Melihat Tradisi Ngadu Tanduk, Budaya Khas Masyarakat Kerinci Sambut Panen Melimpah
NGADU Tanduk adalah warisan budaya yang telah berlangsung secara turun-temurun di Kerinci. Ngadu Tanduk menghidupkan kembali suasana perayaan panen raya di desa yang kini hadir dalam wujud seni pertunjukan. Ngadu Tanduk ditampilkan dalam Festival Kanuhi Arah Mandungin Dusun tahun ini menampilkan berbagai kekayaan tradisi budaya. Sajian itu jadi wisata budaya yang sayang untuk dilewatkan.
Selama pertunjukan, dua pemain bergerak lincah dengan tanduk di atas bahu mereka, mengikuti irama Dap (rebana khas Kerinci) dan gung, serta alunan nyanyian nyaro yang mengiringi setiap gerakan.
Penonton menikmati setiap adegan saat pemain mengayunkan tanduk bak kerbau yang mencari lawan, dengan gerakan tarian yang semakin cepat seiring dengan tempo musik. Tukang nyaro atau vokalis sesekali memberikan pujian atau peringatan agar pemain menjaga keindahan gerakan, seolah menggambarkan permainan di tengah gelanggang yang ramai.
“Ketika pertunjukan berlangsung, para pemain tanpa sadar terserap dalam energi permainan yang memuncak, seolah mereka kembali ke zaman dahulu, saat permainan ini mengalir bersama semangat gotong-royong usai panen,” ucap Depati Mangku Bumi Kulit Putih Sibo Dirajo dari Siulak Panjang, Hafiful Hadi Sunliensyar, dikutip Jumat (15/11/2024).
Hafiful menyebut bahwa permainan ini memiliki filosofi mendalam. Di masa lalu, ia menguraikan, tradisi ini bukan sekadar hiburan, tetapi juga ajang untuk meneguhkan persaudaraan antarkelompok pemuda dalam satu kampung.
"Nilai gotong-royong, rasa syukur, dan kebersamaan adalah roh dari Ngadu Tanduk ini,” sambungnya.
Ia menambahkan bahwa meski kini dimainkan tanpa properti pisau seperti pada masa lalu, Ngadu Tanduk tetap membawa daya tarik bagi pengunjung dan menjadi kebanggaan masyarakat setempat.
Sementara itu, Kurator Azhar MJ menyatakan bahwa adaptasi ini adalah langkah penting dalam mengenalkan tradisi leluhur kepada masyarakat luas, terutama generasi muda, untuk melestarikan dan menjaga kekayaan budaya ini.
Kapolsek Medang Deras AKP Abdi Tansar Gelar Jum'at Curhat Kepada Jamaah Mushollah Al-Ikhlas
“Dulu, tradisi ini diadakan sebagai bentuk syukur atas hasil panen yang berlimpah dan penghormatan kepada entitas spiritual. Sekarang, kami sajikan di festival ini agar masyarakat, khususnya generasi muda, lebih memahami dan menghargai nilai-nilai budaya nenek moyang,” ujar Azhar.
Dia menekankan bahwa penyajian Ngadu Tanduk dalam festival menjadi cara efektif untuk menjaga relevansi tradisi ini di era modern tanpa mengurangi nilai-nilai luhur yang dikandungnya. Ngadu Tanduk pada awalnya merupakan permainan pascapanen di mana dua pemuda dari kelompok berbeda saling menunjukkan kekuatan dan ketangkasan mereka dengan menggunakan "tanduk" yang terbuat dari bambu sepanjang dua meter, dibungkus kain hitam, merah, putih, dan kuning, dan dihiasi rumbai serta lonceng kecil.
Pemain mengenakan pakaian adat dan memainkan gerakan tari yang menggambarkan ketangguhan kerbau di sawah. Meski kini tampil dalam bentuk seni pertunjukan, keindahan gerakan serta nilai sakralnya tetap menjadi bagian penting dalam setiap tarikan dan hentakan permainan.
Melalui Festival Kanuhi Arah Mandungin Dusun, tradisi Ngadu Tanduk kembali menjadi sorotan, sekaligus ajang untuk mengingatkan pentingnya kebersamaan, nilai-nilai luhur, dan kekayaan budaya yang telah diwariskan.
Perhelatan ini diharapkan tidak hanya memperkenalkan budaya Kerinci pada masyarakat luar tetapi juga menumbuhkan kesadaran pada generasi muda untuk terus mencintai dan melestarikan warisan leluhur.
Diketahui, Festival Kanuhi Arah Mandungin Dusun merupakan satu dari 12 festival budaya Kenduri Swarnabhumi 2024 yang diharapkan menjadi katalis bagi upaya pelestarian budaya dan lingkungan di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari, membangkitkan kesadaran akan pentingnya menjaga warisan nenek moyang untuk generasi mendatang.
Kenduri Swarnabhumi sendiri akan digelar di DAS Batanghari, yakni di 10 Kabupaten/Kota se-Provinsi Jambi dan satu Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat dengan mengangkat narasi hubungan penting antara kebudayaan dengan pelestarian lingkungan, khususnya sungai, dan sebaliknya juga tentang pelestarian lingkungan untuk kebudayaan berkelanjutan.
Rangkaian pagelaran festival budaya yang akan diselenggarakan oleh masyarakat setempat ini, menjadi momentum memperkuat semangat kemandirian dalam mengangkat kearifan lokalnya. Setiap festival yang digelar akan berkoordinasi dengan Direktur Festival dan Kurator Lokal serta didukung Kementerian Kebudayaan melalui Direktorat Perfilman Musik dan Media