Animasi Minilemon Bisa Menjadi Cara Baru Belajar Toleransi di Kampus
SURABAYA, iNewsSurabaya.id – Film animasi 3D Minilemon berpotensi menjadi alat edukasi toleransi yang efektif. Hal ini dibahas dalam Focus Group Discussion (FGD) di UIN Sunan Ampel Surabaya pada Senin (20/1/2025).
FGD tersebut membahas integrasi nilai-nilai toleransi ke dalam kurikulum pendidikan tinggi melalui pendekatan visual yang menarik.
Reno Halsamer, pendiri Minilemon Studio, menekankan pentingnya pendekatan visual dalam pendidikan, khususnya untuk anak-anak.
"Minilemon dirancang sebagai hiburan edukatif yang menghibur sekaligus mendidik," jelasnya.
Ia juga menyatakan minatnya untuk berkolaborasi dengan UIN Sunan Ampel Surabaya untuk menciptakan konten cerita yang berbasis riset dan mengangkat tema keberagaman.
Minilemon, yang sebelumnya telah bermitra dengan Universitas Surabaya (Ubaya) untuk pengembangan aspek psikologis kontennya, telah terbukti efektif dalam menggambarkan keragaman budaya Indonesia melalui karakter-karakternya yang unik.
Saat ini, Minilemon juga sedang mengembangkan Minilemon Movie Academy untuk mencetak generasi animator muda.
Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya, Prof. Dr. H. Muhammad Thohir, menyambut baik rencana kolaborasi ini. Ia melihat potensi besar pengembangan konten kreatif berbasis riset, mengingat tren komunikasi visual saat ini.
"Kerja sama ini akan menjadikan Minilemon sebagai mitra produksi, sementara UIN Sunan Ampel akan berkontribusi dalam pengembangan konten dan ide kreatif," jelasnya.
Prof. Thohir juga menekankan pentingnya pendidikan dalam menumbuhkan toleransi di tengah maraknya informasi yang dapat memicu intoleransi.
"Kementerian Agama mendorong agar keragaman dilihat sebagai potensi untuk membangun harmoni, bukan pemisah," tegasnya.
Rektor UIN Sunan Ampel, Prof. Akh. Muzakki, menambahkan bahwa perguruan tinggi berperan penting dalam membangun kehidupan yang harmonis dan mendukung arahan Menteri Agama untuk menciptakan kurikulum yang menekankan nilai-nilai perjumpaan dan cinta, bukan perbedaan.
"Kita butuh kurikulum yang membangun persatuan, bukan perbedaan," ujarnya.
FGD ini juga membahas penyempurnaan instrumen penilaian kompetensi guru agama yang toleran dan integrasi nilai toleransi ke dalam kurikulum pendidikan tinggi.
Ketua FGD, Dr. Hanun Asrohah, menekankan pentingnya diskusi berkelanjutan tentang toleransi di era teknologi dan globalisasi.
"Isu toleransi tidak pernah ada habisnya untuk kita bahas dan akhir-akhir ini semakin mengemuka karena perkembangan teknologi dan dunia global," ungkap Dr Hanun Asrohah, dalam acara yang turut dihadiri oleh lintas iman juga perwakilan Forum Kerukunan Umat Beragam (FKUB) Jatim.
Sebagai langkah awal, UIN Sunan Ampel telah melakukan survei tentang indeks toleransi di kalangan pendidik Jawa Timur untuk mendukung mandat Kementerian Agama dalam membangun kerukunan.