Presiden Prabowo Target Ekonomi RI Tumbuh 8, Ini Syaratnya
JAKARTA - Peningkatan investasi dan ekspor merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi Indonesia 8 yang menjadi target Presiden Prabowo Subianto.
“Ke depan jika ingin pertumbuhan ekonomi mencapai 8 maka pertumbuhan ekonomi jangan hanya berpatok pada konsumsi tetapi harus ada peningkatan investasi dan kenaikan ekspor,” kata Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti, dikutip dari Antara, Minggu (20/10/2024).
Esther menuturkan, upaya strategis berikutnya untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 berupa pengelolaan utang dengan benar dan menekan utang agar tidak bertambah.
Pemerintah ke depan juga perlu memastikan alokasi anggaran belanja modal juga harus lebih besar daripada belanja rutin.
Begitu juga dengan pembangunan harus merata ke seluruh daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) demi mewujudkan kesejahteraan seluruh rakyat dan kemajuan bangsa.
Pemerintah ke depan juga harus memprioritaskan program pembangunan yang berdampak jangka panjang dan mempunyai dampak efek berganda (multiplier effect) lebih besar.
Menurut dia, memang pertumbuhan ekonomi 8 bukanlah suatu hal yang tidak mungkin karena Indonesia pernah mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi tahun 1980-an hingga 1990-an. Namun, saat ini memang harus ada upaya ekstra.
Dulu pertumbuhan ekonomi bisa tinggi karena harga minyak dan komoditas melonjak, investasi masuk ke Indonesia, serta peningkatan ekspor karena industrialisasi seperti industri tekstil.
Optimalkan Pajak
Di sisi lain, Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia menilai bahwa pemerintahan presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka perlu memaksimalkan pemungutan pajak dari subjek-subjek yang belum optimal, seperti sektor hiburan.
Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal menyatakan, pemerintah mendatang sebaiknya tidak berupaya meningkatkan penerimaan pajak dengan mengenakan lebih banyak pajak kepada sektor manufaktur maupun konsumsi, mengingat kini terjadi pelemahan daya beli dan penurunan Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur.
“Yang semestinya dilakukan adalah menyasar pada subjek-subjek pajak yang selama ini belum terlalu maksimal, misalkan pajak untuk hiburan, untuk (masyarakat) kelas atas, atau perusahaan-perusahaan besar dan multinasional yang beroperasi Indonesia,” ujarnya.
Pemerintahan mendatang mencanangkan dalam dokumen Asta Cita untuk melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi reformasi perpajakan agar menjadi stimulan lebih bagi dunia usaha untuk meningkatkan daya saing dan investasi di sektor riil.