Banyak Orang Beragama di Indonesia, Tapi Kenapa Kejahatan Tetap Marak?
JAKARTA, iNewsTangsel.id - Pengamat hukum Universitas Pamulang (Unpam) Heru Riyadi menilai, terdapat perbedaan mendasar antara manusia beragama dengan manusia beriman. Hal ini ia kemukakan, menyikapi banyaknya orang beragama di Indonesia, namun tindak kejahatan dirasa tetaplah banyak.
"Banyak orang beragama, tapi kejahatan terus terjadi di negeri yang konon religius ini," ujar Heru, Senin, 23 Desember 2024.
"Korupsi dan fitnah merajalela, sopan santun dan moral semakin merosot," imbuhnya.
Orang beragama, kata Heru adalah orang yang rajin beribadah. Terkadang, lanjut dia, penampilannya terlihat atau sengaja diperlihatkan sarat dengan simbol-simbol dan atau atribut agama.
"Sedangkan orang beriman adalah orang yang percaya dan bertindak sesuai dengan imannya," ucapnya.
Heru memaparkan, orang beragama adalah orang yang percaya bahwa Tuhan itu ada. Sementara orang beriman adalah orang yang percaya bahwa Tuhan itu hadir.
Orang beragama, kata dia bisa berbuat jahat karena berpikir Tuhan itu ada namun tidak hadir.
"Orang beriman takut akan perbuatan jahat, karena berpikir Tuhan hadir bersamanya, di mana pun ia berada," tutur Dosen Fakultas Hukum Universitas Pamulang itu.
Selain itu, kata dia, mungkin karena ketekunannya beribadah, orang beragama sering merasa dirinya paling benar, paling suci, dan paling dekat dengan Tuhan. Sementara orang beriman, memandang setiap orang adalah sesamanya, yang tetap setara dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing.
"Orang beragama mudah melihat perbedaan, dan sensitif terhadap perbedaan. Orang beriman cenderung mencari persamaan, menerima perbedaan, dan mau mendengarkan orang lain," papar Heru.
"Yang berbeda agamanya, tetapi tetaplah sesamanya dalam kemanusiaan. Baik atau buruknya manusia tidak ditentukan oleh agama yang dianutnya, melainkan perbuatannya," sambungnya.
Orang beragama, lanjut Heru, sering mementingkan simbol, atribut, dan hal ritual agamanya saja. Sedangkan orang beriman, menyembunyikan ibadahnya dari orang lain.
"Keseharian hidupnya, berisi praktik iman tanpa jeda. Ada yang melihat atau tidak, bukan ukuran perbuatannya," jelas dia.
Jenderal Kopassus Ini Bikin Belanda Frustrasi di Papua, Dihargai 500 Gulden Hidup atau Mati
Orang beragama, lanjut dia, mungkin baik dalam urusan ibadahnya saja. Orang beriman, Heru menilai, baik dalam semua urusan, karena menganggap semua urusan sebagai ibadahnya.
"Disarankan ini jangan dipakai untuk menilai orang lain, tetapi untuk introspeksi diri masing-masing. 'Saya termasuk sebagai orang beragama atau orang beriman?'. Semoga kita termasuk orang yang beriman," tandas mantan Ketua Umum Pokdarkamtibmas Bhayangkara Nasional ini.