Perempuan Berpolitik: Berikut Ini Dalil yang Melarang dan Membolehkan
Quraish mengatakan ayat dan hadis-hadis di atas menurut mereka mengisyaratkan bahwa kepemimpinan hanya untuk kaum lelaki, dan menegaskan bahwa wanita harus mengakui kepemimpinan lelaki.
Kata ar-rijal dalam ayat ar-rijalu qawwamuna 'alan nisa', Quraish menjelaskan, bukan berarti lelaki secara umum, tetapi adalah "suami" karena konsiderans perintah tersebut seperti ditegaskan pada lanjutan ayat adalah karena mereka (para suami) menafkahkan sebagian harta untuk istri-istri mereka.
Seandainya yang dimaksud dengan kata "lelaki" adalah kaum pria secara umum, tentu konsideransnya tidak demikian.
Terlebih lagi lanjutan ayat tersebut secara jelas berbicara tentang para istri dan kehidupan rumah tangga. Ayat ini secara khusus akan dibahas lebih jauh ketika menyajikan peranan, hak, dan kewajiban perempuan dalam rumah tangga Islam.
Adapun mengenai hadis, "tidak beruntung satu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada perempuan," perlu digarisbawahi bahwa hadis ini tidak bersifat umum.
Wartawan Diusir Kasar, Fotografer Diistimewakan: Konflik di Malam Gembira Pilkada Kota Sorong
"Jadi sekali lagi hadis tersebut di atas ditujukan kepada masyarakat Persia ketika itu, bukan terhadap semua masyarakat dan dalam semua urusan," ujar Quraish Shihab. Menurut Quraish, kita dapat berkesimpulan bahwa, tidak ditemukan satu ketentuan agama pun yang dapat dipahami sebagai larangan keterlibatan perempuan dalam bidang politik, atau ketentuan agama yang membatasi bidang tersebut hanya untuk kaum lelaki.
Quraish mengatakan secara umum ayat di atas dipahami sebagai gambaran tentang kewajiban melakukan kerja sama antara lelaki dan perempuan untuk berbagai bidang kehidupan yang ditunjukkan dengan kalimat "menyuruh mengerjakan yang makruf dan mencegah yang munkar." Pengertian kata awliya' mencakup kerja sama, bantuan, dan penguasaan; sedangkan pengertian yang terkandung dalam frase "menyuruh mengerjakan yang makruf" mencakup segala segi kebaikan dan perbaikan kehidupan, termasuk memberikan nasihat atau kritik kepada penguasa, sehingga setiap lelaki dan perempuan Muslim hendaknya mengikuti perkembangan masyarakat agar masing-masing mampu melihat dan memberi saran atau nasihat untuk berbagai bidang kehidupan. Menurut sementara pemikir, sabda Nabi SAW yang berbunyi, "Barang siapa yang tidak memperhatikan kepentingan (urusan kaum Muslim, maka ia tidak termasuk golongan mereka." Hadis ini mencakup kepentingan atau urusan kaum Muslim yang dapat menyempit ataupun meluas sesuai dengan latar belakang dan tingkat pendidikan seseorang, termasuk bidang politik. Di sisi lain, Al-Quran juga mengajak umatnya (lelaki dan perempuan) agar bermusyawarah, melalui "pujian Tuhan kepada mereka yang selalu melakukannya." " Urusan mereka (selalu) diputuskan dengan musyawarah " ( QS Al-Syura [42] : 38). Ayat ini dijadikan dasar oleh banyak ulama untuk membuktikan adanya hak berpolitik bagi setiap lelaki dan perempuan.