Dugaan Kasus Netralitas ASN, Sekretaris DKK Dua Kali Tak Hadiri Panggilan, Bawaslu: Sabar Ya
KENDAL, iNewsSemarang.id - Bawaslu Kendal telah memanggil sejumlah orang terkait netralitas ASN di Pilkada 2024. Setidaknya ada delapan orang yang dimintai klarifikasi terkait kasus pengumpulan kader Posyandu di Riverwalk Boja beberapa waktu lalu.
Klarifikasi tersebut dilakukan terhadap pihak-pihak yang terkait langsung maupun tidak langsung dalam kasus dugaan netralitas ASN di Pilkada 2024.
Mereka yang dipanggil antara lain, Kepala Puskesmas Boja 1, Singorojo 2 dan Limbangan. Selain itu, Kepala Dinas Kesehatan juga tak luput dari pemanggilan Bawaslu Kendal.
Ketua Bawaslu Kendal, Hevy Indah Oktaria menyampaikan, bahwa mereka yang dipanggil telah hadir dan memberikan klarifikasi. Namun, Sekretaris Dinas Kesehatan Kendal belum hadir untuk memenuhi panggilan meski kemarin dan hari ini diundang Bawaslu.
"Kemarin dan hari ini mas (diundang Bawaslu)," kata Hevy, Jumat (22/11/2024).
Hevy juga menjelaskan bahwa Sekretarid DKK Kendal juga belum memberikan konfirmasi terkait kehadirannya untuk memenuhi panggilan Bawaslu.
Sementara, saat ditanya awak media terkait langkah yang dilakukan Bawaslu jika Sekdin DKK Kendal tak memenuhi panggilan, Hevy meminta para media untuk bersabar.
"Sabar ya," ucapnya.
Sebelumnya Hevy menjelaskan bahwa dalam kasus tersebut, selain dugaan pelanggaran netralitas ASN, terdapat unsur pidana yang dapat menjerat, yakni penyalahgunaan fasilitas negara.
Yaitu unsur pidananya adalah penyalahgunaan fasilitas negara, dalam Pasal 69 UU Pemilihan
Yang mana dalam kampanye dilarang menggunakan fasilitas dan anggaran Pemerintah dan Pemerintah Daerah, selain itu juga Pasal 187 (3) UU Pemilihan yang menyatakan bahwa Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan larangan pelaksanaan Kampanye Pemilihan Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf g, huruf h, huruf i, atau huruf j dipidana dengan Pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), jelasnya.
Hevy menghimbau kepada seluruh pihak yang tidak diperbolehkan kampanye, seperti ASN, TNI dan Polri, seperti apa yang telah diputuskan MK, agar tidak melanggar ketentuan tersebut menjelang hari pemungutan suara.
Kami mnghimbau kepada seluruh pihak, yang dilarang untuk tidak berkampanye, jangan melakukan pelanggaran, ditambah lagi ada keputusan MK 136, yang diperjelas bahwa Pejabat Daerah, TNI, Polri, dan ASN, Kepala Desa, berharap agar menjelang pemungutan suara tidak ada lahi pelanggaran, tandasnya.