Kisah Empat Bersaudara di Surabaya, Berebut Harta Warisan Orang Tua hingga Berujung Jalur Hukum
SURABAYA, iNewsSurabaya.id Rosono Ali Hardi dan saudaranya, Lily Ali Hardi, dan Welsono Ali Hardi hingga kini masih berjuang atas hak waris harta peninggalan/waris orang tua. Padahal, secara hukum keperdataan dalam perkara hak mutlak (legetime portie) dikalahkan sampai tingkat Peninjauan Kembali (PK).
Rosono Ali Hardi menceritakan awal konflik dirinya dengan adik kandungnya yang keempat, Warsono Ali Hardi. Suatu ketika dia bertanya perihal peninggalan harta orangtua dikarenakan sudah meninggal. Rosono meminta kejelasan kepada adiknya tentang warisan kedua orang tua mereka.
Warsono menjawab tidak tahu menahu tentang urusan itu. Menurut Rosono, semua usaha kedua orangtuanya, dia yang menjalankan. Namun, sampai kedua orang tuanya meninggal, Rosono mengaku tidak mendapatkan harta warisan apapun.
Lalu, tahun 2007, Rosono melaporkan Warsono ke Polda Jatim dengan tuduhan penggelapan. Namun, Warsono justru menuding Rusono melaporkan ibu kandung mereka ke polisi. Namun dia menegaskan
tidak pernah melaporkan ibunya ke polisi. Ibu kami, berkata akan mengklarifikasi semua itu dan akan membereskannya asalkan laporan di Polda Jatim itu dicabut, ujar warga Karangpilang, Surabaya ini, Senin (16/12/2024).
Begitu laporan dicabut, penyelesaian yang dijanjikan ibunya itu tidak pernah ada hingga sang ibu meninggal 19 Februari 2019. Masalah peninggalan harta orang tua ini kembali ditanyakan ke Warsono. Lama ditunggu, tak juga ada kejelasan. Namun tiba-tiba ia ditunjukkan sebuah akta jual beli. Terkait akta itu, Rusono mengaku tidak tahu menahu.
"Akta jual beli itu saya ketahui pada tahun 2020. Namun, dalam sebuah surat wasiat dikatakan bahwa saya pernah menerima emas dan rumah," papar Rosono.
Rosono menjelaskan, dia diberikan rumah saat kedua orang tua masih hidup. Waktu itu, kedua orang tua Rosono ada hutang 12 kg emas. Dia mengaku memiliki bukti. Bahkan, disurat itu juga ada tanda tangan Warsono. Namun dituding menerima emas sebanyak 8 kg.
Rosono kemudian menunjukkan sebuah surat dimana disurat tahun 1987 itu ada tanda tangan ibunya dan Warsono. Mengapa kedua orangtua Rosono dan Warsono pada tahun 1987 menyatakan berhutang emas kepada Rosono? Dalam penjelasannya, Rosono mengatakan, dimasa kedua orangtuanya masih hidup, Rosono selalu membantu kedua orangtuanya, mengelola bisnis yang dijalankan ayahnya. Sebagai imbalannya, setiap tahun Rosono diberi emas sebanyak 1 kg.
"Tiga belas tahun saya bekerja pada kedua orangtua saya, tidak pernah mendapat gaji. Namun, orangtua bilang, THR kamu tiap tahun dikasih satu kilogram emas," ungkap Rosono.
Masih menurut cerita Rosono, ia bekerja membantu orangtuanya sejak tahun 1978 hingga 1989. Sejak 13 tahun itu, Rosono mengaku tidak pernah menerima emas hingga sekarang, sebagaimana dijanjikan kedua orangtua mereka.
"Buktikan kalau memang saya telah menerima emas dari kedua orangtua kami. Yang aneh, dalam gugatan Warsono di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, dikatakan saya telah menerima emas. Dan fakta itu disetujui hakim," ujar Rosono kecewa.
KAI Daop 8 Surabaya Pastikan Kelancaran Perjalanan Kereta Api Selama Libur Nataru 2024/2025
Rosono kembali menerangkan, jika memang benar ia telah menerima emas, pasti ada tanda terimanya. Faktanya, tanda terima itu tidak pernah ada. Berkaitan dengan rumah, Rosono melanjutkan, bahwa rumah itu diberikan ibunya karena merasa memiliki hutang emas sebanyak 12 kg. Karena merasa tidak enak, maka ibu Rosono memberikan sebuah rumah. Namun, pemberian rumah ini dianggap sebagai pemberian harta warisan.
Begitu kalah ditingkat pertama, Rosoni kemudian mengambil upaya hukum banding. Namun, banding yang diajukan di Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Timur, ditolak. Rosono pun dianggap telah menerima 8 kg emas. Dalam surat wasiat, lanjut Rosono, juga diterangkan bahwa adiknya yang bernama Welsono melihat, bahwa Rosono memang telah diberi 8 kg emas.
Ketika pernyataan itu ditanyakan ke Welsono, Welsono membantah isi surat wasiat yang ditulis pengacara Warsono dalam gugatannya. Dengan berbekal surat wasiat, Warsono kemudian menggugat Rosono. Dalam gugatan, Warsono juga mencantumkan adanya jual beli tahun 1994.
Berkaitan dengan surat wasiat, juga dimasukkan kembali tahun 2006. Padahal tahun 2006, surat wasiat dipegang Warsono. Rosono pun mengaku tidak mengetahui sama sekali tentang adanya surat wasiat itu. Meski gugatan yang diajukan Warsono itu telah inkracht atau berkekuatan hukum tetap, namun, Warsono menganggap banyak kejanggalan yang disebutkan dalam surat wasiat tersebut. Oleh pengadilan baik di tingkat pengadilan negeri sampai ditingkat PK, majelis hakim memenangkan gugatan Warsono.
Ada beberapa kejanggalan seperti, mengapa surat wasiat itu dimunculkan ketika kedua orangtua mereka telah meninggal dan adanya surat wasiat itu tidak diketahui saudara-saudara Warsono yang lain, baik kakak-kakaknya maupun si bungsu, katanya.
Menurut Rosono, perihal jual beli yang dicantumkan dalam surat wasiat juga dinilai janggal. Sebab, kata dia, dalam surat wasiat, seharusnya tidak pernah diungkapkan tentang jual beli. Namun dalam wasiat itu diterangkan adanya jual beli antara ibu mereka dan Warsono.
Selain itu, wasiat yang lazimnya dilaksanakan setelah orang yang memberi wasiat meninggal, tapi dalam wasiat itu malah menerangkan semua peristiwa yang seakan-akan sudah terjadi semuanya sebelum pemberi wasiat meninggal. "Perkara ini sedang di laporkan di Bareskrim Mabes Polri dalam tahap penyidikan dan telah di alihkan ke Polda Jatim untuk kemudahan penyidikan, ujar Rosono.
Terpisah, Warsono melalui kuasa hukumnya, Julia Putriandra SH dan Mohamad Adnan Fanani SH MH mempertanyakan kenapa pihak Rosono Ali Hardi dan ibu Lily Ali Hardi masih menanyakan juga terkait harta warisan orang tua. Harta warisan apalagi yang mereka tuntut atau permasalahkan?, ujar Putri, Senin (16/12/2024).
Putri menambahkan, semua sudah di jalani dalam proses hukum dan Rosono Ali Hardi tidak dapat menunjukkan harta waris mana yg belum didapatkan. Proses hukum yang telah dilalui pun tidak terjadi di beberapa tahun ini saja namun sudah dilakukan sejak tahun 2007.
Tahun 2007 lanjut Putri, Rosono Ali Hardi pernah menuntut hak waris dari Bapak setelah meninggal dunia di bulan April 2006, dengan melaporkan Warsono Ali Hardi. Hal ini pun juga hingga membuat sang ibu turut diperiksa saat itu. Namun pada akhirnya laporan tersebut telah dihentikan akibat bukti. Tidak hanya itu Rosono Ali Hardi pun pernah menggugat ibunya namun pada akhirnya gugatan tersebut di cabut, ujarnya.
Saat sang ibu meninggal dunia tahun 2019, Rosono melakukan gugatan kembali menuntut harta waris yang katanya belum dibagi. Sementara apa yang digugat tersebut sudah sangat jelas bahwa itu bukanlah harta waris karena telah ada proses jual beli antara kedua orang tua dengan Warsono Ali Hardi di tahun 1994 hingga tahun 2002.
Terkait masalah pembagian emas, rumah dan mobil kepada Rosono Ali Hardi, Lily Ali Hardi, Lia Ali Hardi dan Welsono Ali Hardi ketika orang tua masih hidup itu telah dinyatakan oleh ibu mereka dalam surat wasiatnya di tahun 2006. Wasiat tersebut ibunya sendiri yang membuat dan menyatakan. Sehingga hal tersebut dapat dibuktikan bahwa emas atau harta lainnya yang pernah di terima oleh Rosono Ali Hardi adalah pemberian dari orang tua, terlepas adanya pembayaran lain atas hutang piutang yang diakui oleh bpk Rosono Ali Hardi.
Gugatan yang diajukan oleh Rosono Ali Hardi saat ini sudah sampai pada tahap PK yang mana permohonan PK tersebut diajukan oleh pihak Rosono Ali Hardi. Upaya hingga tahap PK ini pun telah jelas bahwa memang tidak ada harta waris yang belum di bagi seperti yang dipermasalahkan oleh Rosono Ali Hardi sejak dulu, ujar Putri.