Generasi Kreatif, Tapi Copy-Paste? Mengupas Plagiarisme di Kalangan Gen Z

Generasi Kreatif, Tapi Copy-Paste? Mengupas Plagiarisme di Kalangan Gen Z

Terkini | sindonews | Selasa, 22 Oktober 2024 - 15:55
share

Banyak orang mengalami kerugian karena kasus plagiarisme. Di sisi lain, banyak yang tidak sadar bahwa telah melakukan plagiat karya orang lain. Ini karena masih kurangnya pemahaman tentang plagiarisme yang terus berkembang, terutama dalam era digital.

Gen Z yang hidup dalam era ini tentu saja jadi bagian yang sangat berpotensi bersinggungan dengan kasus plagiarisme. Nah, agar kamu tidak menjadi pelaku dan korbannya, berikut ini segala hal tentang plagiarisme yang perlu kamu ketahui.

Baca Juga:Ciri Manusia Indonesia Menurut Mocthar Lubis pada 1977, Ada Bedanya dengan 2021?

Apa itu Plagiarisme?

Sebelum lebih jauh mengupasnya, kamu harus tahu terlebih dahulu definisi dari plagiarisme. Plagiarisme adalah plagiat adalah aktivitas menjiplak secara sengaja maupun tidak sengaja kata-kata, ide, atau informasi dari suatu sumber tanpa mengutipnya dengan benar.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) V, kata plagiatdiartikan sebagai"pengambilan karangan (pendapat dan sebagainya) orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan (pendapat dan sebagainya) sendiri, misalnya menerbitkan karya tulis orang lain atas nama dirinya sendiri; jiplakan".

Plagiarisme dari Sisi Hukum

Plagiarisme merupakan tindakan yang tidak hanya melanggar etika, tetapi juga memiliki implikasi hukum yang serius jika berkaitan dengan hak cipta. Dalam konteks hukum di Indonesia, Undang-Undang Hak Cipta (UUHC) memberikan landasan yang jelas mengenai perlindungan hak cipta, yang berfungsi untuk melindungi kekayaan intelektual.

Dikutip dari hukumonline, dijelaskan bahwa dalam UU No. 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, hak cipta dikategorikan sebagai kekayaan intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang berperan strategis dalam pembangunan bangsa dan kesejahteraan umum.

Generasi Kreatif, Tapi Copy-Paste? Mengupas Plagiarisme di Kalangan Gen Z
Foto: via Sumy Designs

Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Serta di UUHC, dijelaskan bahwa Hak Cipta merupakan hak eksklusif pencipta yang muncul secara otomatis

Sementara itu, dikutip dari World Intellectual Property Organization (WIPO), dijelaskan bahwa tidak semua tindakan plagiarisme dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum. Plagiarisme adalah pelanggaran etika, terutama di lingkungan akademis.

Pelanggaran hak cipta baru terjadi ketika seseorang mengambil karya orang lain, baik secara intelektual maupun material, tanpa izin dan tindakan tersebut menyebabkan kerugian bagi pemilik hak cipta.

Dalam dunia akademis, plagiarisme diatur secara khusus melalui kode etik dan peraturan internal lembaga pendidikan. Namun, jika karya yang dijiplak merupakan karya yang dilindungi hak cipta dan pelanggaran tersebut merugikan pemilik asli secara material, maka tindakan tersebut dapat dikenakan sanksi hukum. Ini menunjukkan pentingnya memahami perbedaan antara pelanggaran etika dan hukum dalam konteks plagiarisme.

Mahasiswa Terlibat Plagiarisme

Plagiarisme di dunia akademik bukanlah hal baru, tapi semakin sering ditemukan di era digital saat ini. Salah satu contoh kasus yang mencuat beberapa bulan terakhir adalah plagiarisme yang dilakukan oleh seorang mahasiswa Universitas Airlangga (Unair). Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB). Mahasiswa tersebut terbukti menjiplak tugas kuliahnya dan telah menerima sanksi dari pihak kampus.

Kasus di Unair hanyalah puncak gunung es dari fenomena plagiarisme yang terjadi di lingkungan akademis. Di balik layar, masih banyak kasus serupa yang terjadi, baik di dunia akademik maupun di dunia kreatif.

Salah satu kasus lainnya dialami oleh Dundi Ichsan, seorang mahasiswa Politeknik Negeri Media Kreatif (Polimedia). Dundi mengaku kecewa setelah tugas kuliahnya di-copy-paste oleh teman sekelasnya.

"Waktu semester tiga, tugas saya pernah diplagiasi oleh teman sekelas di mata kuliah Tata Bahasa. Hasil tugas saya benar-benar diambil mentah-mentah, padahal awalnya teman saya hanya bilang ingin menjadikan tugas saya sebagai referensi. Namun keesokan harinya, setelah saya lihat tugasnya, ternyata benar-benar menjiplak tugas saya," ungkap Dundi saat diwawancarai.

Generasi Kreatif, Tapi Copy-Paste? Mengupas Plagiarisme di Kalangan Gen Z
Foto: via matthewrmorris.com

Kasus-kasus seperti ini mencerminkan bahwa plagiarisme dapat menghancurkan integritas akademik. Di era digital, dengan akses informasi begitu mudah didapatkan, plagiarisme sering kali terjadi tanpa disadari.

Bagi sebagian mahasiswa, plagiarisme mungkin dianggap sebagai jalan pintas untuk menyelesaikan tugas. Namun dampaknya sangat merugikan, baik bagi si korban maupun bagi pelaku.

Bagaimana Menghindari Plagiarisme?

Sebagai bagian dari generasi Gen Z yang tumbuh di era digital, kita memiliki akses tak terbatas ke informasi, ide, dan karya dari berbagai sumber. Namun, kemudahan ini juga membawa tantangan, terutama terkait dengan praktik "copy-paste" yang sering kali melanggar hak cipta.

Dalam dunia kerja dan perkuliahan, penting bagi kita untuk memahami dan menyikapi kegiatan menyalin dan memanfaatkan karya orang lain secara etis dan bertanggung jawab.

Berikut adalah beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh Gen Z untuk menghadapi tantangan ini:

1. Memberikan Sitasi atau Kredit yang Tepat

Ketika menggunakan ide, pemikiran, atau karya orang lain, selalu pastikan untuk memberikan kredit atau sitasi yang benar. Hal ini tidak hanya menghormati hasil kerja keras orang lain, tetapi juga menunjukkan integritas dan profesionalisme.

Dalam dunia akademik, sitasi yang tepat juga dapat menghindarkan kita dari tuduhan plagiarisme.

Generasi Kreatif, Tapi Copy-Paste? Mengupas Plagiarisme di Kalangan Gen Z
Foto: via eschoolnews

2. Meminta Izin secara Tertulis

Jika kamu ingin menggunakan karya yang dilindungi hak cipta, pastikan untuk meminta izin tertulis terlebih dahulu dari pemegang hak cipta. Ini adalah langkah penting untuk menghindari pelanggaran hukum hak cipta dan menjaga hubungan baik dengan pemilik karya.

Sebagai generasi yang melek teknologi, kita dapat dengan mudah menghubungi pemegang hak cipta melalui email atau platform daring.

3. Daftarkan Karya ke Dirjen Kekayaan Intelektual (DJKI)

Jika kamu memiliki karya, baik itu tulisan, desain, musik, atau bentuk kreatif lainnya, segera daftarkan ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) untuk melindungi hak cipta. Ini artinya, kita memiliki hak eksklusif atas hasil kreasi kita tersebut, sekaligus melindungi karya itu secara hukum jika disalahgunakan oleh pihak lain.

Baca Juga:Fishbone Diagram, Teknik Pemecahan Masalah untuk Cegah Kegagalan sejak Dini

4. Gunakan Konten dengan Lisensi Creative Commons

Saat membutuhkan konten untuk proyek atau tugas, carilah konten yang dilisensikan di bawah Creative Commons. Lisensi ini memungkinkan kita menggunakan karya orang lain secara legal dengan syarat-syarat tertentu, seperti memberikan kredit kepada pencipta asli atau tidak menggunakan karya tersebut untuk tujuan komersial.

Creative Commons adalah solusi yang ideal bagi para kreator dan pengguna konten di era digital.

Itulah panduan untuk terhindar dari tuduhan plagiarisme sekaligus tidak menjadi korban penjiplakan. Semoga bisa memberi kamu pengetahuan baru!

Aprilian Rodo RizkyKontributor GenSINDOPoliteknik Negeri Media Kreatif

Topik Menarik