PPN Naik Menjadi 12, Hadis: Neraka bagi Mereka yang Mengambil Pajak secara Zalim
DALAM negara Islam pajak dengan istilah al-jiyaz , al-kharaj dan al-usyur hanya diwajibkan bagi orang-orang Non-Muslim sebagai bayaran jaminan keamanan.
Ketika pajak tersebut diwajibkan kepada kaum muslimin, para ulama dari zaman sahabat, tabi'in hingga sekarang berbeda pendapat di dalam menyikapinya.
Pendapat pertama menyatakan bahwa pajak tidak boleh sama sekali dibebankan kepada kaum muslimin, karena kaum muslimin sudah dibebani kewajiban zakat.
Di antara dalil-dalil syar'i yang melandasi pendapat ini adalah sebagai berikut:
1. Firman Allah Taala: Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang batil ( QS An-Nisa :29)
Dalam ayat ini Allah melarang hamba-Nya saling memakan harta sesamanya dengan jalan yang tidak dibenarkan. Dan pajak adalah salah satu jalan yang batil untuk memakan harta sesamanya.
Rasulullah SAW bersabda: Janganlah kalian berbuat zalim beliau mengucapkannya tiga kali. Sesunggunhya tidak halal harta seseorang muslim kecuali dengan kerelaan dari pemiliknya. (HR Imam Ahmad V/72 no. 20174, dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam shahih Wa Dhaif Jamiush Shagir no. 1761 dan 1459).
Hadis yang diriwayatkan dari Fathimah binti Qais ra bahwa dia mendengar Rasulullah SAW bersabda : tidak ada kewajiban dalam harta kecuali zakat .
Hadis tersebut diriwayatkan Ibnu majah 1/570 no. 1789. Hanya saja hadis ini dinilai dhaif (lemah) oleh Syekh Al-Albani karena di dalam sanandnya ada perawi yang bernama Abu Hamzah (Maimun). Menurut Imam Bukhari, dia tidak cerdas.
Mereka mengatakan bahwa dalil-dalil syari yang menetapkan adanya hak wajib pada harta selain zakat hanyalah bersifat anjuran bukan kewajiban yang harus dilaksanakan, seperti hak tamu atas tuan rumah mereka.
Mereka juga mengatakan hak-hak tersebut hukumnya wajib sebelum disyariatkan kewajiban zakat, namun setelah zakat diwajibkan, maka hak-hak wajib tersebut menjadi mansukh dihapuskan/diubah hukumnya dari wajib menjadi sunnah.
Hadis Buraidah ra dalam kisah seorang wanita Ghamidiyah yang berzina, Rasulullah SAW Bersabda: Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya perempuan itu benar-benar bertobat, sekiranya seorang pemungut pajak bertobat sebagaimana tobatnya wanita itu, niscaya dosanya akan diampuni. (HR Muslim III/557 no.4442 dan dishahihkan oleh Syekh Al-Albani dalam silsilah Al-Hadist Ash-Shahihah hal. 715- 716).
Imam Nawawi menjelaskan bahwa dalam hadis ini terdapat beberapa pelajaran dan hikmah yang agung di antaranya ialah: bahwasannya pajak termasuk seburuk-buruk kemaksiatan dan termasuk dosa yang membinasakan (pelakunya). Hal ini lantaran dia akan dituntut oleh manusia dengan tuntutan yang banyak sekali di akhirat kelak. (sanad shahih Muslim XI/202 oleh Imam Nawawi).
Hadis Uqbah bi Amir ra berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW berkata: Tidak akan masuk surga orang-orang yang mengambil pajak secara zalim." (HR Abu Daud II/147 no. 2937. Hadist ini dinilai dhoif oleh syekh Al-Albani).
Dari beberapa dalil di atas banyak para ulama yang menggolongkan pajak yang dibebankan pada kaum muslim secara zalim dan semena-mena, sebagai perbuatan dosa besar, seperti yang dinyatakan oleh Imam Ibnu Hazm di dalam " Maratib al Ijma" , Imam Az-Zahabi di dalam bukunya Al-kabair , Imam Ibun Hajar al-Haitami di dalam " az-Zawajiran iqtirafi al kabair ", Syaikh Shiddiq Hasan Khan di dalam " Ar-raudah an-Nadiyah ", Syekh Syamsul al-Haq abadi di dalam " Aun almabud " dan selainnya.
Ibnu Umar ra pernah ditanya, apakah Umar bin Khattab ra pernah menarik pajak dari kaum muslimin? Beliau menjawab. "Tidak, aku tidak pernah mengetahuinya.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz dalam kitabnya, " Huquq Ar-Raiy war Raiyyah " mengatakan, adapun kemungkaran seperti pemungutan pajak. Maka kita mengharap agar pemerintah meninjau ulang kebijakan itu.