Indonesia Masih Mengincar Keanggotaan BRICS Meski Ada Ancaman Tarif Trump

Indonesia Masih Mengincar Keanggotaan BRICS Meski Ada Ancaman Tarif Trump

Terkini | sindonews | Kamis, 19 Desember 2024 - 07:12
share

Indonesia tetap bertekad untuk bergabung dengan BRICS meskipun ada ancaman dari Presiden AS terpilih Donald Trump untuk melipatgandakan tarif terhadap anggota-anggota blok yang dipimpin oleh Rusia dan China ini jika mereka mengejar tujuan untuk membangun alternatif bagi dolar AS dalam perdagangan internasional. Dalam sebuah pertemuan DPR bulan ini dengan Kementerian Luar Negeri Indonesia, para anggota parlemen mengungkapkan kekhawatiran mereka akan ancaman-ancaman Trump.

"Meskipun kami percaya diri dalam memperluas hubungan diplomatik kami, kehadiran Indonesia di BRICS dapat dianggap sebagai sebuah penyimpangan dari hubungan perdagangan tradisional dengan AS dan Uni Eropa," kata Sumail Abdullah, seorang anggota DPR dari partai yang berkuasa yang memiliki peran di bidang luar negeri. "Jangan sampai hal ini menjadi kenyataan, karena negara-negara seperti Rusia dan China pasti akan mendominasi BRICS."

Menteri Luar Negeri Sugiono pun membela keputusannya untuk bergabung dengan BRICS, dengan alasan bahwa ada banyak keuntungan menjadi anggota.

"Pada dasarnya, BRICS adalah sebuah platform yang baik dapat kita manfaatkan sebagai wadah untuk mendiskusikan dan mengedepankan kepentingan negara-negara berkembang. Ini juga merupakan implementasi dari kebijakan luar negeri kita yang bebas aktif," ujar dia kepada para anggota parlemen saat melakukan rapat kerja baru-baru ini, dilansir dari voanews.com, Kamis (19/12/2024).

Meskipun negara-negara BRICS telah menetapkan tujuan untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS sebagai mata uang pertukaran, Sugiono mengatakan bahwa masalah ini tidak dibahas dalam KTT BRICS di Rusia pada bulan Oktober 2024. Namun demikian, Sugiono membiarkan pintu terbuka untuk mempertimbangkan kembali keputusan tersebut mengingat ancaman tarif Trump.

"Jika kita merasa ada hal-hal yang dapat merugikan kepentingan nasional kita, maka kita dapat meninjau kembali keanggotaan kita di BRICS. Yang penting adalah bahwa upaya kita untuk bergabung dengan kelompok multilateral mana pun difokuskan untuk menjaga kepentingan nasional kita," tandas dia di depan para legilator.

Perjalanan Indonesia Gabung dengan BRICS

BRICS adalah organisasi kerja sama ekonomi global yang dibentuk pada tahun 2006 untuk memusatkan perhatian pada peluang investasi di antara negara-negara pendirinya, Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan.

Indonesia menyatakan keinginannya untuk bergabung dengan blok ini pada pertemuan puncak bulan Oktober di Kazan, Rusia, di mana Sugiono mengusulkan sejumlah langkah konkret untuk memperkuat kerja sama BRICS dan Global South.

Presiden Prabowo Subianto telah berulang kali menggarisbawahi niatnya untuk bersahabat dengan China dan Amerika Serikat, dan mengatakan Indonesia tidak akan bergabung dengan blok militer manapun.

Teuku Rezasyah, seorang profesor yang berspesialisasi dalam diplomasi dan kebijakan luar negeri di Universitas Padjadjaran, mengatakan kepada VOA bahwa bergabung dengan BRICS menempatkan Indonesia di pusat geopolitik antara blok-blok kekuatan yang saling bersaing.

"Kita tidak hanya dekat dengan Amerika Serikat, Uni Eropa, tapi juga semakin dekat dengan Rusia dan Cina. Sebagai hasilnya, kita memiliki kekuatan tawar-menawar yang lebih besar, yang akan menguntungkan kita," ujarnya dalam sebuah seminar nasional.

Teuku berpendapat bahwa visi bersama BRICS, seperti yang tercantum dalam pernyataan bersama tahun 2021, menyerukan arsitektur politik, ekonomi, dan keuangan global yang direstrukturisasi dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang direformasi sebagai pusatnya. Dia mengatakan visi ini mencerminkan dunia kontemporer yang lebih adil, seimbang, dan representatif.

Meskipun Indonesia telah diundang untuk menjadi anggota BRICS sejak tahun 2022, Indonesia baru secara resmi menyatakan keinginannya pada bulan Oktober tahun ini. Indonesia saat ini adalah negara mitra BRICS, sebuah status yang berlaku untuk 12 negara lain, termasuk sesama negara ASEAN, Malaysia, Vietnam, dan Thailand.

Teuku mengatakan bahwa organisasi ini secara umum dipahami sebagai sebuah usaha untuk membentuk sebuah blok geopolitik yang mampu mengimbangi pengaruh lembaga-lembaga global yang didominasi Barat seperti Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia.

Muhsin Shihab, seorang penasihat ahli hubungan kelembagaan di Kementerian Luar Negeri Indonesia, mengatakan pada bulan November bahwa dengan bergabung dengan BRICS, Indonesia dapat meningkatkan pengaruh globalnya dan dapat membantu membentuk agenda Global South.

Topik Menarik