PN Surabaya Banjir Karangan Bunga, Sindir 3 Hakim Tersangka Suap Vonis Bebas Ronald Tannur
SURABAYA, iNews.id Gedung Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dihiasi puluhan karangan bunga berisi kritik dan sindiran. Kedatangan karangan bunga tersebut menyusul penangkapan tiga hakim (PN) Surabaya terkait kasus suap vonis bebas Ronald Tannur.
Deretan karangan bunga itu menjadi sorotan publik atas kekecewaan mereka terhadap putusan hakim yang dinilai kontroversial terhadap terdakwa Ronald Tannur dalam kasus penganiayaan kekasihnya hingga tewas.
Pantauan di lokasi, karangan bunga dengan berbagai tulisan kritis berjejer rapi di depan gedung PN Surabaya. Beberapa di antaranya bertuliskan, "Akhirnya kebenaran bisa ditegakkan, terima kasih Kejagung" dengan pengirim atas nama The Manteb.
Selain itu, terdapat pula karangan bunga dengan tulisan, "Tiga Hakim PN yang di-OTT Kejagung Selamat Datang di Neraka Dunia." Pengirimnya tertulis Preman ta Tatoan.
Kemudian ada juga karangan bungan bertuliskan, "Mainkan Perkara, Masuk Penjara." Pengirimnya tertulis dari Pujangga Janggal.
Isi tulisan pada karangan bunga tersebut secara terang-terangan menyindir putusan bebas yang diberikan kepada Ronald Tannur, terdakwa kasus penganiayaan yang menewaskan kekasihnya, Dini Sera Afrianti.
Masyarakat menilai putusan tersebut tidak adil dan diduga kuat adanya unsur suap dan gratifikasi.
Seorang petugas keamanan PN Surabaya yang enggan disebutkan namanya mengatakan, karangan bunga tersebut mulai terlihat pada Kamis (24/10/2024) malam. Pihak pengadilan belum mengetahui secara pasti siapa saja yang mengirimkan karangan bunga tersebut.
Adanya karangan bunga berisi kritik ini mendapatkan respons positif dari masyarakat. Beberapa warga yang ditemui di sekitar PN Surabaya mengatakan, bahwa karangan bunga tersebut merupakan bentuk kekecewaan masyarakat terhadap putusan yang tidak adil.
Mereka berharap kasus ini dapat menjadi pelajaran bagi aparat penegak hukum untuk selalu bertindak jujur dan adil. "Karangan bunga ini mewakili suara hati masyarakat yang sudah muak dengan ketidakadilan. Hakim seharusnya menjadi panutan, tapi kenyataannya bisa dipermainkan. Ini sangat mengkhawatirkan bagi kami sebagai pencari keadilan," kata Ana, salah seorang warga di lokasi.