Akademisi Unpad Soroti Putusan Perkara Mardani H Maming
BANDUNG, iNewsBandungraya.id - Tim Anotasi Akademisi Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) mengkritisi terkait putusan hakim dalam kasus yang menjerat Mardani H Maming.
Tim tersebut terdiri dari Dr Sigid Suseno, Dr Somawijaya, Dr Elis Rusmiati, Dr Erika Magdalena Chandra, Budi Arta Atmaja, dan Septo Ahady Atmasasmita.
Menurut Dr Somawijaya, Tim Anotasi Akademisi UNPAD menyoroti beberapa hal penerapan pasal dalam kasus tersebut.
"Kami sebagai tim anotasi sudah sampaikan tadi ada beberapa orang yang mengkaji putusan itu, ternyata ada point-point yang memang itu harus kita pertanyakan dari sisi akademik," ujar Dr Somawijaya dalam keterangannya, Jumat (18/10/2024).
"Terutama pada pasal 12 huruf B Undang-undang PPKor kajian nya tidak cukup bukti, tidak punya relevansi dengan perbuatan yang dilakukan oleh H Maming," lanjutnya.
Di mana, kata Somawijaya, ada beberapa unsur yang dipastikan tidak adanya dukungan alat bukti yang cukup kuat.
"Sehingga dalam perspektif hukum pidana atau sistem hukum pidana itu tidak memenuhi kualifikasi sebagai perbuatan yang memang terbukti, karena alat bukti yang tadi," ungkapnya.
Senada dengan Somawijaya, Dr Elis Rusmiati mengatakan, dalam perkara yang menjerat Maming H Mardani itu tidak memenuhi unsur-unsur tindak pidana sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 12 huruf b UU PTPK berdasarkan minimal 2 alat bukti dalam fakta persidangan.
"Salah dalam arti bagaimana penerapan unsur-unsur, bahwa di dalam suatu perkara itu ada yang namanya proses pembuktian," ungkapnya.
"Di dalam proses pembuktian itu ada yang disebut dengan proses verifikasi, semua diverifikasi semua dicocokkan, ada satu yang agak terputus ketika ditemukan ada alat-alat bukti, ada keterangan saksi dan sebagainya," lanjut Elis.
Dijelaskan Elis, Pasal 12 huruf b itu berkaitan dengan penerimaan suap atau gratifikasi. Namun, dalam kasus yang menjerat Mardani ini tidak didukung alat-alat bukti yang jelas.
"Pasal 12 b itu berkaitan dengan penerimaan suap atau katakanlah gratifikasi, itu harus yang menjadi alat bukti atau dasar pembenaran dari mana sampai kepada si penerima, padahal itu melalui pihak ketiga terhadap beberapa perusahaan. Nah dari beberapa perusahaan sampai kepada penerima itu tidak didukung oleh alat-alat bukti," jelasnya.
Selain itu, tim anotasi menilai bahwa penetapan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp110,6 miliar bertentangan dengan Pasal 18 UU PTPK, yang hanya berlaku pada tindak pidana yang menyebabkan kerugian negara. Menurut tim, kasus ini tidak berkaitan dengan kerugian negara.
Berdasarkan hasil kajian ini, Tim Anotasi Fakultas Hukum UNPAD menyarankan agar Mardani H. Maming dinyatakan bebas dari semua tuntutan dan dipulihkan nama baik serta martabatnya.