Opini : Penolakan Cagub Narkoboy, Ironi Bagi Jambi yang Berjuang Melawan Narkoba di Tengah Komitmen
Oleh: Syaiful Bakri *
Untuk pertama kalinya di Jambi, seorang mantan pecandu narkoba, yang sering disebut sebagai Narkoboy, mencalonkan diri sebagai calon gubernur (Cagub), sebuah langkah yang membuat banyak kalangan masyarakat merasa terkejut dan bingung.
Betapa tidak, bagi masyarakat seorang mantan pecandu narkoba atau yang santer disebut Narkoboy seharusnya tidak pantas mencalonkan diri sebagai calon pemimpin. Dalam pandangan mereka, seorang pemimpin haruslah seseorang yang memiliki integritas dan moralitas yang tinggi, terutama dalam hal keteladanan bagi generasi muda. Kepercayaan masyarakat terhadap seorang calon gubernur sangat bergantung pada rekam jejak dan karakter yang dimiliki.
Namun, dengan latar belakang gelap sebagai mantan pecandu narkoba, calon tersebut dianggap tidak layak untuk memimpin daerah yang berjuang keras dalam memberantas peredaran narkoba.
Penolakan terhadap Calon Gubernur (Cagub) mantan penyalahguna narkoba semakin marak di Provinsi Jambi. Banyak kalangan yang mempertanyakan kapasitas moral dan integritas calon tersebut, mengingat pengalaman gelapnya di masa lalu. Bagi sebagian besar masyarakat, fakta bahwa seorang calon gubernur pernah terlibat dalam penyalahgunaan narkoba menimbulkan keraguan besar akan kemampuannya dalam memimpin dengan tegas dan penuh tanggung jawab.
Mereka khawatir bahwa masa lalu tersebut dapat mengganggu kredibilitasnya, bahkan berisiko memengaruhi kebijakan yang diambil, terutama dalam bidang yang berkaitan dengan kesehatan, pendidikan, dan penanggulangan narkoba. Sikap dan perilaku mantan penyalahguna narkoba juga dianggap dapat mempengaruhi citra provinsi ini di tingkat nasional, yang justru berpotensi merugikan upaya membangun pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
Apalagi, di tengah komitmen Presiden Prabowo Subianto yang tegas dalam memerangi narkoba secara menyeluruh di seluruh Indonesia, masyarakat Provinsi Jambi semakin merasa bahwa pemimpin daerah yang memiliki riwayat penyalahgunaan narkoba tidak dapat diandalkan dalam menjalankan misi nasional tersebut. Presiden Prabowo telah menegaskan bahwa pemberantasan narkoba merupakan prioritas utama dalam menjaga kesehatan dan masa depan generasi muda Indonesia, serta memastikan terwujudnya negara yang bebas dari pengaruh destruktif narkoba. Dalam konteks ini, mengangkat seorang mantan penyalahguna narkoba sebagai calon gubernur justru berisiko menciptakan ketidaksesuaian antara visi nasional dengan realitas di lapangan. Hal ini menambah keprihatinan masyarakat Jambi mengenai potensi ketidakmampuan calon tersebut untuk berkomitmen dalam upaya besar memerangi narkoba, yang merupakan agenda utama pemerintah pusat.
Penolakan keras datang dari berbagai kalangan masyarakat di Jambi, mulai dari emak-emak hingga kaum milenial di beberapa kabupaten/kota, termasuk Kota Jambi, Muaro Jambi, Merangin, Batanghari, Bungo, Sarolangun, Tungkal Ulu, Kerinci, dan Sungai Penuh. Bagi sebagian besar masyarakat, pencalonan seorang mantan pecandu narkoba sebagai calon gubernur tidak hanya mengejutkan, tetapi juga memalukan. Mereka menganggap ini sebagai sebuah ironi besar, di mana seseorang dengan latar belakang kelam seperti itu malah diangkat menjadi figur yang harus dipercaya untuk memimpin provinsi ini. Penolakan ini datang dari keyakinan bahwa seseorang yang pernah terjerat narkoba, dunia malam dan seks bebas tidak pantas memegang tampuk kekuasaan, karena sudah terbukti gagal menjaga integritas dan moralitas di masa lalu.
Bagi kalangan emak-emak, ini adalah pengkhianatan terhadap nilai-nilai yang mereka ajarkan kepada anak-anak mereka.
Mereka merasa tidak ada alasan yang cukup kuat untuk mendukung seorang mantan pecandu narkoba menjadi pemimpin, apalagi seorang gubernur yang seharusnya menjadi contoh moral yang baik. Kepercayaan masyarakat terhadap calon ini semakin tergerus, karena mereka menganggap bahwa seseorang yang pernah hidup dalam dunia hitam narkoba tidak akan memiliki kapasitas untuk mengelola pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, apalagi untuk menjalankan kebijakan publik yang tegas terhadap narkoba itu sendiri.
Kaum milenial yang awalnya terbuka terhadap calon pemimpin dari berbagai latar belakang, kini meragukan keseriusan calon ini dalam memerangi narkoba, terutama mengingat sejarah kelam yang dimilikinya.
Mereka khawatir bahwa pengalaman pribadi sebagai pecandu narkoba justru akan menjadi beban yang menghambat kemajuan daerah dan merusak visi serta misi dalam memberantas penyalahgunaan narkoba di Jambi. Di tengah situasi darurat narkoba yang semakin mengkhawatirkan, masyarakat Jambi merasa bahwa mendukung calon dengan masa lalu seperti ini justru akan membuat mereka terjebak dalam paradoks besar, di mana calon tersebut bukan hanya tidak mampu menjalankan komitmen pemerintah pusat untuk memerangi narkoba, tetapi berisiko malah memperburuk keadaan.
Masyarakat Jambi kini mempertanyakan, apakah mereka benar-benar ingin memilih seorang gubernur yang justru membawa stigma dan keraguan besar dalam upaya menanggulangi peredaran narkoba, atau memilih pemimpin yang benar-benar punya rekam jejak bersih dan mampu mengemban amanah untuk menciptakan provinsi yang lebih baik, bebas dari pengaruh buruk narkoba. Dengan komitmen Presiden Prabowo yang jelas dalam pemberantasan narkoba di seluruh Indonesia, kehadiran calon dengan latar belakang mantan pecandu narkoba tersebut justru menciptakan kontradiksi yang tidak bisa diterima begitu saja oleh sebagian besar masyarakat.
Tidak ada alasan untuk memilih mantan pecandu narkoba ketika kita memiliki pilihan yang lebih baik, yakni mereka yang benar-benar Berseri (Bersih dari Narkoba) dan siap membawa perubahan positif. Pilihan kita mencerminkan harapan untuk masa depan yang lebih baik, bebas dari pengaruh negative ( kehidupan malam dan seks bebas), dan penuh dedikasi terhadap kesejahteraan masyarakat. (*)
* Ketua Forum Masyarakat Peduli PilkadaJambi(FMP2J)