan Bromo. Melainkan eksistensi suku ini dikaitkan dengan kerajaan besar yang pernah memerintah wilayah Nusantara dahulu kala, Kerajaan Majapahit .
Hal ini diperkuat dengan ditemukannya sebuah prasasti yang terbuat dari kuningan di daerah penanjakan yang termasuk Desa Wonokitri, Kabupaten Pasuruan pada 1880 silam.
Dalam prasasti tersebut, tertulis jika peninggalan itu berangka tahun 851 Saka atau 929 Masehi. Prasasti tersebut pun menyebutkan sebuah nama \'Walandhit\' yang diduga merupakan sebuah desa yang terletak di kawasan pegunungan Tengger.
Walandhit dipercaya sebagai sebuah tempat suci yang dihuni oleh hulun hyang, orang yang menghabiskan hidupnya sebagai abdi dewata. Selain itu, Walandhit juga dipercaya merupakan tempat para pengungsi dari Majapahit bebaur sosial dengan orang Tengger.
Setelah gempuran Kerajaan Demak yang melemahkan Kerajaan Majapahit, banyak orang Majapahit melarikan diri ke Walandhit di Bromo. Kemungkinan terdekat, mereka bertemu dengan orang Tengger dan menjalin ikatan sosial yang erat di sana.
Hal itu dapat dilihat dari ritus keagamaan orang-orang Tengger yang hampir persis dengan ritusnya masyarakat Majapahit. Seperti halnya dengan upacara entas-entas.
Upacara adat ini adalah bagian dari ritus Tengger yang masih eksis. Dalam upacara adat ini api penyucian dari Dewa Siwa dan Dewi Uma digunakan untuk menyucikan arwah manusia agar sang arwah dapat naik ke kahyangan.