Berapa Banyak Energi yang Dibutuhkan NFT? Ini Jawabannya!
Demam NFT yang melanda seluruh dunia masih belum menunjukkan tanda-tanda akan menyurut, meski adanya penolakan dari berbagai komunitas terhadap NFT. Salah satu kekhawatiran yang sering muncul adalah tuduhan mengenai proses pembuatan dan transaksi NFT yang dianggap boros energi hingga menyebabkan krisis lingkungan.
Kekhawatiran ini begitu besar, hingga sanggup membuat orang-orang menghujat artis favorit mereka sendiri hanya karena memperjual-belikan NFT. Di Indonesia sendiri, NFT semakin populer berkat keberhasilan seorang anak muda menjadi miliarder setelah sukses menjual NFT koleksinya dengan harga yang cukup wah.
Memangnya seberapa besar sih energi yang diperlukan untuk mencetak dan melakukan transaksi NFT? Pertama-tama kita perlu mengetahui dulu cara kerja dan pembuatan NFT.
NFT Itu Apa Sih?
NFT merupakan singkatan dari non-fungible token , yaitu sebuah file digital yang menggunakan basis teknologi blockchain , sehingga bukti kepemilikannya tidak dapat dipalsukan.
NFT sendiri dapat berbentuk gambar, lagu, video, GIF, ataupun jenis lainnya, sehingga dianggap cocok untuk melindungi karya digital dari para seniman dan artis terhadap pembajakan dan peretasan.
Gimana Cara Pembuatan NFT?
Teknologi blockchain yang digunakan NFT membutuhkan proses verifikasi transaksi yang disebut dengan mining . Proses ini mengharuskan mereka yang berpartisipasi alias miner untuk menyelesaikan sebuah blok berisi data transaksi yang sudah dienkripsi, dengan sistem siapa cepat dia dapat.
Artinya, miner yang pertama menyelesaikan blok tersebutlah yang akan mendapatkan komisi atas transaksi tersebut, sementara miner-miner lainnya tidak mendapatkan apa-apa atas jerih payah dan energi yang mereka habiskan untuk memproses transaksi tersebut.
Jadi, Berapa Banyak Energi yang Dibutuhkan?
Kebanyakan NFT beroperasi di platform yang menggunakan mata uang kripto Ethereum sebagai alat pembayaran. Untuk mencatat transaksi sejumlah 1 Ethereum, dibutuhkan daya sebesar 48,14 kWh .
Sebagai perbandingan, rata-rata pemakaian listrik warga Indonesia per bulan adalah sebesar 109 kWh. Namun, ini masih mengenai Ethereum yang sama-sama menggunakan blockchain seperti NFT.
Seorang ahli komputer dan insinyur bernama Memo Akten , menemukan hal mengejutkan saat mengamati platform NFT bernama SuperRare. Dari 8,000 transaksi yang ia catat, angka rata-rata seputar transaksi NFT yang ia peroleh adalah sebagai berikut:
Jika ditotal, energi yang dibutuhkan sebuah NFT mulai dari proses pembuatan hingga berpindah tangan ke pemilik baru adalah sekitar 322 kWh dan menghasilkan 188 kg CO2 . Itu belum termasuk jika terjadi pembatalan dan penawaran kembali yang biasanya bisa terjadi berulang kali hingga suatu NFT sukses terjual.
Sungguh angka yang fantastis, bukan? Proses yang terlihat sederhana dan memakan waktu singkat tersebut menghabiskan energi setara konsumsi energi rata-rata empat rumah di Indonesia dalam sebulan. Ditambah emisi gas buang CO2 yang mencapai ratusan kilogram per transaksi, tentu tidak aneh jika banyak aktivis lingkungan yang keberatan dengan adanya NFT ini.
Namun apa boleh buat, orang-orang memang selalu mudah terbutakan dengan skema mendapatkan uang banyak dalam waktu singkat dengan cara mudah. Oleh karena itu, banyak yang tidak peduli dengan hal ini dan terus mengejar keuntungan dengan memperjualbelikan NFT meskipun setelah mengetahui dampak negatifnya.
Bagaimana dengan kamu sendiri setelah mengetahui hal ini? Berikan tanggapanmu pada kolom komentar, ya!
Dapatkan berita gaming dan informasi menarik lainnya seputar dunia game, esports, film, anime, dan lainnya hanya di UP Station.
Bagi kalian yang mau top-up game kesayangan kalian bisa langsung kunjungi UniPin! Proses cepat dan harga murah!
Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru dan berita gaming lainnya di akun sosial media kami:
Facebook:UP Station Indonesia
YouTube:Upstation Media
Twitter:@Upstationasia
Instagram:@upstation.media
YukgabungdigrupDiscord kami!
Discord:UniPin Official Community